Bab 21 : Tetesan kebahagiaan

31.3K 2.9K 759
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Hallo manteman, mana suaranya yg seneng bgt karena hari ini update 🙌


Vote 1k komen 500+ gass update


*HAPPY READING*

Hidup itu seperti air hujan, tercipta dari awal yang sama namun terjatuh pada takdir yang berbeda-beda.

***

Senyumanku terus terbit menyaksikan pemandangan di depan, pemandangan yang selalu aku inginkan setelah kejadian masalah kemarin. Kak Maya sudah bersedia gabung dengan kami semua disini, dirinya ikut menyiapkan makanan di meja makan. Doaku akan terus menyertainya, tentang kebahagiaan dan anugerah terbaik yang dia inginkan.

"Piringnya sudah tertata semua?" tanya Mama kepada semua menantu dan para asisten di hadapannya. 

"Belum, Ma. Biar Kayla yang ambil," kataku sembari berjalan menuju dapur.

"Aku aja yang ambil!" Tiba-tiba Kak Erina menyenggol lenganku, menyelonong masuk ke dalam dapur mendahuluiku. 

Entah kenapa perasaanku menjadi tidak enak saat Kak Erina muncul dari arah dapur sambil membawa tumpukan piring di tangannya. Hanya dalam waktu hitungan detik, bibirku mulai menganga saat tak sengaja kaki kanannya tersandung sebuah mainan milik Nabila.

Prangggg!

Mataku terbelalak kaget melihat tumpukan piring itu berjatuhan dengan suara nyaring, berserakan kemana-mana. Seluruh pandangan berpusat pada Kak Erina yang terlihat amat ketakutan, sampai keempat pria yang tengah bercengkerama di sofa langsung berdiri terkejut.

"YA ALLAH ERINA!!!" Tante Dania berteriak penuh amarah. 

"Semua piring-piring yang kamu pecahkan itu bukan piring se-murah yang biasa ibu kamu beli! Tidak ada benda satupun yang tidak mahal di mansion ini! PAHAM?!" Bentakan Tante Dania membuat seisi ruangan ini menjadi tegang.

"Dania, sudah. Tidak perlu dibesar-besarkan masalah sepele ini!" Mama seketika menengahi.

"Ini masalah besar, Kak. Sama sekali bukan hal sepele. Kalau dia bisa berjalan dengan baik atau menggunakan matanya sebaik mungkin, tidak mungkin hal ini akan terjadi," jawab Tante Dania bersikeras menyalahkan Kak Erina.

"Tante Dania, aku mohon bersikaplah lebih bijak. Kak Erina tidak sengaja memecahkan semua piring-piring itu." Kali ini aku bersuara.

"Sengaja maupun tidak, kenyataannya dia tetap ceroboh dan salah!" Dirinya langsung membentakku.

"Bagaimana bisa Tante menyamakan antara tidak sengaja dan kesalahan, sedangkan dua hal itu jelas berbeda." Demi Allah aku tidak takut. Aku harus berani menyuarakan keadilan untuk Kak Erina. 

"Ooh ... Bagus! Sudah mulai melawan kamu, iya?!" Jari telunjuknya mengarah tajam kearahku.

"Dania, cukup! Hanya aku yang punya hak atas semua yang terjadi di rumah ini." Tatapannya beralih pada Bi Ratih yang berdiri disana, "Bi Ratih, tolong bersihkan ini semua!"

"Jangan melangkah, tetap diam disitu!" peringat Tante Dania pada Bi Ratih, "Hanya yang bersalah yang harus membersihkan ulahnya sendiri." lirikan mautnya mengarah pada Kak Erina.

Aku yakin seyakin-yakinnya Kak ilham tengah menahan amarah melihat istrinya dipermalukan semacam ini. Tak berselang lama, Kak Erina perlahan menjongkok mulai membersihkan serpihan piring-piring itu dengan jemarinya. Demi Allah aku tidak tega melihatnya, apalagi saat tangannya bergerak menyeka air matanya sendiri. 

Mutiara Dalam CangkangKde žijí příběhy. Začni objevovat