Adopsi ?

579 80 2
                                    

"Aku pulang !" Sahut Hinata dengan riang, membuka pintu rumah.  "Bagaimana wawancaramu, Nak ?" Tanya sang ibu setelah Hinata melepas sepatunya. "Bu..." Hinata mendekat ke arah ibunya.

"SHOYO DITERIMA, BU ! SHOYO DITERIMA !"  Mata Hinata berbinar, bibirnya tersenyum lebar penuh sukacita. "Ya ampunnn  selamat Shoyooooo...." Ibu Hinata memeluk putra sulungnya, bangga dengan sikap tanggung jawab putranya. "Bu, Hitoka dimana ? Shoyo ingin memberitahunya juga." Ujar Hinata.

"Dia sedang tidur, Shoyo. Sepertinya dia kewalahan. Ibu sempat mengintip, tadi dia menangis di kamarnya." Hinata terlonjak. "Hitoka..." panggil Hinata, cepat-cepat berlari ke kamarnya. 

"Psssttt.... biarkan dia istirahat. Dia pasti kewalahan, Nak." Bisik Ibu Hinata. "Ibu bilang tadi dia nangis ? Shoyo hanya ingin menghiburnya. Jangan sampai dia stress."  Namun, Ibu Hinata menahan lengan putranya.

"Iya, Nak. Ibu paham sebagai suami kamu harus menjaga istrimu agar tidak stress. Tapi, kali ini mungkin dia perlu mengusir stress dengan tidur.  Jangan ganggu dia." Bisik Ibu Hinata. Hinata mengangguk paham. "Tapi Shoyo boleh temenin Hitoka tidur, 'kan ?" Izin Hinata. "Boleh, tapi jangan diganggu, ya..." Ibu Hinata hanya tersenyum melihat bahwa putranya benar-benar sudah semakin jantan.

Krieeettt....

Hinata membuka pintu kamar. Dia tersenyum. Dilihatnya sang istri terjaga, dalam keadaan terbaring di atas ranjang, berbalut selimut pink berbulu lembut, dan mata terbuka lebar dengan tatapan kosong. 

"Kupikir kau tidur," Hinata terkekeh, menghampiri Yachi. "Aku berhasil diterima kerja di tempat cuci mobil, lho !" Sahut Hinata riang. "Baguslah," jawab Yachi, datar.

"Kamu kenapa ?" Hinata mendudukan dirinya di atas ranjang. "Nggak, cuma... masih ngantuk aja." Desah Yachi, semakin menenggelamkan diri ke dalam selimut. 

"Yang bener ? Bukan karena lagi stress ?" Tanya Hinata, tepat sasaran. Yachi menggeleng. "Kata Ibu, tadi Ibu melihatmu menangis di kamar." Yachi tak menjawab. "Kamu kenapa ? Cerita aja sama aku." Hinata membelai surai pirang istrinya dengan sayang. "Aku tidak mau membuatmu merasa bersalah." Bisik Yachi.

"Hei, bukankah kita sudah menikah sekarang ? Untuk apa main rahasia-rahasiaan ? Lagipula sudah tugasku untuk membuatmu tidak stress." Hinata tersenyum lembut. Yachi tetap bergeming. "Ayo, ceritakan saja." Hinata mencoba meyakinkan, namun Yachi tidak bereaksi.  

"Mungkin kamu masih belum mau bercerita, ya ? Ya sudah, kita bahas hal lain dulu saja bagaimana ?" Yachi mengangguk pelan.

"Emmm... begini, aku akan bekerja sampai bulan depan, dan bulan berikutnya, aku akan diberikan waktu cuti dua pekan lamanya. Selama dua pekan itu.... kamu mau ngapain aja ? Apa pun yang kamu mau, akan kuturuti." Hinata tersenyum.  "E...eh ?! Tidak merepotkan ?!" Hinata terkekeh, mencubit pipi istrinya, gemas.

"Ya ampun, harus berapa kali kukatakan bahwa tugasku adalah membuatmu bahagia ?" Wajah Yachi memerah melihat Hinata yang tertawa. Ya ampun, Hinata manis sekali dalam situasi apa pun.  "Emmmm.... berarti jika aku buat daftar hal-hal yang kuinginkan selama libur musim panas, boleh ?" Tanya Yachi malu-malu. "Tentu saja boleh !" Hinata memamerkan deretan gigi putihnya. 

Deru mesin mobil terdengar dari luar rumah. Suaranya terasa asing, membuat Hinata yakin bahwa mobil tersebut bukan mobil ayahnya. "Sepertinya ada tamu." Gumam Hinata.

Tok.... tok... tok...

Pintu diketuk. "Silakan masuk." Sahut Hinata. Masuklah Ibu Hinata. "Nak, kamu dan Hitoka harus keluar. Ada tamu yang ingin bertemu dengan kalian."  Firasat Hinata tak enak saat mendengar ucapan ibunya. Hinata melempar pandang pada Yachi. Keduanya saling pandang, sama-sama memiliki firasat buruk.



"Salam kenal, saya Ren Hashimoto. Dan ini istri saya, Yuki Hashimoto." Hinata tersenyum sopan, menjabat tangan pria paruh baya yang merupakan teman kuliah ayahnya itu. "Kami sudah sembilan tahun menikah, namun belum juga dikaruniai keturunan. Kami sudah mencoba program bayi tabung dan mengikuti beberapa tips di internet agar bisa hamil, namun tak kunjung bisa. Kami sudah pernah sekali mencoba mengadopsi anak dari panti asuhan, akan tetapi saat itu tidak ada anak panti asuhan yang mau diadopsi."

"Nah, saat ayahmu dengan malu-malu dan dengan mewanti-wanti untuk tidak membocorkannya pada siapapun bahwa...." Hashimoto memberi jeda. "Maaf, bahwa kamu membuat pacarmu hamil di luar nikah," Hashimoto memelankan suaranya, tersirat jelas segaris perasaan tak enak dalam sorot matanya saat mengucapkan kalimat tersebut.

"Kami langsung mengonfirmasi pada ayahmu bahwa kami dengan sukarela menerima bayi kalian untuk kami adopsi." Hashimoto tersenyum. "Jadi.... bagaimana ? Apakah kalian bersedia bayi kalian kami adopsi setelah lahir ?" Hinata menatap Yachi.

"Emmm.... begini, sebenarnya kami.... masih ada banyak hal yang perlu kami bereskan dalam situasi rumit seperti ini, dan kami bahkan belum bisa memutuskan apakah kami siap menyerahkan bayi kami nantinya." Hinata mencoba bersikap sesopan mungkin. 

"Jika kalian tidak ingin bayinya diserahkan, ya kalian berkeluarga sendiri di luar sana." Potong Ayah Hinata, yang langsung mendapat lirikan tajam dan injakan kaki dari istrinya. 

"Emmm...kurasa, kami masih perlu waktu untuk mempertimbangkannya." Hinata tak tahu keputusan apa yang harus dipilihnya. Nurani seorang ayah yang tumbuh dalam jiwanya semenjak mengetahui kehamilan Yachi membuatnya begitu ingin membelai dan memeluk anaknya, namun di lain sisi dirinya bisa membayangkan betapa sakitnya hidup Hashimoto dan istrinya yang sudah sembilan tahun yang menanti kehadiran momongan.  

"Tuan Hashimoto, bukannya saya bermaksud menolak. Akan tetapi, bukankah sebaiknya kita juga mendengar pendapat dari pihak keluarga Yachi-San ? Maksud saya, kita juga butuh persetujuan dari orangtua menantu saya, jadi... bisakah kita mengundang keluarga Yachi jika mendiskusikan persoalan ini lagi ?" Kata Ibu Hinata dengan hati-hati. 

"Kau benar, Nona Hinata." Ujar Hashimoto. Ingatkan Hinata untuk memeluk dan berterimakasih sebesar-besarnya pada ibunya yang sudah menyelamatkannya dari situasi berat nanti. Saat ini, Hinata masih ditanyai Hashimoto. "Jika kalian masih belum bisa mempertimbangkan, kami menunggu jawaban kalian hingga bayinya lahir juga tidak masalah."

Hinata menggenggam erat tangan Yachi, keduanya saling tatap. Baik Hinata maupun Yachi sama-sama ragu, apakah waktu akan membuat mereka siap mengambil salah satu keputusan. 

Young Love {COMPLETE}जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें