Gevandra tertawa terbahak. Hanya dengan Liora, ia bebas mengeluarkan ekspresinya. Bersama ayahnya saja ia tidak sebebas ini.

"Periksa dulu ya," Tidak disadari, ternyata dokter sudah masuk kedalam ruang rawat Liora. "Pacarannya nanti dulu ya."

"Iya dok," Gevandra bangun dari tidurnya. Sedangkan Liora merubah sikap tidurnya menjadi terlentang.

Gevandra mencium kening Liora. Lalu cowok itu langsung berlari keluar ruang rawat Liora. Sedangkan Liora, pipi gadis itu langsung memerah. Ditambah lagi, dokter itu menggoda Liora. Membuat Liora rasanya ingin menghilang sekarang juga.

🍁

"Sesuap lagi ya," Ujar Gevandra. Cowok itu sedang menyuapi Liora. Tepatnya sedang mencoba membujuk gadisnya makan. Akhirnya Gevandra tidak sekolah, ia tidak tega jika meninggalkan Liora sendirian. Walaupun sudah dipaksa oleh gadis itu, tapi tetap saja Gevandra kekeuh untuk tidak sekolah.

Liora menggeleng. Menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya.

Gevandra menggenggam tangan kanan Liora "Nanti kamu sakit perut."

"Nggak enak. Hambar," Ujar Liora.

"Okeoke," Gevandra meletakkan mangkuk diatas nakas "Mau makan apa? Aku beliin."

"Mau es krim!" Ujar Liora semangat.

"Makan. Es krim nggak buat kamu kenyang," Gevandra menatap Liora tajam.

"Enggak, nggak mau makan kok," Cicit Liora. Selalu saja tatapan tajam Gevandra membuatnya takut.

Gevandra menghela nafasnya "Sekarang makan ini dulu. Terus aku beliin eskrim ya?"

Liora menoleh, menatap Gevandra dengan mata yang berbinar "Beneran?"

Gevandra mengangguk. Mengambil mangkuk yang tadi sempat ia letakkan. "Aku suapin lagi," Gevandra mulai menyuapi Liora.

Dengan terpaksa gadis itu menelan makanan yang di suapkan oleh Gevandra. Demi es krim, ia harus menghabiskan makanan tanpa rasa ini.

Tak berselang lama, akhirnya Liora selesai makan. "Beneran ya, beliin es krim," Ujar Liora, mengamati Gevandra yang sedang mengambilkannya minum.

"Iya. Minum obat nya dulu," Gevandra menyodorkan segelas air beserta obat. Dengan segera Liora menelan obat tersebut. Demi es krim.

"Es krim vanilla yang besar ya," Ujar Liora.

"Oke," Gevandra bangun dari duduknya "Tinggal dulu ya. Jangan nakal," Cowok itu mencolek hidung Liora. Lalu ia melangkah keluar dari ruang rawat Liora.

Liora memandangi tubuh belakang Gevandra. Tersenyum tipis, bersyukur Gevandra hadir dalam hidupnya. Mendapat cinta yang begitu besar dari cowok itu. Dan ia yakin, pasti Gevandra tidak akan menyakiti nya.

"Sayang!" Kehadiran seorang wanita paruh baya membuat senyum Liora merekah sempurna.

"Mama!"

"Kamu kenapa sayang," Indira, mama Liora langsung memeluk anak gadisnya dengan erat. "Maafin mama. Mama baru bisa jenguk kamu."

"Aku kangen banget sama mama," Ujar Liora. Membuat hari Indira terasa nyeri. Kenapa ia tidak pernah ada waktu untuk anaknya. Kenapa ia selalu sibuk dengan urusannya sendiri.

"Maafin mama. Maafin mama," Indira terisak. Ia merasa gagal mejadi seorang ibu. Seharusnya ia berada disisi Liora. Seharusnya ia tahu bagaimana keadaan anaknya.

"Mama kenapa bisa tau?" Tanya Liora setelah pelukan mereka terlepas.

"Cica yang ngasih tau mama," Indira duduk di kursi disamping brankar Liora, mengenggam tangan Liora yang tidak diinfus "Maafin mama ya. Harusnya mama jagain kamu."

"Lio nggak papa ma. Cuma luka ringan kok," Ujar Liora dengan senyum yang begitu dipaksakan. Ia menahan mati-matian untuk tidak menangis.

Tangis Indira semakin pecah. Bagaimana bisa anaknya bilang cuma luka ringan. Ia tahu betul, Liora tidak bisa menahan rasa sakit. Dan hatinya semakin terisis, saat melihat senyum terpaksa dari anaknya ini.

"Mama jangan nangis. Aku nggak papa."

Indira menghela nafas panjang. Menstabilkan rasa sesak didadanya "Lio udah makan?"

"Udah. Teman teman aku baik semuanya," Ujar Liora. Gadis itu masih berusaha untuk tersenyum. Padahal hatinya sudah bergemuruh. Matanya saja sudah berkaca-kaca.

"Papa lagi diluar negeri. Jadi nggak bisa jenguk kamu," Ujar Indira.

"Selalu gitu kan ma. Kalian selalu sibuk sama urusan kalian. Udah biasa ma," Ujar Liora "Aku pengen punya keluarga yang utuh. Aku pengen papa sama mama bersatu lagi. Tapi aku nggak mau egois, itu pasti nggak akan mungkin kan. Itu udah pilihan mama sama papa. Aku udah ngomong ini berkali-kali, pasti mama sama papa bosen ya dengernya," Akhirnya air mata Liora lolos juga. Indira tidak kuat, ia kembali memeluk Liora.

Kedua perempuan itu menangis. Berpelukan begitu erat, meluapkan emosi mereka masing masing.

Mama, apa aku salah jika aku berharap kita kembali seperti dulu lagi? Aku, mama dan papa apakah tidak bisa kembali menjadi kita?

🍁

Possessive Psychopath (TERBIT)Where stories live. Discover now