43. Keluarga

80.6K 8.8K 472
                                    

Selamat pagi. Selamat beraktivitas semuanya. Tetap jaga kesehatan ya😚

Happy Reading ❤

--

"Selamat pagi," Ujar seorang dokter sembari masuk kedalam ruang rawat Liora,  bersama dengan seorang perawat. "Periksa dulu ya."

Perawat tersebut membawa sarapan untuk Liora. Beliau meletakkan mangkuk di atas nakas. "Ini sarapannya ya."

Liora mengangguk. Semalam ia ditemani oleh kedua orang tuanya. Sedangkan Gevandra tidak menamainya. Karena cowok itu tidak ingin menganggu kebersamaan gadisnya dengan kedua orang tuanya.

Sekarang didalam ruangan hanya ada Indira. Karena Andi sedang pergi ke luar untuk membeli makanan.

Liora mulai di periksa. Ia meringis saat perban di tubuhnya di lepas dan di ganti dengan perban yang baru.

"Selesai," Ujar sang dokter "Syukurlah. Lukanya cepat kering, jadi bisa cepat sembuhnya."

"Makasih dokter, suster," Ujar Liora. Dokter dan suster pun mengangguk. Lalu mereka berdua keluar dari ruang rawat Liora.

Beberapa saat kemudian, Andi datang dengan membawa sekantung kresek yang berisi makanan. "Ini sarapannya ma," Ujar Andi sembari menyodorkan makanan pada Indira.

"Makasih pa," Indira menerima makanan dari Andi.

Liora tersenyum tipis melihat kebersamaan kedua orang tuanya. Mereka berdua itu jika bersama masih terlihat romantis. Lalu kenapa mereka bercerai? Pertanyaan itu selalu memenuhi kepala Liora. Sampai saat ini, ia belum tahu apa alasan kedua orang tuanya bercerai.

"Mau makan sekarang sayang?" Tanya Indira "Mama suapin ya."

"Aku makan sendiri aja ma. Kita makan bareng-bareng. Aku kangen makan bareng sama mama sama papa kaya gini," Ujar Liora "Biar kaya keluarga beneran."

Perkataan Liora suskes membuat Andi dan Indira terdiam. Sebenarnya keinginan mereka sama, tapi takdir tidak menginginkan mereka untuk tetap bersama.

Andi mengambilkan makanan Liora. Lalu mereka bertiga mulai makan bersama sama.

"Tau nggak," Ujar Liora. Membuat kedua orang tuanya menoleh kearahnya "Aku seneng banget bisa kecelakaan gini," Ujar Liora sembari tersenyum manis.

"Kenapa ngomong gitu nak?" Tanya Andi terkejut dengan ucapan Liora. Sementara Indira menggelengkan kepalanya tak bisa berkata-kata.

"Karena, dengan aku kecelakaan, papa sama mama ada disini buat aku. Kita bisa ngumpul jadi keluarga kecil lagi. Aku bersyukur banget, Tuhan masih sayang sama aku. Dan kejadian ini adalah bukti sayangnya Tuhan sama aku," Ujar Liora dengan senyuman lebar. Gadis itu bersyukur, benar-benar bersyukur.

Indira menangis. Bergegas memeluk Liora dengan erat "Maafin mama, maafin mama," Ujarnya. Sungguh ia tidak bisa berkata-kata.

"Sayang kamu jangan ngomong gitu lagi ya. Papa sama mama sayang sama kamu. Maafin kita ya nak," Ujar Andi sembari mengelus rambut panjang Liora. Sekuat apapun seorang laki-laki, air matanya tetap jatuh juga saat orang yang dicintainya bersedih. Hatinya tak sekuat raganya.

Liora menoleh bergantian kearah Andi dan Indira tetap dengan senyum terbaiknya "Papa sama mama jangan nangis. Aku aja bahagia."

Indira dan Andi justru semakin bersedih saat melihat senyum dibibir putrinya. Harusnya Liora menangis. Harusnya Liora tetap marah pada mereka bukannya menyunggingkan senyum termanis nya.

Setelah suasana menjadi baik kembali, akhirnya mereka meneruskan sarapan paginya.

"Sayang, hari ini kamu sama papa dulu ya. Mama harus ke kantor, mama ada meeting," Ujar Indira setelah selesai makan.

"Nggak bisa kaya gitu dong. Harusnya kamu yang jaga Liora. Aku juga ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggal," Ujar Andi menolak. Lalu terjadilah perdebatan diantara keduanya.

Liora menatap kedua orang tuanya tak percaya. Sepenting itukah pekerjaan mereka? Sampai mereka mengorbankannya demi sebuah pekerjaan?

"Kalian boleh pergi," Ujar Liora menghentikan perdebatan kedua orang tuanya. Gadis itu menatap nanar kedua orang tuanya "Aku nggak papa disini sendiri. Aku nggak lebih penting dari pekerjaan kalian kan?"

"Sayang nggak gitu--"

"Emang gitu ma," Sela Liora memotong ucapan Indira "Sana mama sama papa pergi, sebelum kalian kehilangan pekerjaan."

"Nak--"

"Aku nggak papa. Udah biasa kaya gini kan? Aku udah biasa sendiri," Ujar Liora. Gadis itu memaksakan senyumnya. "Aku mau tidur. Mama sama papa boleh pergi," Lanjutnya sembari membaringkan tubuhnya. Gadis itu berbaring memunggungi kedua orang tuanya.

"Aku mau sendiri," Ujar Liora lagi. "Mama sama papa sana pergi."

"Emang kamu nggak bisa ninggalin kerjaan kamu sekali aja. Jaga anak kita," Ujar Andi.

"Nggak bisa! kerjaan aku ini penting. Kamu juga nggak bisa kan?" Jawab Indira. Lagi lagi perdebatan terjadi lagi.

Liora menutup kedua telinganya. Mendengar perdebatan orang tuanya membuat telinganya berdengung.

Prangg!!

Liora akhirnya membanting mangkuk bekas makannya. Kebetulan mangkuk itu terbuat dari alumunium.

Suara jatuhnya mangkuk tersebut membuat Andi dan Indira diam.

"Kalau mau pergi, pergi aja! Aku udah biasa sendiri. Aku emang selalu sendiri. Percuma kalian disini kalau cuma mau berdebat. Pusing aku dengernya tau nggak!" Teriak Liora. "Pergi!"

Tepat saat itu Gevandra masuk kedalam ruang rawat Liora. Cowok itu langsung berlari mendekat Liora dan langsung memeluk gadisnya.

"Liora aman sama saya," Ujar Gevandra saat Andi dan Indira hendak maju mendekati Liora "Om sama tante pergi aja. Biar Liora nya tenang dulu."

Andi dan Indira akhirnya keluar dari ruang rawat Liora. Dan sepanjang koridor mereka masih saja berdebat.

"Aku fikir, dengan aku sakit papa sama mama bakalan tetap disini nemenin aku. Mereka bakal peduli sama aku. Tapi aku salah. Aku yang terlalu berharap. Nyatanya, buat mereka aku nggak lebih penting dari pada uang " Isak Liora di pelukan Gevandra.

Gevandra mengangguk mengerti. Ia tahu bagaimana perasaan gadisnya. Cowok itu mengelus punggung Liora, menenangkan gadis itu.

"Aku nggak salah kan kalau mau ngrasain  kehangatan di sebuah keluarga," Ujar Liora sembari terisak.

"Nggak," Gevandra menggeleng. Lalu cowok itu begerak mengusap air mata Liora "Udah jangan nangis lagi. Ada aku yang nemenin kamu. Aku janji, aku nggak akan pergi."

"Makasih Gevan," Dan Liora kembali menghambur kepelukan Gevandra. Memeluk cowok itu begitu erat.

"Hidungnya jangan nempel nempel. Nanti baju aku kena ingus gimana?" Tanya Gevandra berniat untuk mencairkan suasana.

"Ih apa sih," Liora mencubit perut Gevandra.

"Senyum dong," Gevandra menyelipkan rambut Liora ke telinga gadis itu "Biar tambah cantik. Masa bidadari sedih? Nggak boleh lah."

"Apa sih!" Liora tersenyum salah tingkah.

Gevandra mencubit pelan pipi Liora "Nah gitu dong senyum. Kalau cantik gini jadi tambah sayang kan."

"Kamu sekolah sana," Ujar Liora.

Gevandra menggeleng "Mau disini aja. Nemenin kamu."

Liora mendengus "Jangan korbanin masa depan kamu buat aku Gevan. Sekolah itu penting. Aku nggak papa disini sendiri."

"Nggak ada yang lebih penting dari kamu Ra. Karena kamu adalah masa depanku," Ujar Gevandra membuat pipi Liora memerah. "Nanti kita buat keluarga kecil impian kamu ya."

Liora memukul pelan dada Gevandra sembari tersenyum malu. Lalu keduanya tertawa begitu lepas.

🍁

Possessive Psychopath (TERBIT)Where stories live. Discover now