31. Jaga Mama

30.4K 4K 1K
                                    

Jangan lupa vote and happy reading.

Absen dulu sini.🌹

***
Sudah dua hari Sea sibuk bolak balik ke rumah sakit, ia memilih tinggal di rumah almarhum Papanya.

"Ayah kemana Ma?" tanya Sea.

"Balik ke Jakarta, Ya." Sea mengangguk lalu ia duduk di kursi taman dengan Arina yang berada di kursi roda.

Arina meletakkan kepalanya di atas paha Sea, Sea mengelusnya. "Mama masih gak nyangka kita bisa kembali dekat kaya gini," ujar Arina.

"Sea juga. Sea kira nunggu satu di antara kita pergi baru semuanya kelar," ujar Sea santai.

"Mama akan tebus hari-hari menyakitkan kamu," ujar Arina.

"Mungkin kalau orang lihat kamu terlalu durhaka sama Mama. Tapi Mama paham, gak ada luka batin yang dengan cepat bisa sembuh. Sakit hati dan dendam dengan apa yang terjadi adalah respon wajar. Makanya Mama lebih milih pelan-pelan untuk masuk lagi ke kehidupan kamu. Kamu tumbuh besar dengan banyak kesakitan yang Mama gak tau gimana kamu bertahan. Menolak Mama, hidup mandiri, menganggap kalau kamu bisa melakukannya sendiri."

"Ma, sorry untuk semuanya. Luka batin emang gak punya sopan santun. Dia gak kenal identitas. Dia gak bisa milih dan mengelak. Nyatanya, fokusnya tetap sama. Takaran sakitnya pun sama. Tidak ada pengecualian, meski pun si pemberi luka adalah bagian dari darah dan dagingnya, tetap aja, semuanya menjadi asing," ujar Sea.

"Bagi Mama, kamu gak perlu minta maaf. Kamu hidup di panggung yang tidak kamu ketahui. Yang kamu tahu hanyalah Mama pergi ninggalin kamu dan Papa. Mama menikah saat makam Papa belum kering. Mama gak ada saat putri Mama merasakan patah hati karna kehilangan Papanya. Mungkin, kalau Mama di posisi kamu, Mama bisa gila. Tapi bukannya milih menyerah, kamu malah memilih untuk mencoba, mencoba hidup dengan hal baru, tanpa Mama dan dengan di kelilingi semua kenangan pahit."

"Jadi kamu gak perlu minta maaf. Jika di tanya siapa yang salah, jawabannya adalah Mama. Mama gak pinter membaca kesempatan. Mama mengulur waktu, berobat sana sini dengan tujuan baik tapi mengorbankan kamu. Andai Mama sadar, kematian adalah kehendak Tuhan, harusnya Mama jelasin semuanya, kasih tau sakit Mama, harusnya gak banyak waktu yang terbuang."

"Papa tau penyakit Mama?" tanya Sea.

Arina mengangguk. "Awal Mama sakit di mulai dari kesalahan fatal yang Mama buat sampai karir Mama hancur, stress berlebihan, pola makan berantakan, menghilangkan depresi ke hal-hal yang tidak di inginkan. Waktu Papa kamu ngasih lembaran baru di tengah kehidupan Mama yang sudah tidak di terima di lingkungan mana pun, gak ada kesakitan lagi yang menimpa Mama. Mama gak ngerasain penyakit ini tumbuh."

"Waktu Mama mulai peka terhadap tubuh Mama sendiri, ya Mama langsung berobat di temenin sama Papamu. Papa suruh Mama untuk sembuh karna peluangnya lebih besar dari pada peluang yang Papa miliki. "

"Dan saat terkahir kejadian di pantai, sebenarnya Mama dan Papa mau ceritain semuanya ke kamu. Tapi takdir berkata lain. Mama kecelakaan dan Papa pergi."

"Bukan keinginan Mama ninggalin kamu dan biarin kamu nemenin Papa berobat sendirian, karna sejatinya itu Mama menolak untuk di temanin sama kamu dan Papa. Di otak Mama yang sempit saat itu adalah kebahagiaan Papa. Menghabiskan bonus waktu bersama kamu."

"Papa selalu marah ke Mama tapi bukan marah karna terjadi hal-hal yang seperti kamu bayangkan. Isi dari pertengkaran kita hanyalah kisaran Papa ngotot untuk nemenin Mama. Di sanalah Ayah muncul, entah percakapan jenis apa yang mereka lakukan, Papa buat perjanjian. Kalau Mama gak mau di temanin sama Papa, ya, Mama harus mau di temanin sama Ayah."

Sagala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang