Hearing Session With Calvin (I)

7K 1.3K 48
                                    

Libur sebelum masa ospek tinggal beberapa hari lagi. Di rumah, aku cuma ngisi waktu luang dengan nonton TV, tapi ada sedikit waktuku yang aku gunain buat searching seluk-beluk jurusanku. Bahkan tanpa di sengaja aku berhasil nemuin beberapa materi kuliah yang katanya untuk mata kuliah semester 1 jurusan teknik geofisika.

Biasanya siang hari aku akan banyak menghabiskan waktu di ruang TV. Dan entah kenapa sejak kelulusan SMA, ketika jam makan siang aku lebih suka pergi ke rumah Calvin. Dari pada makan sendiri, lebih enak kalau makan bersama. Sudah 2 bulan ini, hampir setiap makan siang aku bersama Tante Putri dan Calvin.

Tante Putri itu ibu rumah tangga, jadi dia punya banyak waktu luang di rumah. Sejak melahirkan Calvin, Tante Putri resign untuk mengurus anak. Padahal kata Ayah, Tante Putri hampir aja di biayayai Firma Hukum tempat dia bekerja dulu buat ikut pendidikan advokat. Salut banget, Tante Putri memilih mengurus anaknya dari pada karirnya.

Andai aja Mama kayak gitu juga...

Ah, tapi gak harus ninggalin kerjaan juga sih. Luangkan waktu buat kasih aku perhatian lebih dan memperhatikan tumbuh kembang aku, sepertinya sudah cukup. Tapi sayang, mama kayaknya enggak berpikir sampai kesitu.

Selesai makan siang aku ikut duduk Calvin yang sedang bermain game di smartphone-nya.

"Calvin, Alika, Mama mau keluar sebentar ya ke supermarket."

"Tante! Mau ikut!"

"Gausah, panas. Lo di rumah aja, lagian lo paling mau minta jajan," kata Calvin yang masih memandang dan menggerakkan jarinya di layar smartphonenya.

"Dari pada ngegame kayak orang nolep!"

"Eh? Lo tau juga nolep-nolepan? Waaah, Alika... Berasa jadi anak gaul lo?"

"Dih apaan sih? Lagian aku juga gak cupu ya!" seruku.

"Gak cupu, cuma noob aja ya?"

Aku mendengus kesal kemudian bangkit dan mengekor Tante Putri.

"Vin, kamu yang setirin aja ya?" Tante Putri memberikan kunci mobil.

"Bentar 5 menit lagi Ma, nanggung..." pinta Calvin.

Yang dilakukan Tante Putri selanjutnya adalah duduk di sofa, sambil menunggu Calvin menyelesaikan gamenya. Sebenernya Tante Putri itu enggak galak. Buktinya disuruh nungguin anaknya main game aja dia nyantai. Tante Putri biasanya marah kalau memang anak sama suaminya udah keterlaluan nyebelinnya. Aku heran, baik Calvin sama Om Jaerend itu hobby banget ngisengin Tante Putri.

Sesuai janji, 5 menit kemudian kami pergi ke supermarket. Aku dan Calvin sama-sama menjadi ekor Tante Putri. Ya sambil sesekali memasukkan snack ke troli. Di tengah acara belanja Tante Putri ketemu temennya.

"Kalian ke foodcourt atau kemana dulu ya. Mama kayaknya ngobrolnya lama." Tante Putri mengeluarkan salah satu debit card-nya dan memberikannya ke Calvin

Aku dan Calvin memutuskan untuk duduk di foodcourt supermarket sambil menikmati sundae.

"Vin," panggilku.

"Hmmm?" jawabnya cuek.

"Jadi anaknya mama sama papa kamu asik enggak menurut kamu?"

"Biasa aja."

"Aku nanya serius!" Aku memukul pelan bahunya.

"Seru-seru ajaaaa!" jawabnya sambil melotot ke arahku.

"Semisal nih, orangtua kamu sukanya bikin kamu marah, terus ngeselin. Kamu masih mau nerima mereka? Eh! Maksud aku kamu masih sayang sama mereka?"

Calvin mengerutkan dahi, namun sedetik kemudian dia menetralkan kembali ekspresinya.

"Lo gak tau? Papa gue nyebelinnya kayak apa? Kayaknya dia masuk ke daftar Papa paling nyebelin satu kompleks. Tapi gue sayang-sayang aja sih, kalau gak sayang gak dikasih uang."

Aku menipiskan bibir. Calvin enggak bisa disamain sama kondisi aku. Lagian ngapain juga aku nanya ke dia sih!

"Nyokap lo ya?" Tebaknya yang tepat sasaran.

Aku mengangguk.

"Dia berulah lagi? Bukannya kalian akhir-akhir ini kelihatannya akur?"

Aku menarik nafas dalam-dalam. "Itu masalahnya Vin. Aku bingung," curhatku.

"Mama itu keliatan banget mau masuk lagi. Respon Papa bikin aku bingung. Bingung antara dia mau nerima mama balik barengan lagi kayak dulu, atau dia mau kasih ruang buat mama supaya memperbaiki hubungannya sama aku."Aku menghela nafas.

"Kayak ngegantung," lanjutku murung.

Calvin memasang wajah seriusnya, "Lo harus tanya berarti."

"Aku takut mau nanya. Bingung juga mau nanyanya gimana. Kayak canggung banget gitu bahas mama di depan ayah."

"Yaudah lo tunggu aja kedepannya gimana." Calvin menanggapi dengan santai.

Aku menekuk wajahku.

"Lo sendiri maunya mereka gimana?" Calvin kembali bertanya.

"Aku sebenernya terserah Ayah Vin."

"Kalau enggak ada jawaban terserah, lo mau mereka gimana?"

Aku menimang jawabanku selanjutnya. Aku ragu menjawabnya. "Ya aku... Aku sebenernya gakpapa kalau Ayah mau balik lagi sama Mama. Aku kan mau kuliah ya Vin? Anak kuliahan itu kadang lebih banyak waktunya di luar daripada di rumah. Aku enggak tega aja ngebiarin ayah sendiri di rumah."

"Kan ada Koi, Lele, sama Kelinci."

"Yakali ngomong sama hewan! Kalau waktu aku SMA kan aku sore udah di rumah, malem bisa ngajak ayah ngobrol dan bercanda. Aku takut aja kalau aku makin enggak waktu buat Ayah."

"Oh paham, jadi lo mau Ayah lo balik sama Mama lo karena kasian? Lo kasian sama Ayah, tapi lo sendiri gimana? Beneran bisa terbuka nerima mama lo?"

Mau bagaimana pun Calvin juga tau gimana hubungan aku sama mama, gimana perasaan aku dulu ketika mama acuh sama aku. Calvin tau, bahkan dia selalu jadi pendengarku. Kadang yang Calvin tau tentang perasaanku terhadap mama, ayah enggak pernah tau.

Aku bisa terbuka tentang masalah apapun sama Ayah. Cuma satu hal yang aku enggak bisa cerita secara terbuka, soal mama. Aku takut nambah beban pikiran ayah kalau aku terlalu frontal bicara tentang bagaimana perasaanku pada mama pada saat itu.

Satya and His DaughterWo Geschichten leben. Entdecke jetzt