Mama Suka Riel

7.3K 1.3K 277
                                    

Aku udah enggak tau mau naruh mukaku dimana. Hari ini datang mobil yang membawa pesanan Ayah, berupa nasi box yang dikemas rapih dengan box berbahan karton tebal. Jangan lupakan pita dari tali rami yang kemudian disana terikat sebuah kertas berwarna cokelat cokelat.

Kata Ayah, "Ini selametan pakai tema rustic Nak. Bagus kan?"

Aku mengangguk pasrah. Kemudian tanganku mengambil satu box berikut 25x25cm itu. Mataku memindai tulisan yang dicetak rapi di kertas cokelat itu.

'Alhamdulillah', kata itu dicetak palingan atas dengan huruf bold dan sizenya paling besar dari kalimat lainnya.

'Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT anak saya "Alika Giandra" berhasil lolos dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan Jurusan Teknik Geofisika.'

Bener-bener bukan main Ayah ini. Sampai jurusannya aja juga ditulis!

Aku memandang Ayah yang tersenyum sambil mengamati dua orang menurunkan box itu. Di dalam rumah ada Mama dan Tante Putri yang menempeli label nama siapa saja yang akan dikirimi box selametan tersebut.

"Pak yang dikirim untuk panti asuhan sudah?" tanya Ayah.

"Sudah pak, tadi kami anter duluan."

Ayah mengangguk sambil mengulas senyum. Kalau Ayah bahagia, aku juga bahagia deh.

"Nanti Ayah sama Om Jaerend mau ke rumah Om Wildan sama Om Darren. Kamu bantuin bagiin di kompleks sama Calvin ya?"

"Tapi itu banyak Yaah?" Aku mengeluh pelan.

"Cuma 30 kok. Sekarang masih pagi juga."

Kebetulan ini hari Minggu. Ayah libur, Mama juga sepertinya enggak lagi sibuk. Ngomong-ngomong soal Mama, aku belum sempet nanya lagi sama Ayah. Akhir-akhir ini Mama memang makin sering datang ke rumah. Awalnya memang terasa aneh, tapi beberapa hari ini aku udah mulai terbiasa. Yang aku khawatirkan itu malah Ayah, aku takut dia enggak nyaman.

"Jam delapan Calvin nanti kesini. Kamu cepetan mandi Dek, nanti Calvin marah-marah." Ayah mengingatkan. Ayah sepertinya udah terlalu biasa melihat Calvin bertingkah menyebalkan padaku, atau mengomeliku karena hal-hal kecil. Jadi kadang sikap Calvin itu hanya dianggap sebagai rasa perhatian kakak ke adiknya.

Akhirnya aku menurut perkataan ayah. Tak lama aku keluar kamar, di ruang tamu masih ada mama dan tante Putri. Entah kenapa mama jadi lebih banyak bicara sekarang ini. Mama enggak pendiam-pendiam amat, tapi bicaranya itu lebih sering ke hal-hal yang penting-penting saja.

"Alika, ada tamu nih..." Ayah memanggil dari luar.

Segera aku bergegas berjalan ke luar rumah. Dan betapa kagetnya ketika melihat orang katanya tamuku itu.

"Kak Riel!" pekikku girang.

"Kayak tante girang," cibir Calvin yang ternyata udah ada disana.

Kak Riel mendekat sambil senyum ganteng. Senyumnya adem banget. Tangannya bergerak mengacak rambutku sekilas yang membuatku menahan nafas.

Arran Gabriel Harahab. Dia tetanggaku, anaknya Om Jano sama Tante Refa. Papanya pengacara, pemilik law firm. Tapi uniknya Kak Riel malah ingin jadi pianis.

Kak Riel usianya terpaut dua tahun diatasku. Meskipun dia tetanggaku, baik aku dan Calvin jarang main dengan Kak Riel. Sejak kecil Kak Riel selalu sibuk dengan pianonya. Aku dan Calvin lebih sering bertemu adik perempuannya, yang setiap kami bertemu, dia akan mengeluh soal kakaknya itu.

"Kakak kapan pulang?" tanyaku heboh.

"Tadi malem." Kak Riel menjawab kalem.

"Kakak libur kah?"

Satya and His DaughterWhere stories live. Discover now