Bagian 53

15.8K 3.5K 1.7K
                                    

Di sujud rakaat terakhirnya, Timmy melakukan hal itu dalam jangka waktu yang lama. Saat ini dia sedang melaksanakan sholat sunnah. Timmy membaca do'a sujud dengan tempo yang sengaja diperlambat. Dia ... hanya terbawa suasana. Tak lama setelah itu, Timmy mengucap Allahu Akbar serta melaksanakan Tahiyat akhir, dan mengucap salam.

Timmy menengadahkan kedua tangannya. Napasnya tercekat. Selama hidup, ini adalah kenyataan pahit yang harus ditelannya mentah-mentah. Ini juga merupakan kebohongan terbesar yang dilakukan Rea dan Vano padanya. Tak ada siapapun yang memberitahunya tentang penyakit ini. Timmy ... merasa tak dianggap. Atau, apa karena dia terlalu lengah? Apa karena dia tidak pernah bertanya?

Timmy memejamkan matanya. Kini, dia sedang menunjukkan kelemahannya, yang tak pernah ia tunjukkan pada manusia lainnya. Timmy yang orang-orang kenal sebagai manusia yang terlampau ceria, yang tak pernah menanggapi segala cibiran buruk orang-orang padanya. Timmy yang orang-orang kenal adalah gadis super tegar yang tidak berhati, yang tak pernah memusingkan masalah-masalah kecil yang di hadapinya. Timmy yang orang-orang kenal adalah tipikal gadis polos yang terlampau bodoh untuk memusingkan masalah duniawi.

Namun pada kenyataannya, Timmy juga manusia lemah. Dia juga pernah rapuh. Dan kini, gadis itu sedang menangis.

Baginya, mencurahkan isi hati pada Sang Pencipta jauh lebih melegakan. Timmy melakukannya sejak kecil. Guru ngajinya yang mengajarkan hal itu.

Sebelum melaksanakan Sholat tadi, Timmy sempat menelusuri pencarian di Google, tentang penyakit yang dideritanya. Jangan tanya darimana dia mendapatkan tebengan WiFi! Itu tidak penting.

Timmy cukup shock saat tahu bahwa penyakitnya tak bisa disembuhkan. Timmy kaget bukan main. Namun ia tetap berpositif thinking. Ini adalah cobaan terbesar yang Tuhan berikan untuknya seumur hidup. Timmy yakin, Tuhan lebih sayang padanya. Buktinya, Tuhan memberinya cobaan berbeda dari manusia lainnya.

Timmy menelan salivanya susah payah. Mulai saat ini, dia tak akan menyia-nyiakan waktu lagi. Dia harus bisa membahagiakan kedua orang tuanya, dan juga orang-orang di sekitarnya, sebelum dia pergi, suatu saat nanti...

***

Esoknya, Timmy kembali bersekolah. Tadinya, dia berniat untuk kembali duduk di depan, namun Dinda menolaknya mentah-mentah. Anak perempuan lainnya ikut-ikutan menghujatnya. Mereka berpikir bahwa Timmy sengaja pindah ke depan untuk menarik perhatian mereka. Ya, begitulah jalan pikiran para betina itu. Mereka tak ingin dekat-dekat dengan Timmy, si gadis kolot berjiwa psikopat. Polos-polos menghanyutkan, kata mereka.

Timmy kembali duduk di kursi belakang. Padahal, niatnya tadi hendak pindah ke depan karena ia ingin fokus belajar. Namun apalah daya. Keberadaannya terlanjur dianggap sampah oleh teman sekelasnya.

Timmy juga merasa teman laki-lakinya sedikit menjaga jarak darinya. Edo yang biasanya selalu menyapanya di setiap pagi, kini tidak lagi. Rizki yang biasanya selalu mengajaknya berbincang mengenai pertandingan bola di siaran televisi, kini tidak lagi. Semuanya ... menjauh.

Timmy mengerjakan tugas Kimia dengan kerja kerasnya sendiri. Anak laki-laki beserta perempuan, kini sibuk mengerubungi Dinda di meja depan. Timmy cukup paham dengan materi yang baru dijelaskan oleh Pak Ali. Sebelumnya, Sean juga sudah pernah mengajarkannya.

Timmy mengerjakan satu soal dengan teliti. Otaknya memang tak secerdas Dinda. Namun ia bertekad untuk berubah menjadi yang lebih baik, dengan cara mengerjakan tugas tanpa menyontek.

Edo yang sudah selesai menyalin tugas, kini beralih untuk duduk di kursinya. Tak sengaja, ia melirik Timmy yang sedari tadi tak ikut bergabung bersama teman lainnya. Edo cukup mengerti akan hal itu. Ia lantas mengeluarkan ponselnya dan menjepret tugas miliknya. Ia mengirimkan foto itu pada Timmy lewat pesan pribadi.

Tiga [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now