Bagian 44

17.7K 3.6K 1.1K
                                    

Kaira yang sedang memantau perkembangan bunga-bunga di halaman rumahnya cukup terkejut saat melihat putrinya pulang dengan orang asing. Gadis itu juga menjinjing ransel Diga. Dinda berjalan ke arahnya dengan wajah kurang menyenangkan.

"Udah pulang? Tumben sama mang ojol? Ini juga mukanya kenapa dijelek-jelekin sih? Ntar cantiknya pindah ke Mama loh," ujar Kaira, setengah bercanda. Dinda yang suasana hatinya sedang patah, enggan membalas candaan sang Ibu. Ia lebih memilih untuk melangkah masuk ke dalam rumah.

Deru motor yang tak asing, membuatnya berhenti melangkah. Dia berbalik dan menatap saudaranya dengan tajam. Bisa-bisanya lelaki itu bolos di jam pelajaran! Bukan hanya Diga. Tapi Sean dan si gadis kolot itu juga bolos bersamaan! Entah apa yang mereka lakukan di luar sana, Dinda sama sekali tak tahu.

Kaira menatap kepulangan putranya dengan setengah murka. Tangannya sudah bersiap-siap memegang sapu lidi. Tadinya dia berniat mengomeli bocah itu karena telah membuat saudarinya terlantar, hingga memilih untuk naik ojek online. Tapi, saat melihat keadaan motor Diga yang lecet parah, Kaira mengurungkan niatnya.

Diga menuruni motornya, lantas berbalik badan. Terpampang jelas sebuah luka yang masih berdarah di kepalanya.

Sapu lidi di tangan Kaira terjatuh. Ia menutup mulutnya tak percaya. "Astagfirullah, Diga! Kamu kenapa?!" Ia mendekati putranya, lantas memukul bahu lelaki itu. "Abis kecelakaan kan?! Udah berapa kali Mama bilang, jangan ngebut! Heran gue liat kelakuan anak laki! Dahlah pusing gue! Itu juga motor sampai hancur gitu! Astaga!" Kaira memasuki rumah sambil terus mengoceh. Mungkin dia akan mengadukan hal ini pada suaminya.

Darah di kepala Diga masih terus menetes. Sakit? Tentu saja. Tapi hatinya jauh lebih sakit saat ini!

Setelah pulang dari turnamen futsal tadi, Diga benar-benar hilang kendali hingga tak sengaja menabrak pohon. Hal itulah yang menyebabkan body motornya sedikit lecet dan remuk. Beberapa orang yang menolongnya, menawarkan untuk membawanya ke rumah sakit, namun Diga menolaknya. Biarkan saja! Biarkan saja dia menanggung luka itu! Biarkan saja!

Kakinya melangkah, hendak masuk ke dalam rumah. Dinda yang masih bergeming di tempatnya, melempar ransel milik Diga saat lelaki itu melewatinya. Diga dengan sigap menangkap benda itu. Ia beralih menatap saudarinya. Kedua mata Dinda tampak berkaca-kaca. Gadis itu lantas berlari masuk ke dalam rumah.

Hari ini, adalah hari patah hati bagi si kembar.

***

Timmy yang pingsan di turnamen futsal lantas dilarikan ke rumah sakit. Semua orang panik. Sean dengan cepat menghubungi Vano. Nada suara pria itu terdengar tak santai. Vano pasti sama paniknya dengannya.

Dia tak tahu apa yang terjadi dengan sepupunya. Timmy belum pernah seperti ini sebelumnya. Sean hanya bisa menunggu sepupunya di ruang tunggu.

Setengah jam kemudian, Vano dan Rea datang dengan tergesa. Kedua mata Rea juga tampak sembab. Vano cukup terkejut saat melihat beberapa anak laki-laki berpakaian futsal di ruang tunggu. Terlebih saat kedua matanya bertemu pandang dengan seseorang. Vano menatap orang itu cukup lama, sambil berusaha mengingat-ingat, siapa orang itu sebenarnya.

Ah, iya! Vano ingat. Anak laki-laki itu pernah ia hantam di toilet turnamen futsal beberapa bulan yang lalu. Salah sendiri! Siapa suruh dia berani macam-macam dengan permen karet kecilnya!

Pak Arka selaku guru olahraga, sekaligus pembina ekskul futsal, berusaha memberikan penjelasan pada Vano. Ia mengatakan bahwa Timmy mengikuti pertandingan futsal dan tiba-tiba saja jatuh pingsan. Pak Arka berasumsi bahwa Timmy hanya kelelahan. Detik selanjutnya, beliau pamit pulang bersama anggota tim futsal lainnya.

Tiga [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now