Bagian 33

24.3K 3.8K 1.9K
                                    

Liburan semester ganjil telah berakhir. Tibalah saatnya seluruh siswa kembali bersekolah. Timmy duduk dengan tenang di kursinya bersama Sean. Jika biasanya Timmy menghabiskan waktu bermain dengan teman laki-laki menjelang bel berbunyi, maka sekarang, Timmy mulai tobat. Dia sudah berjanji dengan Sean akan rajin belajar di semester genap ini.

Timmy mati-matian untuk tidak terpengaruh oleh ajakan Diga dan teman-teman lainnya yang mengajaknya untuk bermain. Apapun rintangannya, Timmy harus fokus!

Sean tiba-tiba saja menyodorkan sebuah lembaran kertas padanya. "Daripada bengong, mending lo hafalin tabel periodik."

Timmy menatap tabel periodik itu tanpa minat. "Yampun Satu, baru juga masuk sekolah, masa langsung disuruh ngafal sih? Otak Tiga mesti di-refresh dulu nih."

Sean hanya mampu geleng-geleng kepala melihat kelakuan sepupunya ini.

"Hmm, gimana kalau kita bahas si Tanda Seru?" timpal Timmy dengan berbinar.

"Bukannya otak lo mesti di-refresh dulu?" balas Sean, mampu membuat Timmy mencebikkan bibirnya. Berdebat dengan orang cerdas memang sesulit itu.

Bunyi bel masuk mampu membuat murid-murid lainnya kalang kabut untuk kembali duduk tertib di kursi masing-masing, terlebih saat Bu Sukma selaku guru wali kelas mereka tiba tepat waktu.

Si ketua kelas memberi aba-aba untuk mengucap salam pada guru mereka, serta memberi bimbingan untuk berdo'a sebelum belajar. Bu Sukma mulai mengabsen seluruh nama siswa kelas X IPA.

"Timmy Zazasya?"

Timmy yang tadinya duduk tegap seraya melipat kedua tangan di atas meja, kini mengangkat sebelah tangannya. "Hadir, Bu."

Bu Sukma sempat mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas saat mengabsen nama Timmy. Pasalnya, gadis itu duduk di deretan laki-laki, plus di belakang kelas. Sekalipun sudah mengajar selama enam bulan di kelas ini, Bu Sukma tetap belum hapal dengan nama-nama muridnya. Lain halnya dengan murid-murid cerdas.

Setelah selesai mengabsen, Bu Sukma memulai hari pertama mengajar dengan pidato singkat. Jika hari pertama langsung diisi dengan materi pelajaran, maka sudah dipastikan murid-murid akan merasa jenuh, dan sukar menyimpan materi yang disampaikan.

"Baiklah, selama dua jam ke depan, Ibu tidak akan membahas mengenai materi pembelajaran," ucap Bu Sukma. Hal itu mampu membuat murid-murid berteriak heboh. Terlebih, kaum laki-laki. "Tapi, bukan berarti kalian bebas melakukan apa saja. Ibu akan membahas mengenai nilai-nilai kalian di semester ganjil." Teriakan heboh tadi kini diganti dengan dengkusan pasrah, khas murid-murid pemalas.

"Selamat kepada para juara kelas kita, Sean, Dinda dan Fifi. Jangan terlalu berbesar hati, pertahankan dan tingkatkan prestasi kalian. Dan untuk yang belum mendapat peringkat, jangan pula berkecil hati. Masih banyak kesempatan untuk kalian merubah nilai. Ngomong-ngomong, Fifi sudah mengurus surat pindah di hari penerimaan rapor kemarin. Jadi, jumlah siswa di kelas kita sekarang tiga puluh empat."

Dinda cukup terkejut mendengar kepindahan Fifi yang terbilang mendadak. Fifi adalah teman sebangkunya, plus partner terbaiknya saat diskusi belajar. Lagipula gadis itu tidak mengatakan apapun padanya. Dinda merasa tidak dianggap sebagai teman.

"Ngomong-ngomong tentang nilai, Ibu sering mendengar keluhan dari guru-guru di kantor." Bu Sukma membuka kembali buku absennya, dan meneliti nama-nama muridnya di sana. "Timmy Zazasya."

Timmy yang merasa terpanggil, sontak menegang.

"Mana yang namanya Timmy Zazasya?"

"S-saya, Bu," jawab Timmy takut-takut.

Tiga [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang