Bagian 18

29.3K 4K 767
                                    

Di jam pelajaran Sejarah kali ini, mereka diminta untuk membentuk kelompok diskusi. Sayang sekali, Timmy tidak sekelompok dengan Sean ataupun Diga. Kelompok mereka terdiri dari empat orang. Timmy malah sekelompok dengan Dinda, dan dua perempuan lainnya.

Judul materi mereka kali ini ialah membahas seputar Ilmu Sejarah. Timmy melirik buku paket di depannya sekilas, lantas beralih menatap Dinda.

"Jadi, tugas gue apaan?" tanyanya pada Dinda. Alih-alih menggubris, Dinda malah berpura-pura menyibukkan diri dengan ponselnya. Timmy mengedikkan bahunya tak acuh. Yang penting, dia sudah mencoba untuk berpartisipasi.

"Din, foto yang lo posting kemarin, pakai filter apa sih? Keren banget," tanya Fifi, yang duduk di samping Dinda.

"Bentar." Dinda tampak fokus dengan ponselnya. "Cek DM lo. Udah gue kirimin," lanjutnya.

Fifi malah cengengesan. "Ra, bagi hotspot dong." Gadis itu beralih pada Rara, yang duduk di samping Timmy.

"Enggak-enggak! Gue lagi nonton drama korea nih. Ntar kalau sinyalnya lemot, feel-nya malah gak dapet!" balas Rara. Sedari tadi, gadis itu meletakkan ponselnya di laci, agar tidak ketahuan oleh guru, bahwa dia sedang asik menonton. Pandangannya juga terfokus ke bawah.

"Yaelah, pelit banget lo jadi temen. Lo kenal drama korea juga dari gue!"

Rara yang tadinya tampak fokus dengan tontonan dramanya, kini dengan terpaksa menjedanya. "Iya-iya! Gitu aja pakai diungkit-ungkit," sungutnya. Rara menggeser layar ponselnya ke atas, lantas menekan gambar bertuliskan hotspot pribadi di sana. "Udah gue idupin!"

Fifi tentu dengan senang hati mendengarnya. Gadis itu merogoh ponsel di sakunya. Ia mulai berkutat dengan benda pipih itu. "Password-nya apaan?"

"Gatau diri."

"Kok lo malah nyolot?!"

Rara mendengkus kesal. "Itu password-nya, Fifi Sivia Azizah!"

Mendengar itu, Fifi malah terkekeh. "Ooh, bilang dong."

Sementara Timmy, duduk manis seraya bertopang dagu. Sesekali kepalanya menoleh ke samping, lantas ke depan. Menyimak pembicaraan antara teman kelompoknya, Fifi dan Rara. Ketiga teman kelompoknya sibuk berkutat dengan ponsel. Mereka mengabaikan tugas Sejarah begitu saja. Jika saja Timmy memiliki otak yang cerdas, dia pasti memilih untuk mengerjakan tugas kelompok itu, daripada berdiam diri layaknya orang konyol seperti ini.

Timmy menoleh ke belakang kelas. Di sana, Sean sedang fokus mengerjakan tugas. Ia beralih ke meja belakang Sean. Diga sedang asik berbicara dengan Edo. Timmy lantas beranjak. Lebih baik dia bergabung bersama temannya, Diga dan Edo. Persetan dengan tugas kelompok Sejarah itu!

Setelah tiba di tempat Diga dan Edo, Timmy menyuruh Diga untuk menggeser kursinya sedikit, lantas mendudukinya dengan santai. Satu kursi, berdua.

Mungkin kaum perempuan akan mengira bahwa Timmy adalah perempuan murahan. Memang, apa salahnya? Dia sudah biasa bersikap dekat seperti itu dengan Diga. Lain halnya dengan para lelaki. Mereka tahu betul bahwa Timmy mengganggap Diga sebagai kakaknya, begitu pula sebaliknya. Mungkin.

"Eh, Tiga..." sapa Edo. "Lo mau ngajak kita main lagi ya?"

"Enggak kok."

"Tumben?"

"Ya, kalau lo maksa sih, ayo." Timmy tentu saja tidak menolak jika ditawari bermain. Dia suka bermain.

"Emangnya kita mau main apaan?" tanya Edo. Timmy tampak berpikir. Sementara Diga, mati-matian menahan beban tubuhnya agar tidak terjatuh. Timmy hampir menguasai seluruh kursi yang mereka duduki. Dan Diga terlalu mager beranjak mencari kursi lainnya.

Tiga [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now