Bagian 50

13.8K 3K 606
                                    

Hari ini, di pelajaran Seni Budaya, kelas X IPA beramai-ramai keluar kelas guna menyelesaikan kerajinan tangan mereka. Bulan sebelumnya, guru Seni Budaya menyuruh mereka membagi kelompok menjadi 7. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 anggota, namun ada juga yang terdiri dari 4 saja. Murid-murid disuruh memilih kelompoknya masing-masing. Bebas.

Dan Timmy, tentu saja sekelompok dengan Sean. Bukan hanya itu, dia juga sekelompok dengan Edo, Rizki, dan Diga. Pembentukan kelompok itu sudah ada sebelum Diga pergi. Ya! Hingga saat ini, Diga belum juga kembali dari rumahnya. Lelaki itu benar-benar pergi dan Timmy jelas sangat kehilangan.

Tugas mereka ialah membuat miniatur air terjun dengan ukuran panjang 50cm dan tinggi dinding sekitar 60cm. Bahan-bahannya terdiri dari gabus tak terpakai. Mereka juga menggunakan semen serta campuran pasir kuning untuk melapisi gabus itu. Pembuatannya cukup memakan waktu yang lama.

Timmy beruntung bisa sekelompok dengan para lelaki tangguh ini. Mereka bisa diandalkan. Dari semua tim di kelas X IPA, hanya tim mereka sajalah yang kompak.

Miniatur air terjun mereka telah dilapisi dengan semen, kini saatnya mereka mengecat dinding bagian atas. Sebelumnya mereka sempat berdebat saat memilih warna cat. Hingga akhirnya mereka sepakat untuk memilih warna hijau.

"Abis ini ada mapel apa?" tanya Rizki di sela-sela mengecat.

"Bahasa Inggris, mungkin," sahut Timmy.

"Bahasa Inggris mah pelajaran terakhir, Tiga. Abis ini kan pelajaran Kimia. Semoga aja Pak Ali gak dateng, soalnya tugas remed gue numpuk parah," balas Edo.

Rizki mendelik tajam. "Makanya dicicil bego! Btw, Kimia gak ada tugas kan?"

Timmy membuka suara, "Ga-"

Sean menyela ucapan Timmy. "Ada."

"Jangan bercanda lo, Sean. Gue udah panas dingin nih!" kelakar Rizki.

"Muka gue keliatan bercanda?" balas Sean. Timmy ikut-ikutan menatapnya dengan tatapan polos.

"Mati gue! Ada berapa soal?"

"Woi, Ki! Lo kalau mau nyontek pakai tata krama dong! Ngegas mulu dari tadi. Heran gue!" sungut Edo, berpura-pura baik. Ia lantas menoleh ke arah Sean sembari tersenyum penuh arti. "Sean, kita boleh nyalin tugas lo gak?"

Sean hanya mengangguk sekilas, dan terus berkutat pada kuasnya.

Edo lantas berdiri, "Tiga, lo mau ikutan nyalin sekalian?"

Timmy menggeleng, "Gue udah tobat, Do."

Kalimat gadis itu seolah tamparan keras baginya. Edo hanya bisa menggaruk tengkuknya yang mendadak terasa gatal. "Y-yaudah. Gue sama Rizki ke kelas dulu ya. Ntar kalau udah selesai, kita balik lagi kok."

Sepeninggal Edo dan Rizki, tinggallah Timmy dan Sean yang masih berkutat dengan replika air terjun mereka. Sean membuka suara lebih dulu, "Udah seminggu lebih Diga gak masuk. Dia kemana sih?"

Mengingat Diga, mampu merubah raut wajah Timmy menjadi sendu. "Dua pasti masih kecewa sama Tiga," gumamnya tanpa sadar.

"Kecewa?"

"Gapapa," balas Timmy dengan raut wajah sebaik-baik mungkin.

"Cerita aja kali," sahut Sean. Dia jelas tahu bahwa sepupunya ini sedang menyembunyikan sesuatu. Timmy mengembuskan napas pasrah. Ia pun menceritakan konfliknya dengan Diga. Tentang dirinya yang mengikuti lomba futsal demi memasukkan Diga kembali ke ekskul futsal. Dan tentang Diga yang memintanya untuk menjadi pacar.

Sean tentu shock. Ia memang tahu, bahwa Diga sangat dekat dengan sepupunya ini. Namun ia tak menyangka bahwa lelaki itu memiliki rasa lebih bahkan sempat-sempatnya meminta Timmy untuk menjadi pacarnya. Sebelumnya, Timmy memang pernah menanyakan arti 'pacar' padanya. Dan sekarang, Sean mengerti maksudnya. "Trus lo terima?"

Tiga [Sudah Terbit]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu