Bagian 30

24.1K 3.9K 1.3K
                                    

Timmy kini sedang merapikan permainan miliknya di kamar. Gadis itu mengeluarkan beberapa jenis mainan yang tersimpan di dalam ranselnya, lantas menyimpannya ke dalam kotak. Ini adalah hari pertama liburan di semester ganjil.

Timmy memilah-milah permainan mana yang kiranya akan ia mainkan hari ini bersama Sean dan Diga. Timmy kembali membongkar ranselnya. Beberapa batu kerikil terjatuh dari sana. Gadis itu kini tersenyum penuh arti.

Ia beralih pada kotak mainannya lantas mengeluarkan sesuatu dari sana. Timmy meraih sebuah benda berbentuk huruf Y. Itu adalah sebuah ketapel. Lagi-lagi, Timmy menyeringai. Sepertinya, akan seru jika batu kerikil ini mendarat di bokong Diga.

Tuk-tuk-tuk!

Bunyi suara ketukan dari pintu utama, membuyarkan lamunan jahat Timmy. Gadis itu kembali menyusun mainan-mainannya, tanpa peduli dengan ketukan pintu yang entah dari siapa.

"Yuhuu! Timmy Zazasya, anaknya Tommy dan Han-Han, where are you? Oma Aliya is coming, sweety!"

Mendengar suara yang cukup menggelegar itu, kedua mata Timmy membulat sempurna. Bibirnya mengulas senyum cerah. Gadis itu lantas bangkit dan berlari keluar kamar.

"Nenek Aliya!!!"

Setelah tiba di ruang tamu, Timmy lantas memeluk Aliya erat. Aliya adalah orang tua dari Papinya, Vano.

"Ya Allah! Berapa kali sih Oma bilangin, panggil Oma dong! Kok Nenek sih?! Berasa tua banget loh Oma jadinya," celetuk Aliya. Timmy hanya cengengesan. Gadis itu beralih pada wanita lain yang tak jauh dari sana.

"Oma Rifa!!!" Timmy kini memeluk Rifa - orang tua Rea.

Semenjak Vano dan Rea menikah, Rifa dan Aliya mendadak akrab. Mereka bahkan tinggal satu atap hingga kini. Meskipun usia Aliya terpaut lebih tua dari Rifa, hal itu tidak jadi masalah untuk persahabatan antar besan di antara mereka.

"Giliran si Rifa malah dipanggil Oma! Dasar anak Vano!" cibir Aliya, pelan.

***

Timmy kini duduk di sofa bersama dengan kedua neneknya. Gadis itu lebih sering bertukar obrolan dengan Aliya, daripada Rifa. Sejak kecil, Timmy memang lebih dekat dengan Aliya. Itu karena mereka nyaris memiliki sifat yang sama. Sama-sama menyebalkan. Terlebih lagi, nama Timmy sendiri adalah rekomendasi dari Aliya sejak jenis kelamin gadis itu terdeteksi di kandungan.

Tak lama setelah itu, Rea datang membawa nampan berisi camilan dan minuman. Setelah itu, Rea memilih untuk duduk di samping Bundanya, Rifa.

Rifa kini bersuara, "Timmy, kamu udah nerima rapor belum?"

Timmy yang tadinya sedang tertawa bersama Aliya, kini beralih menatap neneknya yang lebih muda. "Udah dong, Oma."

"Oh ya? Timmy dapat peringkat berapa?"

"Tiga," jawabnya gadis itu santai. Rea sempat terkejut akan hal itu.

"Masya Allah, cucu Oma udah pinter ih sekarang. Padahal di SMP kemarin Timmy sering dapet peringkat tiga puluh loh. Apa sih rahasianya? Papi sama Bunda pasti udah nurunin ilmu pinternya ke Timmy kan?" tanya Aliya bertubi-tubi. Apa yang dikatakan wanita itu memang benar adanya. Sejak SD Timmy bahkan tidak pernah masuk peringkat sepuluh besar sedikit pun.

Timmy menatap Aliya dan Rifa sembari tersenyum penuh arti. Tak lama setelah itu, ia bersuara, "Peringkat tiga ... dari belakang."

Terdengar helaan napas pasrah dari Rifa. Ia memang tidak yakin jika cucu satu-satunya itu bisa mendapat peringkat tiga besar begitu saja. Sementara Aliya, dengan terpaksa memudarkan senyumnya.

Tiga [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now