51 - Liar

233K 20K 2.1K
                                    

Update lagi, mana suaranya nih
😆😆😆

Jangan lupa vote dan komen ya🥰

Mau lihat Nara bucin gak??🤭

Selamat membaca:)

*****

Gian Alvares Mahastama

"Kenalin Mas, ini sepupuku dari keluarga Papi," celetuk Nara yang membuatku menatap satu per satu wajah mereka. Mereka melempar senyum ramah dan aku pun membalasnya.

"Ini Kak Melanie, Sere, Segaf sama Marco. Anaknya Om Seno sama Tante Olivia." Aku manggut-manggut saja mendengar penjelasan Nara.

"Halo Kak Ares," sapa mereka berempat secara bersamaan. Aku mendadak kikuk karena sambutan mereka. Kak Ares ya? Hahaha, gak papa deh.

"Iya, halo juga," balasku lalu menjabat tangan mereka sembari mengucapkan nama.

"Nah, kalo mereka bertiga ini anaknya Tante Sandra sama Om Fandy," ujar Nara seraya merangkul mereka.

"Yang ini Bian, ini Ando, dan ini Farah."

"Halo Om,"

Eh.

"Farah, jangan panggil Om," nasihat laki-laki disamping bocah perempuan itu.

Kutaksir, kebanyakan dari mereka masih sekolah atau berkuliah, tadi Nara hanya menyebut Kak kepada satu orang. Dan dari ketujuh sepupu Nara, ada satu bocah kecil. Bocah kecil yang memanggilku Om.

Mereka semua menahan diri untuk tidak tertawa, termasuk Nara yang sudah tersenyum lebar di belakang Farah. Aku menatap Farah yang hanya setinggi pinganggku.

"Kak Nara, Om ini siapa?" tanyanya penasaran. Aku pun tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum mendengar celetukannya yang masih memanggilku Om.

"Farah, manggilnya Kak Ares ya," pesan Nara yang sudah berdiri disampingnya.

"Kenapa harus Kak Ares?"

"Karena Kak Nara mau nikah sama Kak Ares," jelas Nara dan bocah kecil bernama Farah itu pun mengangguk.

"Menikah itu apa, Kak?" tanyanya lagi dan semuanya memutar bola mata. Kemudian mereka semua pamit, kembali bermain di taman belakang. Kini hanya ada aku, Nara, dan Farah yang duduk sofa teras.

"Menikah itu, menikah itu kayak Daddy sama Mommy Farah. Tinggalnya sama, bobonya sama." Nara berusaha menjelaskan agar Farah mengerti. Farah mengangguk tapi dahinya kembali mengerut.

"Farah sudah umur berapa?" tanyaku.

"Enam," jawabnya sembari tersenyum.

"Farah sini sama Abang," panggil sepupu Nara yang lain, kalo gak salah, namanya Bian. Tanpa menunggu lama, Farah langsung berlari menuju Abangnya.

"Maaf ya yang tadi."

"Gak papa. Wajar masih anak kecil," sahutku dan merangkul pundak Nara.

"Tapi, kamu kok gak pernah bilang sama aku Sayang, kalo kamu punya sepupu dari Om Sandi."

"Mas gak pernah tanya."

"Jadi aku harus tanya dulu gitu?"

"Yes."

"Aktivitas kamu gimana? Lancar?" tanyaku memulai obrolan.

Setelah lamaranku diterima di kapal pesiar dua minggu lalu, kami langsung memtuskan untuk membahas pernikahan dengan mempertemukan keluarga. Dan hari ini, dua keluarga besar akan bertemu. Rombongan dari Jakarta termasuk keluargaku dan keluarga Om Haris sudah tiba sejak sejam yang lalu di rumah Nara. Kami berangkat tadi pagi.

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang