38 - Terguncang

228K 21.1K 1.6K
                                    

Kembali lagi dengan AresNara,

Terimakasih buat dukungan dan semangat kalian atas cerita ini.
🥰🥰🥰

Happy 100K+ reads 👏👏

Selamat membaca 🥰

*****

Gian Alvares Mahastama

Aku hendak berteriak siapa yang berani-beraninya menggangguku dengan Nara, namun gagal saat melihat orang yang menarik telingaku kuat-kuat.

Mama.

Spontan aku langsung berdiri saat melihat Papa, Tante Lily, juga laki-laki paruh baya yang kutaksir Papinya Nara.

Napasku langsung terasa berat. Aku butuh pasokan oksigen yang banyak saat ini. Jantungku juga tidak henti-hentinya berdetak cepat.

Sial. Aku mau kabur saja saat ini. Pasti nilaiku sudah turun di mata Tante Lily. Lihat saja tatapan tajam yang dilontarkan Tante Lily dan Mama kepadaku. Sedangkan Papa juga laki-laki paruh baya itu justru tersenyum menggodaku.

Bugh.

"Ma," jeritku pelan karena Mama memukul punggungku. Tidak sakit sih, tapi masa dipukul di depan pacar sama calon mertua.

Aku mengusap belakang leherku karena aku tidak tahu apa yang mau aku katakan. Pikiranku mendadak blank mendapati para orang tua di ruangan ini. Terlebih-lebih tatapan horor dari Tante Lily.

"Kamu nggak papa?" tanya Mama pada Nara yang sedari tadi hanya diam dan menunduk malu-malu.

"Nggak papa, Tante," sahut Nara lantas aku tersenyum melihat pipinya yang bersemu merah.

"Maafin kelakuan Ares ya. Nanti Tante hukum dia. Kalau Ares macam-macam, cubit aja tangannya, atau laporin ke Tante," balas Mama dan Nara menganggukinya.

Nara mana berani melakukan itu. Orang dia juga suka sama ciuman kami.

Setelahnya, laki-laki paruh baya itu maju mendekati ranjang Nara dan memeluk Nara erat.

"Putri semata wayang Papi sudah besar rupanya. Udah siap jadi Ibu belum?"

"Nggak tahu," balas Nara cuek.

Papinya Nara oke juga bercandanya. Pasti asyik nih punya mertua seperti Papinya Nara.

Aku kembali duduk di kursi semula yang ada di samping ranjang Nara, karena jujur saja aku tidak tahu mau duduk dimana kalau nggak disini.

Aku memilin tanganku saat tatapan Papinya Nara beralih padaku.

"Sudah tahu siapa saya?" tanyanya dan aku mengangguk ragu-ragu.

Aku belum tahu namanya, hanya tahu kalau ia adalah Ayah dari pacarku.

"Saya Sandi. Panggil Om saja," ujarnya dan ia tersenyum hangat padaku.

"Iya, Om. Saya Ares," ucapku sambil membalas uluran tangannya.

Saat ini aku sudah tahu dari mana Nara mendapat senyumnya yang manis juga pembawaannya yang lembut. Itu dari Papinya, Om Sandi.

Entah kenapa aku lega sekali. Setidaknya calon Papi mertua tidak galak seperti Tante Lily. Oops, sorry Tante.

"Sudah makan?" tanya Om Sandi pada Nara.

Nara menggeleng. Ia juga mendadak jadi diam, dan tidak melihatku sejak kami kegep oleh para orang tua.

"Makan ya? Nanti kamu makin lama loh disini."

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang