7.♡

150 44 4
                                    

Tidak dianggap, tapi selalu dibutuhkan. Semuanya abu-abu.

***

Pagi hari, bahkan ketika matahari masih malu-malu keluar dari persembunyiannya Yossi sudah hampir sampai di sekolah. Tak peduli kalau pintu gerbang masih dikunci ataupun jalan sampai saat ini masih sepi. Yossi tenang walaupun hanya angin yang menemani.

Kali ini, Yossi berangkat jauh lebih pagi dari hari sebelumnya.

"Non!"

Suara itu berhasil membalikkan tubuh Yossi. Seorang lelaki paruh baya keluar setelah memarkirkan mobil di samping Yossi berdiri.

"Mang Le?"

"Iya, Non. Masa iya lupa sama mamang." Laki-laki itu berseragam hitam, namanya Galih tapi lebih akrab dipanggil Mang Le.

"Mang Le ngapain ke sini? Pagi banget lagi." Yossi bertanya akan ketumbenan lelaki ini. Pasti Mang Le datang dengan sebuah maksud.

"Tuan bilang, Non harus pulang hari ini."

"Pulang? Bukannya aku gak dianggep bahkan diusir dari rumah sendiri? Lagian aku gak sempet beres-beres buat pulanh." Yossi menolak mentah-mentah. Pulang ke rumah adalah hal yang paling dimalaskan gadis ini.

"Desta sakit, jadi dia minta Non Ci pulang untuk ngerawat Desta. Nanti mamang yang beresin barang-barangnya, ya?" bujuk Mang Le walaupun tahu kalau anak majikannya yang dipanggil Non Ci ini sangat keras kepala.

"Papa kan banyak uang. Masa bawa Desta si pelakor itu berobat aja gak bisa? Sedangkan bayar pelacur semudah metik daun." Yossi menyorotkan mata dengan marah.

"Non, kalau bukan demi tuan ataupun Desta, anak Mang Le satu-satunya, Non Ci pulang demi Mang Le, 'ya?"

Yossi tertegun mendengar Mang Le memohon demi kepulangannya. Selama ini hanya Mang Le tempatnya mengadu bila punya masalah. Mang Le adalah orang pertama yang akan membantunya ketika dalam masalah melebihi dari status orang tua.

Meskipun Mang Le adalah mertua dari ayahnya.

"Oke. Tapi aku pulangnya malem. Aku mau ke rumah temen sambil ngerjain tugas. Mang Le jemput jam delapan malem di depan kontrakan, 'ya?" ucap Yossi terpaksa menyerahkan kunci kontrakannya agar Mang Le bisa masuk dan membereskan barang-barangnya.

Sebenarnya Yossi benci pulang, tapi dia juga tidak tega dengan Mang Le yang memohon kepulangannya. Walaupun di balik ini terdapat Desta.

Dengan langkah gontai Yossi kembali berjalan. Semangatnya menjalani hari semakin menipis ditambah ketika Mang Le datang membawa kabar untuk segera pulang.

Sampai hari beranjak siang dan istirahat sudah tiba, Yossi berdiri di sisi meja. Mengabaikan manusia yang sibuk keluar menuju kantin. Dalam kelas dia tak sendiri, ketiga pengacau masih setia di sana sambil membahas tugas kelompok.

Levin membahas buku yang harus dibawa, sementara Bio meminta supaya Levin menghidangkan cemilan. Dan Dimas hanya menurut, sama seperti Yossi.

"Yos, duduk di sini. Biar gue yang duduk di bangku lo," seru Bio berpindah tempat, duduk di bangku Yossi.

Yang tidak diizinkan duduk di sana selama tidak ada guru kan Yossi, bukan Bio.

"Udah jangan malu-malu. Lo kan anggota kelompok Levin juga," timpal Dimas setuju dengan ide Bio.

Wound In A Smile [On Going]Where stories live. Discover now