25♡

115 24 1
                                    

Happy reading, readers!
Jangan lupa votement-nya, yaa.

___ ___ ___ ___ ___ ___ ___

"Tetaplah bersama dengan Allah-- Tuhanmu, meskipun orang tercinta memilih untuk menyembah Tuhan yang lain."

***

"Mumpung Ayah sama yang lain belum pulang, aku pergi aja sekarang."

Setelah makan, Yossi bersiap-siap untuk pergi ke restoran tempatnya bekerja. Walaupun hanya sebagai pelayan, setidaknya bisa menambah uang saku Yossi, barangkali setelah bulan ini ayahnya tidak memberikan sepeser uang pun.

Yossi sengaja pergi tanpa diketahui siapapun seperti ini, supaya ayahnya tidak tahu bahwa dirinya bekerja. Yossi juga tidak tahu sampai kapan dia akan seperti ini dan bagaimana reaksi sang ayah setelah mengetahui pekerjaan Yossi ini.

"Bi, Yossi ... berangkat dulu, ya? Jangan kasih tau ayah," pamit Yossi mencium punggung tangan Bi Indah.

Sekarang masih pukul satu siang, anak sekolah saja belum pulang, bahkan jadwal Yossi bekerja juga belum tepat. Biasanya jam tiga sampai jam delapan malam, bisa juga lebih.

"Maaf, yah. Yossi gak jujur sama ayah tentang pekerjaan ini," batin Yossi merasa bersalah.

Yossi tidak bisa makan di rumah, uang juga belum tentu diberi oleh sang Ayah. Kalau tidak bekerja, bagaimana cara Yossi melanjutkan kehidupan?

Sesampainya di restoran, Yossi tak segera masuk ke dalam. Gadis ini duduk di bangku panjang yang terdapat di dekat lapangan, tepatnya di sebelah restoran.

Sendirian, sepertinya Yossi semakin akrab dengan sepi yang terus berjalan dalam kehidupannya. Entah sampai kapan dia seperti ini.

Dari kejauhan Yossi melihat seorang wanita paruh baya berhijab motif bunga-bunga yang membawa wadah terjatuh, sementara di sekeliling hanya menatap sekilas kemudian menatap layar handphone. Seakan, wanita itu tidak ada.

Yossi yang merasa iba segera mendekat ke arah wanita itu untuk membantu.

"Ibu enggak apa-apa?" tanya Yossi membantu wanita tadi berdiri.

Yossi bisa lihat wajah wanita itu sangat pucat.

Tapi, sebentar. Yossi merasa pernah melihat wajah ini. Wajah yang sama dengan wajah wanita yang menutup pintu rumah malam itu. Rasanya, Yossi juga pernah melihat wajah itu, tapi entah di mana.

"Ibu gak apa-apa, Nak," jawab wanita itu kemudian terbatuk.

"Yossi antar pulang, ya, Bu? Lagian rumahnya gak jauh dari sini," tawar Yossi membawa wadah-wadah berisi beberapa gorengan yang tersisa.

"Ibu jual habis ini dulu, ya, Nak," tolak wanita itu hendak mengambil wadah yang Yossi pegang.

"Muka Ibu udah pucat, Ibu perlu istirahat," bujuk Yossi yang tidak membuahkan hasil.

"Gini aja. Sisanya Yossi yang borong, gimana, Bu?" tawar Yossi lagi membuat sang wanita mendongak dengan ekspresi senang.

"Boleh, Nak. Ayo, mampir ke rumah Ibu," ucap wanita itu mengajak Yossi ke rumah.

Tentu saja dengan senang hati Yossi mengikuti wanita itu.

Wanita tadi membungkus semua gorengan dan menyerahkannya kepada Yossi. Yossi pun membayar sesuai dengan janjinya yang berniat untuk memborong.

Yossi tiba-tiba merasa lapar saat melihat gorengan ini.

"Bu, Yossi boleh numpang makan gorengannya di sini?"

Wound In A Smile [On Going]Where stories live. Discover now