27♡

100 14 0
                                    

Happy reading, Readers!
Jangan lupa votement-nya, yaa.

***

"Cintamu adalah alasan di balik sikap kerasmu menjadi lembut. Sayangnya, aku tidak bisa membalasnya. Karena perbedaan kita bukan hanya tentang duniawi."

***


Tepuk tangan dan sorakan demi sorakan terdengar memenuhi seisi lapangan, tepatnya setelah Zio menyelesaikan lagunya.

Di bawah panggung, ada Tiara yang tersenyum sambil bertepuk tangan dengan mata yang tak beralih dari Zio dan senyum yang tak pudar.

"Duhh, kayaknya Zio kagum seseorang, nih," bisik Riska-- teman sebangku Tiara.

"Orang itu ... pasti gue!" Tiara menjawab dengan percaya diri. Padahal, ketika Zio turun dari panggung, sedikitpun Tiara tak dilirik.

Senyum tadi pun hilang seketika.

Sementara itu, Tanara menuju ke arah Yossi yang tengah duduk seorang diri di bangku, padahal di sekelilingnya sedang sibuk dengan urusan masing-masing.

Sejak Tanara tahu bahwa Yossi mencintai Zio, sejak itulah hatinya terbuka untuk Yossi. Kebencian itu hilang, sebab sudah pasti Yossi tak akan bersatu dengan Levin.

Baru saja akan menyapa, langkahnya terhenti ketika Levin datang membawa setangkai bunga tulip merah yang disembunyikan di belakang badan.

"Hai, Yos," sapa Levin, "Boleh minta waktunya sebentar?"

Yossi tersenyum, lalu mengangguk pelan, mengizinkan.

"Hari demi hari berlalu
Waktu yang kujalani juga ikut berlalu
Aku tak pernah peduli dengan matahari yang bersinar
Bahkan, tak pernah mencoba paham dengan bintang yang berbinar

Semesta berkali-kali memberitahuku
Semesta tak henti menguatkanku
Hingga nabastala akhirnya menghadirkanmu
Yang menjadi pemilik hatiku."

Levin kemudian berlutut, menyerahkan bunga tulip dan melanjutkan puisinya.

"Hatiku sudah luluh oleh kelembutanmu
Cintaku sudah berkobar oleh senyummu
Bunga tulip ini adalah lambang cintaku
Maukah kau menjadi kekasihku?"

Yossi berdiri, jantungnya berdebar tak menentu. Semua tatapan mengarah kepadanya, menghadirkan kebimbangan antara menolak atau menerima.

Jika Yossi menerima, akan ada hati yang terluka. Hubungannya juga tidak akan berjalan dengan lancar, sebab tak seiman.

Jika Yossi menolak, Yossi akan mempermalukan Levin yang sudah dianggap sahabat sendiri. Bagaimana mungkin Yossi setega itu?

"Levin ikut aku!" kata Yossi hendak membawa Levin pergi meninggalkan kerumunan.

"Enggak! Aku mau kamu jawab di sini, di depan semua orang," tolak Levin tak pindah posisi.

"Memangnya kamu gak malu?" tanya Yossi penuh selidik.

"Kenapa harus malu jika cintaku benar-benar nyata?"

Yossi terdiam. Pemuda di depannya ini sangat keras kepala.

"Berdiri!" perintah Yossi sekali lagi, tapi Levin menggeleng tanda menolak.

"Maaf, Levin. Bukan aku bermaksud mempermalukanmu atau mengecewakanmu, tapi aku tidak bisa menerima cintamu."

"Kenapa? Apakah ada orang lain yang sudah merebut cintamu? Siapa dia? Zio?" tanya Levin bertubi-tubi dengan nada kecewa.

"Kita gak seiman, Levin. Jika hanya berbeda perasaan, mungkin suatu hari rasa itu akan sama. Tapi, untuk perkara Tuhan ...."

Wound In A Smile [On Going]Where stories live. Discover now