1.♡

341 66 27
                                    

"Aku berjalan sendiri melintasi duri tanpa pelindung. Mencari sosok yang menerimaku apa adanya. Tapi semakin kucari, semakin aku tersesat. Terjebak di antara laki-laki berengsek tak berhati."

From Yossi Alzazila

***

Pemuda bermata cokelat duduk menaruh kakinya di atas meja belajar. Sembari menatap langit-langit, bibirnya tersenyum hambar. Sengaja ia sampai di sekolah lebih awal supaya memiliki waktu tenang tanpa harus mendengar suara bising di sekolahnya.

"Semua perempuan itu sama! Tidak berguna. Tercipta menjadi pemuas nafsu saja, tidak lebih!"

Suara ini terus menggema di kala senyap mulai merayap. Netra pemuda ini untuk kesekian kalinya berkaca-kaca mendengar suara sang ayah yang terus menghantui pikirannya.

Brak!

"Woy! Bengong wae." Setelah suara mejanya dipukul, Bio ikut bersuara mengejutkan Levin yang larut dalam kenangan.

Bergegas Levin menurunkan kakinya, mengusap kasar wajah yang sedikit basah oleh air mata. Sedikit pun tak mau melirik temannya yang duduk tepat di sebelahnya.

"Lo nangis, Vin? Kenapa? Cerita ama kita-kita. Jangan dipendem," ujar Bio memasang telinga tajam-tajam untuk mendengar curhatan sahabatnya.

"Woi, Ketupat Sayur! Levin itu batu, kagak bisa diajak serius!" Dimas yang berangkat bersama dengan Bio berteriak tepat di telinga Bio.

Bio menggosok-gosok kupingnya seolah baru saja mendengar bom meledak di telinganya.

"Telinga gue masih normal, Ogeb!" omel Bio sedikit mendekat ke wajah Dimas. Tak peduli jika ludahnya ada yang muncrat.

"Gue juga masih normal! Jomblo gini mana mau seriusin batu," tambah Bio membuat Dimas melongo heran.

Setelah menjitak kepala Bio, Dimas berkata.

"Mending gue duduk di bangku gue daripada ngeladenin orang yang kagak nyambung."

Levin hanya bisa menggelengkan kepala menyaksikan kekonyolan ini. Dua temannya ini seperti sedang berlatih drama komedi saat sudah bercampur.

Di manapun berada, ketika keduanya bersama dunia berubah menjadi pasar akan recehnya mereka. Levin terkadang hanya bisa menyimak, jika bosan ia tinggal mengambil headset untuk mendengarkan lagu dari handphone-nya.

Kelas sudah mulai ramai ketika siswa sudah banyak masuk-- duduk di bangku masing-masing. Gosip tentang siswi baru yang cantik, terlihat lugu dan polos tapi dikenal bodoh, mulai terdengar. Sepertinya hal ini akan menjadi bahan gosip hari ini sampai hari berikutnya.

"Anjir, keknya bangku kosong di sebelah Nara bakal berisi," ceplos Bio yang dihadiahi jitakkan oleh Levin.

"Dikira perut makanya berisi?" imbuh Levin tertawa kecil.

"Cihhhh! Ogah banget dah gue sebangku sama murid bego." Tanara ikut nimbrung dalam percakapan, memberitahu bahwa ia tidak terima jika bangku sebelahnya diisi oleh siswi baru itu.

Hal ini membuat sebagian orang mendukung, dan sebagiannya lagi berbisik tak suka dengan ucapan mak lampir satu ini.

"Kenapa bisik-bisik? Gak suka, hah?!" tambah Tanara kesal.

"Hahahah, lo terima kenyataan aja Ra. Meskipun bodoh, siswi itu lebih cantik, bahkan lugu. Tapi lo tetep yang terbaik buat gue," rayu Bio mengedipkan matanya sebelah.

"Iiiwww," ucap Tanara merasa jijik. "Ganteng lo? Gantengan Levin kaleee."

Senyum Bio hilang seketika, mendengar suara yang keluar dari mulut Tanara lagi-lagi tentang Levin. Sebagai lelaki pasti sedikit malu dengan ucapan Tanara barusan.

Wound In A Smile [On Going]Where stories live. Discover now