2.♡

240 63 13
                                    

Jangan tanyakan, salahkan saja mata yang tak bisa membendung airnya karena hati yang tetap rapuh.

[Luka]

Ketika Yossi keluar kelas, angin dingin berhembus menembus tulang. Matahari gagal menyalurkan sinarnya karena terhalang beberapa awan mendung. Rintik-rintik hujan yang berjatuhan membuat lapangan SMA Negeri 3 basah sehingga beberapa cekungannya terisi air.

Yossi menghembuskan napas dengan pelan. Buku novel itu ia dekap dengan erat. Berjalan menyusuri koridor sendiri sambil melamun menjadi rutinitasnya ketika ingatan masa lalu kembali berputar. Sunyi selalu berhasil menyusupkan kenangan itu ke dalam hatinya yang belum kering dari luka.

"Yossi!"

Lamunan Yossi langsung terbuyar. Tubuhnya refleks berbalik ke arah suara berasal.

Levin berdiri tepat di depan Yossi dengan netra yang sedikitpun tak menatap gadis ini.

"Ngapain kamu di sini?" Yossi membuka suara untuk pertama kali setelah bertengkar di kelas.

"Hujan gini lo mau ke mana?" Bukannya menjawab, Levin balik bertanya dengan nada acuh tak acuh. Tatapannya kini jatuh tepat di manik mata milik Yossi.

"Gak usah kepo," kata Yossi merasa ketenangannya terganggu. Baginya kehadiran Levin adalah hal yang tidak penting, hanya sebatas pengacau.

"Kenalin, gue Levin. Levin Agrapana yang punya banyak fans di sekolah." Levin mengulurkan tangan sebagai tanda mengajak berkenalan.

"Gak aku bilang kamu udah tau, 'kan, nama aku?" Yossi tak menyambut uluran tangan itu. Sangat membuang waktu kalau dia memberitahu untuk kedua kali.

Terpaksa, Levin menurunkan tangannya.

Yossi kembali melangkah membelakangi Levin. Harap-harap pemuda itu cepat-cepat kembali ke kelas.

"Anak baru kok sombong?" celetuk Levin kembali menghentikan langkah yang baru saja maju satu langkah.

"Yang sombong itu kamu. Punya fans sebatas sekolah aja diumbar-umbar," balas Yossi tanpa kembali berbalik.

"Lah? Emang kenyataannya. Semua cewek 'kan sama, sama-sama gak berguna! Pikirannya cogan cogan cogan mulu!" Levin berkata dengan nada ketus. Tentunya memancing emosi yang berusaha ditanam dalam-dalam.

Sambil berbalik Yossi berkata, "Kalau cewek gak berguna, kamu gak akan pernah lahir ke dunia. Kamu gak akan pernah nikmatin kehidupan yang ada di dunia. Dan asal kamu tau, anggapan kamu itu salah!"

Menghadapi laki-laki berpikiran sempit sangatlah menguras otak. Ditinggal pergi mungkin tidak akan mengikuti lagi.

Muak, Yossi sangat muak karena berkali-kali bertemu laki-laki seperti ini. Laki-laki yang tidak pernah bisa menghargai seorang perempuan.

'Dasar cowok berengsek,' batinnya memajukan bibir beberapa sentimeter.

[Luka]

Ketika bel sekolah berbunyi tiga kali sebagai tanda waktunya pulang tiba, para siswa berhamburan keluar kelas menuju gerbang. Ada yang pulang dengan kendaraan sendiri, dijemput orang tua, bahkan naik angkot. Hanya beberapa yang berjalan kaki, itupun karena rumah dekat dengan sekolah.

Tali sepatu yang selalu lepas mengharuskan Yossi berjongkok 'tuk mengikatnya kembali. Kesal memang, tapi mau bagaimana lagi? Jika dibiarkan semakin menyusahkan langkah. Sementara jarak sekolah dengan tempatnya tinggal tak sedekat siswa lain.

Selesai dengan masalah ini, mobil merah cerah berhenti tepat di sampingnya. Kaca jendela pelan terbuka memperlihatkan wajah Tanara di dalamnya.

"Ckckck ... Kasian jalan kaki. Ups! Lo kan miskin, uang naik angkot aja gak ada, apalagi mobil mewah." Tanara tertawa bersama teman yang duduk di sebelahnya setelah berkata dengan nada mengejek.

Wound In A Smile [On Going]Where stories live. Discover now