6.♡

169 56 32
                                    

Kau adalah sosok yang tidak boleh kupercayai, karena esok mungkin kau takkan berpihak padaku lagi.

***

Sesuai waktu semua siswa bergegas menggendong tasnya masing-masing. Berjalan berbondong-bondong keluar dari kelas. Bio dan Dimas yang memang biasa pulang paling akhir dari siswa lain sekarang duduk di tangga mushola. Pastinya menunggu Levin yang lagi-lagi berada di ruang BK.

Bio merebahkan dirinya di lantai mushola tanpa peduli pakaiannya akan kotor sambil memejamkan mata untuk menahan kantuk yang dengan tiba-tiba menyerang. Bibirnya langsung saja mengeluarkan suara.

"Etdah, Ketupat Sayur ngapain, sih, di BK? Orang tuanya, 'kan kagak jadi dipanggil."

"Tau, nih. Katanya mau nugas kelompok," timpal Dimas ikut bosan hanya duduk tanpa aktivitas.

Untuk pertama kali, keduanya bercampur tanpa menggemparkan suasana dengan komedi tak jelas mereka.

"Jangan-jangan ... Levin buat masalah lagi? Sia-sia dong pengorbanan Mantan Anak Taruna." Bio menepuk jidat tak habis pikir. Otaknya menerka yang tidak-tidak.

Beberapa menit kemudian Levin sudah berada di antara sahabatnya tanpa Bio sadari. Dimas pun tak memberitahu setelah mendapat kode untuk tetap diam.

"Tobat gue sama sikap Jin Tomang. Udah kena bakteri keknya otak tu anak. Masa dia kagak terima kasih ama cewek yang udah bantu dia." Karena tak menyadari, terus menerus Bio berbicara, mengatakan kebenaran. Sepertinya ia menaruh rasa iba pada murid baru yang baru masuk satu minggu lalu.

Levin menyenggol tangan Dimas dan bertanya, "Yang dimaksud sama si Bio apaan, Dim?"

"Lah? Lo kagak tau, Nyet? Ketinggalan zaman lo, kek manusia purba di pelajaran sejarah."

"Apaan, Bangke?!" Bio antusias bertanya. Ia kira saat ini Dimas sedang mengajaknya bicara.

"Lo tau murid baru itu, 'kan? Dia rela bersihin WC setiap pulang sekolah selama satu minggu biar bokap lo gak dipanggil," jelas Dimas serius. Namun, teman di sebelahnya ini menimpal tak searus.

"Bukan bokap gue, tapi Levin! Lo kagak nyambung bego!"

"Lo yang gak nyambung, Gemblung!" Kaki Dimas bergerak menendang kaki Bio. Sontak pemuda yang merebahkan diri tadi terduduk.

"Eh, Lev--"

Belum tuntas Bio berucap, Levin meninggalkan keduanya tanpa pamit.

[Luka]

Lima pintu toilet dengan satu orang yang membersihkannya. Bau tak sedap yang menyeruak kadang kala mengharuskan kesibukan tangan menggosok lantai terangkat menutup hidung. Tempat keramat ini kerap kali membuat si penjijik muntah oleh bau tak sedap. Sementara gadis yang masih bisa dibilang baru di sekolah ini rela membersihkannya dengan hal yang bahkan bukan untuknya.

"Semangat, Yos!" Tanpa tersenyum dan sambil menghela napas, Yossi menyemangati diri sendiri, walau sendiri itu tidak bisa menumbuhkan semangat yang sepenuhnya.

Mendadak lengannya dicengkeram erat. Yossi merespon kaget, lalu menatap tajam pelaku yang dengan lancang mengusik dirinya.

"Kamu mau apa, sih?" tanya Yossi dengan lantang. Menahan sakit di lengan akibat kuku tajam Tanara dan kesekian kali matanya dibuat berkaca-kaca.

Untuk pertama kali Tanara pulang paling akhir. Tentunya setelah keluar dari gerbang dengan niat hanya menaruh tas dalam mobil.

"Gue mau, lo pindah dari sekolah ini. Gue muak ama cewek tukang caper kek lo!"

Wound In A Smile [On Going]Where stories live. Discover now