35♡

274 11 3
                                    

Happy reading, Readers.
Jangan lupa votement-nya, ya.

______

"Jika mencintaimu adalah luka bagi orang lain, maka biarkan takdir yang memberikan jalannya."

***

Di depan cermin, gadis itu memakai blush on di pipinya. Memberi maskara supaya bulu matanya semakin lentik. Lipstiknya tak tebal, namun warnanya sangat cantik setelah dioles di bibirnya.

Gadis itu Tanara, gadis yang berdandan secantik yang ia mampu untuk memenangkan hati Levin di malam kencan pertama.

Tak lupa Tanara memakai ikat rambut dari Levin, membiarkan poninya menyamping ke kiri. Ia memakai baju berwarna senada dengan ikat rambutnya.

Merasa waktu yang ditentukan akan segera tiba, Tanara bergegas keluar dari kamar menghampiri ibunya.

"Ma, aku izin ya. Mau jalan sama Levin," katanya dengan senyum merekah.

"Loh, Levin udah bales perasaan anak Mama, ya?"

Tak lama kemudian, suara motor Levin terdengar. Tanara pun tanpa berpikir panjang langsung menghampiri.

Sesampainya di tempat, Levin meminta Tanara untuk menunggu sejenak dengan alasan hendak ke toilet. Tanara pun mengiyakan. Ia lantas mengedarkan pandangan, membiarkan orang-orang yang sedang makan menatapnya.

Lama menunggu, rasanya kaki tak sanggup algi berdiri. Tanara melirik sebuah meja kosong di sana yang membuat Tanara beralih menuju ke sana, namun tiba-tiba matanya ditutup oleh tangan seseorang.

"S-siapa?" tanya Tanara meraba tangan di matanya.

Lalu, terdengar suara pria berbisik di telinganya. "Pangeranmu."

Tanara tersenyum. Ia melangkah sesuai arahan pria di belakangnya. Duduk di kursi sesuai tuntunan pria itu pula.

"Apa aku sudah boleh membuka mata?" tanya Tanara yang masih memejamkan mata, padahal tangan pria tadi sudah tak menutupinya.

"Boleh," kata Levin setelah membukakan kotak merah berisi cincin dan menaruhnya tepat di hadapan Tanara.

Pelan-pelan Tanara membuka mata. Mendapati Levin duduk di depannya, kemudian melirik cincin indah di depannya. Matanya berbinar, senyumnya semakin merekah. Pipinya memerah, matanya berair. Rasa ini antara rasa haru dan bahagia, semuanya bercampur aduk.

"Suka?"

Tanara mengangguk. Sementara Levin meraih tangannya dan menyematkan cincin tersebut.

"Untung pas," imbuh Levin menatap jari Tanara dengan raut yang sulit diartikan.

"Thank you, Levin," kata Tanara saking bahagianya.

"Di jarimu saja sangat indah, apalagi jika cincin itu tersemat di jari wanita yang pernah kucintai." Levin berkata di dalam hati.

***

Malam yang gelap, disertai angin yang berhembus seakan memberi pertanda bahwa kebahagiaan juga bisa menghadirkan luka.

Gelisah, itulah yang Yossi rasakan sekarang. Entah kegelisahan macam apa ini, Yossi hanya tak mau perasaan ini menandakan sesuatu akan terjadi.

Tiba-tiba terdengar suara pecahan kaca di luar kamar, tepatnya di depan pintu. Yossi ragu untuk keluar, tapi teriakan Tiara memaksanya untuk bergerak.

"Keluar lo, Yossi!"

Wound In A Smile [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang