-31-

15.4K 1.4K 6
                                    

Untuk pertama kalinya Amber menangis sejadi-jadinya, bukan untuk dirinya tapi untuk orang lain. Amber jarang menangis, menangisi kesedihan orang lain karena ia rasa hidupnya adalah beban terberat yang pernah ia rasa. Tapi Matthew bukan orang lain.

Pria itu suaminya.

Meski berpura-pura, tapi pria itu adalah bagian dari dirinya sekarang. Ayah dari anaknya. Orang terbaik nomor dua setelah ibunya yang melahirkannya di dunia ini.

Pria itu sedang terkapar tidak berdaya di ruangan yang tertutup rapat didepannya.

Ryu juga tidak jauh berbeda. Anak itu tidak melepaskan pelukan darinya. Masih mereka yang ada disini itupun karena di hubungi seseorang yang menemukan Matthew di pinggir jalan yang sepi. Karena nomornya ada di panggilan terakhirnya.

Ibu mertuanya sudah dihubungi barusan setelah ia merasa tenang. Tapi dirinya masih gundah. Ia memeluk erat Ryu yang belum berhenti menangis.

Terbayang dibenaknya jika Matthew tidak selamat, Amber kalang kabut. Ia tidak bisa bertahan tanpa Matthew. Pria itu adalah penyokongnya. Sandarannya. Ketika dia pergi bagaimana caranya Amber berdiri tegak.

Belum lagi anak mereka yang masih ia kandung. Tidak mungkin ia lahirkan tanpa ayah. Bukankah sama saja ia akan mengulang sejarah nya pada bayi itu.

Serentetan pemikiran negatif memenuhi kepala Amber hingga ia disadarkan sosok dokter yang baru keluar dari ruang gawat darurat itu.

Ia melepas Ryu berdiri mendekat. "Bagaimana?" Ia tak sabar.

Dokter itu tersenyum. "Semuanya baik-baik saja."

**

Amber belum berani melihat Matthew secara langsung, ia memilih menyibukkan diri mengurusi keperluan pria itu selama menginap. Ia hanya masuk ketika pria itu tertidur dan keluar ketika Matthew berbicara. Ibu Matthew yang terlihat masih terpukul melihat kondisi anaknya tidak begitu memusingkan Amber. Ia masih syok.

"Tidak masuk lagi?" Ryu bertanya ketika mendengar suara ayahnya dari dalam sedang berbicara dengan neneknya.

Ia memang hanya mendapati Amber masuk ketika ayahnya itu tertidur.

"Masuklah terlebih dahulu." Amber menawarkan hendak pergi tapi Ryu menarik tangannya cepat kemudian membuka pintu kamar itu lebar.

Otomatis semuanya melihat ke arah mereka.

Matthew juga, ia menatap langsung dan Amber menunduk. Melihat adegan itu ibunya Ryu memilih mundur sebentar menarik Ryu bersamanya menutup pintu untuk dua orang itu.

"Sudah tidak sibuk lagi?" Matthew bertanya masih betah melihat Amber yang tak mampu mengangkat kepala.

"Ya." Jawabnya takut-takut.

"Kenapa? Ada yang salah?" Pria itu bertanya.

Amber mengangkat kepalanya." Tidak." Ia merasa bersalah.

"Aku tidak melihatmu dua hari ini." Akunya. Ia baru sadar memang.

Amber semakin menunduk.

"Kemari lah." Panggil Matthew dan wanita itu berjalan mendekat.

Pria itu menariknya hingga jarak mereka begitu dekat. Matthew menyentuh perutnya yang besar memasuki bulan ke tujuh.

"Apa dia baik-baik saja." Ia mengelus nya lembut.

Amber mengangguk. Rasanya ia ingin menangis begitu saja. Dan melihat itu Matthew langsung membelai wajahnya.

"Aku baik-baik saja." Ujar pria itu langsung memecah tangis Amber yang ia tahan belakangan. Tangis yang ia tidak buat-buat dan membuatnya memilih memeluk Matthew karena malu pria itu melihat wajahnya.

Pengasuh Pierre [ END ]Where stories live. Discover now