PROLOG

137K 6K 485
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

***

Tangisan kebahagiaan terdengar sebagai tanda pertama kali mengenal dunia.

Diajarkan cara duduk tuk merangkak, berdiri tuk melangkah, berbicara tuk mengatakan.

Hingga ujian menanti kedewasaannya.

Terkadang hanya bisa terdiam memandangi luasnya lautan.

Terkadang tetap berjuang hanya untuk menghadirkan sebuah senyuman.

Bahkan... Terkadang pula hanya bisa menangis di balik ceruk.

Segala takdir telah tertulis rapat nan rapi di Lauhul Mahfudz.

Lembaran ketentuan yang tersembunyi, hanya zat pencipta semesta alam yang menyimpannya.

Ribuan bahkan milyaran makhluk-Nya menjadi pemeran dalam buku yang berjudul takdir.

Kisah masing-masing yang dipilih untuk hidup, berbagai karakteristik menjadi perbandingan antara menerima atau menyerah.

Ada yang memaksa tuhan untuk mencabut cobaan yang masih bersemi.

Ada yang mengutarakan maksud hati dengan mengeluarkan buliran bening dari telaga mata.

Ada yang pandai mengeluh hingga lupa caranya bersabar.

Ada yang masih tersenyum meski pada kenyataannya qalbu ingin menjerit.

Lalu siapa sebagai saksi?

Sang Illahi Rabbi menyaksikan segala yang terjadi, memandangi di dalam Arsy-Nya siapa yang munafik dalam keimanannya atau siapa yang membuktikan iman dengan bersabar.

Setiap tetesan air mata yang turun akan menjadi perjalanan kisah ke surga.

Karena yang dituntut adalah sebuah keikhlasan.

Keikhlasan menerima.

Keikhlasan memilih bertahan.

Keikhlasan yang akan menjadi saksi bahwa kemenangan itu pasti.

Mungkin tidak untuk sekarang, tapi nanti ... Di saat waktu yang tepat menurut sang pemilik takdir.

Jika pemberi air mata adalah tuhan, maka tuhan pula yang mengusapnya.

Jika pemberi rasa sakit adalah tuhan, maka tuhan pula yang akan menyembuhkan luka itu.

Jika pencipta takdir adalah tuhan maka tuhan pula yang akan memberikan garis final dengan kebahagiaan.

Siapa itu?

Dzat pemilik segalanya.

Dzat yang tidak akan pernah menghilang.

Dzat yang maha agung.

Allah subhanahu wa taala.

***

Sayup-sayup ruangan dingin menyergapi suasana sore diiringi dengan hembusan angin yang masuk dalam sela-sela kaca. Langkah kaki pelariannya seakan bergema menuju tempat kesukaannya, membuka jendela membiarkan buliran air berkumpul menyentuh kulit putihnya, mencoba menyibakkan rambut coklatnya yang sempat menutupi rona wajah bahagianya, menengadahkan kedua tangan membiarkan tetesan air jatuh menempel ke permukaan tangan, menatapnya dengan senyuman indah dan akan selalu seperti itu.

Baginya merasakan sentuhan ribuan air yang turun dari gumpalan awan hitam adalah karunia. Melihat rintikan air yang terasa sejuk di mata adalah anugerah yang tak bisa dijabarkan.

Banyak orang mengatakan bahwa hujan menggambarkan kesedihan, berkali-kali jatuh ke bumi lalu dengan cepat meresap pada tanah kemudian hilang meninggalkan jejak.

Tetapi, tidak untuk gadis bermata bulat yang berada di depan jendela itu, dia mengartikan tetesan air yang turun adalah simbol dari makna kehidupan. Tercipta dari awal yang sama namun terjatuh pada permukaan yang berbeda-beda.

Bukankah seperti itulah hidup? Iya, hidup manusia.

Tercipta dari tanah, terlahir dari rahim dan hadir dalam dunia yang sama tapi, terjatuh pada takdir yang berbeda-beda dan uniknya setiap takdir yang diperuntukkan memiliki dua pilihan,

Melangkah atau berhenti.

Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa melangkah itu lebih baik daripada berhenti begitupun sebaliknya. Kita akan mendapatkan ujian yang berbeda, tingkat kemampuan yang mungkin tidak akan sama dengan yang lain, karena pada hakikatnya manusia akan mendapatkan peran masing-masing dimana yang kita lalui antara melangkah dan berhenti.

Hanya saja yang perlu ditekankan adalah yakin bahwa suratan takdir sudah tertulis jauh di lembaran kalam sebelum kita tercipta. Tuhan menyimpannya disana dan menunggu senyuman hamba-nya saat ujian merayapi hingga setiap jengkal kesabaran.

Dan, jika kita percayai itu ...

Sang pencipta takdir akan memberikan garis kebahagiaan, yakin!

Hallo semuanyaaaa, selamat datang di cerita Mutiara Dalam Cangkang 👏

Kenalan yuk, nama saya Nadia. Jangan panggil author ya, panggil aja Kak Nad atau Kak Nadia, terserah kalian deh wkwk

Kenalan juga sini, namanya siapa aja nih? Askot mana juga? Sapa tau kita satu kota ygy 😎

Kalian menemukan cerita ini darimana? Jalur mandiri or Tiktok? 

Atau dari IG?

Sampai jumpa di part selanjutnya❤

Mutiara Dalam CangkangWhere stories live. Discover now