Sementara itu, Gevandra dengan tidak sabaran menekan tombol lift menuju apartemen Liora. Ia ingin menjelaskan semuanya kepada gadis itu.

Gevandra menekan sandi apartemen Liora dan langsung masuk kedalam. Ruang pertama yang ia tuju adalah kamar gadis itu.

"Sayang?"

"Liora?"

Gevandra terus berteriak memanggil Liora. Ia mencari Liora disemua tempat. Tapi, gadisnya tidak ada dimanapun.

Ia mengambil ponsel yang ada disaku celananya. Mengangkat ponsel di samping telinganya saat ia sudah menekan tombol panggilan. Tapi nomer gadis itu tidak aktif. Mencoba berkali-kali, tapi hasilnya sama.

Kemudian ia kembali masuk kedalam kamar Liora. Ia baru sadar, tas dan seragam gadis itu sudah tidak ada. Dengan cepat ia kembali keluar dari apartemen Liora.

Pasti gadisnya kecewa padanya. Dan Liora sengaja menghindari nya. Ini semua karena Terre.

Memasuki lift dengan cepat. Menghentak-hentakkan kakinya saat ia rasa lift berjalan begitu lambat. Setelah keluar dari lift, ia langsung memasuki mobilnya. Menginjak gasnya dengan kecepatan penuh. Tak peduli dengan sumpah serapah pengguna jalanan.

Gevandra berhenti tepat ditengah tengah gerbang sekolahnya. Ia menurunkan kaca jendela mobilnya "Pak, Liora udah berangkat?" Tanyanya pada satpam sekolah.

"Udah den. Tadi pagi banget," Jawab Pak satpam tersebut.

"Makasih," Ujar Gevandra sembari menjalankan mobilnya menuju parkiran. Setelah mobilnya terparkir, ia langsung berlari memasuki koridor sekolah.

Ia sesekali mendorong murid-murid yang menurutnya menghalangi jalan. Sebentar lagi bel masuk berbunyi, dan koridor sekolah sedang ramai-ramai nya.

Sampai didalam kelas, ia tidak menemui gadisnya. Tas gadis itu juga tidak ada di bangkunya. Ia melemparkan tasnya dengan asal.

Murid sekelas juga memandang Gevandra dengan bingung. Kenapa cowok itu berangkat sendiri? Kemana Liora? Biasanya kedua remaja itu selalu menempel seperti magnet.

"Kalian liat Liora nggak?" Tanya Gevandra pada Cica dan Erlin.

Cica dan Erlin kompak menggeleng. "Baru aja gue mau tanya sama lo," Ujar Erlin.

"Kemana sih!" Ujar Gevandra sembari melesat pergi keluar dari kelas. Ia terus berjalan, tanpa arah dan tujuan. Tak menghiraukan bel masuk yang sudah berbunyi. Ia harus menemui Liora-nya.

🍁

Flashback.

Gevandra menarik tangan Terre kasar. Menyeret tangan gadis itu kembali masuk kedalam apartemen.

Walaupun sakit, Terre tidak mengeluh. Ia tersenyum penuh kemenangan. Nyatanya Gevandra lebih memilih dirinya dibandingkan Liora.

Saat di lift, Gevandra mendorong tubuh Terre. Membuat gadis itu terbentur ditembok. Gevandra mengurung tubuh Terre, ia memajukan wajahnya membuat gadis itu refleks memejamkan matanya.

"Udah siap?" Bisik Gevandra rendah. Terre mengangguk sembari tersenyum. Kemudian Gevandra menjauhkan wajahnya.

Ia tersenyum miring saat melihat Terre masih memejamkan matanya. Merasa sudah tak merasakan hembusan nafas didepan wajahnya, Terre membuka matanya.

Dan yang gadis itu lihat adalah Gevandra sudah menjauh dari nya dan cowok itu menatap pintu lift dengan aura dinginnya.

Saat pintu lift terbuka, Gevandra kembali menarik tangan Terre masuk kedalam apartemen.

Gevandra menghempaskan tubuh Terre. Membuat tubuh gadis itu terjatuh disofa. Kemudian Gevandra berjongkok, lalu mencengkram kuat kedua pipi gadis itu.

"Lo ngapain disini? Kenapa lo tau sandi apartemen gue?" Gevandra bertanya dengan suara rendahnya. Membuat auranya begitu dingin.

Terre menghempaskan tangan Gevandra. Kemudian gadis itu duduk dengan benar "Karena sandi apartemen kamu adalah tanggal lahir Liora. Kenapa kamu nggak pernah melihat aku? Aku selalu ada buat kamu, bukan gadis itu. Kenapa dipikiran kamu cuma Liora dan Liora. Dia nggak peduli sama kamu Gevan. Dia nggak peduli sama perasaan kamu."

"Tapi sekarang aku seneng. Kamu lebih milih aku daripada gadis itu. Nyatanya kamu nggak ngejar dia kan?" Lanjut Terre.

Gevandra tiba-tiba menampar pipi Terre. Membuat gadis itu meringis kesakitan. "Nggak usah sok tau! Lo ngacauin segalanya. Lo lihat, sekarang dia pergi. Lo bukan siapa-siapa gue. Kenapa lo bilang kalau lo pacar gue? Dari dulu, lo yang ngejar gue. Semantara lo tau kalau perasaan gue cuma buat Liora!"

Terre menangis mendengar bentakan dari Gevandra. Memang bukan kali pertama, dulu saat di London dia selalu mendapat penolakan dari cowok ini.

Gevandra berdiri, kemudian ia langsung menyeret Terre masuk kedalam sebuah ruangan. Setelah itu ia langsung mengunci pintu itu dari dalam.

Didalam ruangan tersebut hanya ada sebuah kursi kayu, dan sebuah meja kecil. Gevandra mendudukkan Terre dengan paksa.

Kemudian ia mengambil sesuatu dari dalam laci meja. Ternyata sebuah tali. Terre memberontak saat Gevandra mengikat tubuhnya di kursi.

"Kamu mau ngapain," Terre terus memberontak. Tapi tenaganya kalah dengan tenaga Gevandra.

"Lepasin Gevan!"

Gevandra tak perduli. Kemudian ia menutup mulut Terre menggunakan lakban. Gadis itu terlalu berisik.

Gevandra mengambil sebuah pisau lipat di saku celananya. "Balasan buat orang yang udah ganggu ketenangan gue!"

Gevandra langsung menancapkan pisau tersebut didada kiri Terre. Gadis itu memberontak. Berteriak tertahan. Airmatanya luruh, ini sakit.

Tapi Gevandra tak peduli. Ia kembali menggoreskan pisau di pipi gadis tersebut. Membuat banyak sayatan disana. Lalu ia langsung menancapkan pisau dimata kanan dan kiri gadis itu, secara bergantian.

Gadis itu masih hidup. Tapi ia sudah tidak bisa merasakan apapun. Wajahnya sudah tak berbentuk, sudah dipenuhi dengan darah.

Melihat Terre yang sudah tidak berdaya, Gevandra langsung menuju leher Terre. Membuat beberapa sayatan disana dan berlanjut memutus urat nadinya.

Setelah nyawa gadis itu pergi, Gevandra keluar dari ruangan tersebut. Kemudian ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Ke apartemen sekarang!" Titahnya pada orang suruhannya, untuk membereskan mayat Terre.

🍁

Possessive Psychopath (TERBIT)Where stories live. Discover now