"Gue gak nyangka, temen gue dari SMP sekarang berubah drastis." Perkataan Levin berhasil mengguncang keberadaan Tanara. Spontan tangan Yossi terlepas dari genggaman.

"Berubah jadi power ranger ...." bisik Bio dihadiahi cubitan kecil menyakitkan dari Dimas.

"Lu copas kata-kata gua anjir." Dengan nada berbisik Dimas protes dengan bibir tersenyum paksa.

"Dasar Ketupat Sayur! Gue kira lo mau ngingetin gue biar gak ikut-ikutan." Bio termasuk yang mendengar di sekitarnya mengira pemuda ini mau melakukan hal baik. Eh, ternyata malah kumat.

Levin maju membuat Tanara melangkah mundur ke belakang. "Perubahan lo lebih parah, Ra. Sekarang lo udah kelewatan. Ketamakan lo bertambah berkali-kali lipat."

Suara Levin terdengar parau. Kecewa berlaku tepat di perasaannya.

Gadis di depannya ini kini dianggap tak berguna, lebih tercoreng dari kata terhormat-- bagi Levin. Sudah kegenitan, kasar pula.

"Mulai hari ini dan seterusnya, ke manapun Yossi pergi, gue yang anter. Gak ada penolakan!" tegas Levin di depan anak kelas yang menganga akan beberapa ucapan yang tak terduga.

Dimas mendekatkan kepalanya ke telinga Bio. "Temen lo kesambet apa, bro?"

"Kesambet kulit jengkol," kekeh Bio refleks menutup mulut sendiri.

[Luka]

Yossi melangkahkan kaki keluar dari gerbang sekolah. Jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjuk pukul 14.36 WIB. Tapi meskipun waktu bisa dibilang sore, teriknya masih terasa menyengat membakar kulit.

Seperti biasa, gadis berseragam sekolah ini berjalan sendiri di trotoar. Jalanan padat tak bisa menghalanginya, asap dari kendaraan dibiarkan berterbangan. Jikalau mengganggu tangannya terangkat menutup hidung.

"Yossi, ayo naik." Seseorang yang bisa ditebak adalah Levin menyetir mobil mengiringi langkah Yossi. Sebenarnya ia tidak mau mengantar seorang perempuan, ini hanya terpaksa demi menjaga citra diri di depan para siswa sekolah.

"Gak. Aku males naik mobil." Yossi bergerak maju tanpa menoleh.

Levin terkekeh, "Terus lo mau naik motor? Gue waras kali kalau ngajak cewek yang sakit-sakitan kayak lo buat naik motor."

Langkah Yossi terhenti, mencerna baik-baik suara yang masuk ke dalam telinganya.

"Eh, sebentar. Apa Levin bilang tadi? Sakit-sakitan? Kurang ajar," umpat Yossi dalam hati.

"Yuhuuu ... semoga kencannya menyenangkan." Suara Bio dan Dimas serempak beradu dengan suara motor berkecepatan tinggi.

Yossi berkutat pada otaknya. Dia tidak salah mengira kalau motor yang dipakai Dimas adalah motor Bio. Sampai tak sadar kalau pengacaunya sudah berdiri di depan.

Levin memegang lengan Yossi dan berkata, "Ayo naik!"

Wajah Yossi yang semakin memucat ketika melihat mobil menolak keras untuk ikut. Bau mobil yang bagi Yossi tercium tak sedap membuat tangannya yang sebelah terangkat menutup mulut dan hidung.

"Jangan bikin gue malu dengan cara nolak, ayo ikut!" Setengah berbisik Levin kembali menarik tubuh yang masih menolak dirinya.

"Aku mual masuk mobil yang kayak gitu, Vin!"

Mata manusia di sekitar jelas menyorot ke arah mereka. Tentu saja Levin merasa malu akibat penolakan Yossi. Kalau bukan di luar ruangan sudah pasti Levin akan meninggalkan Yossi begitu saja.

Tak apa, Levin tidak kehabisan akal. Ia rela membopong tubuh Yossi sehingga semua yang menatap terkejut, bahkan mulut mereka sudah mulai beraksi.

"Liat deh, mereka mesra banget."

Wound In A Smile [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang