Adik kelas yang kebetulan ada jam kosong ikut menonton, siswinya turut berteriak menyemangati Levin yang berkali-kali memasukkan bola ke dalam ring. Bukan hanya tampan, pemuda ini juga ahli di bidang olahraga.

"YOSSI! LEVIN SUKA SAMA LO!"

Yossi terkejut dengan teriakan Bio. Netranya tertuju ke sumber suara pemuda yang mulutnya sudah dibekap oleh Levin. Tidak penting, Yossi kembali fokus membaca buku.

"Berengsek! Apa kata adek kelas, Cok?" ucap Levin, kesal.

"Cepetan cari caption di sosmed, woy!" pekik Dimas membuat keadaan bising menjadi bisik-bisik curiga.

"Faedahnya apa?"

Pletak!

Dimas menjitak kepala Bio, "Levin suka sama cewek, Oon."

"Levin bukan homo kali gak suka cewek." Bio membalas dengan polos.

"Sialan!" umpat Levin keluar dari lapangan. Kakinya meninggalkan jejak menuju ke tempat Yossi duduk. Buku Bahasa Indonesia yang dipegang Yossi dirampas dengan paksa.

"Kamu apa-apan sih, Vin? Balikin buku aku!" Jari telunjuk Yossi terangkat menunjuk wajah pemuda di depannya. Tidak sopan! Seenaknya mengganggu ketenangan orang lain.

"Masalah buat lo? Atau lo mau bilang ini buku bersejarah juga? Iya? Kek buku novel gak guna itu?" Levin semakin menjauhkan buku dari jangkauan Yossi. Tak peduli dengan wajah pucat yang dari tadi pagi ia dapati.

"Aku cuma mau tenang, Vin. Tolong jangan ganggu aku." Yossi mengeluh, sembari berusaha mengambil buku yang diangkat tinggi-tinggi oleh Levin.

Ini nih, nasib yang pendek. (Sama kek Author:v)

Dasar, Tiang Listrik!

"Oh. Gitu? Jangan terlalu pede, ya. Gue tuh gak suka sama lo. Jangan ngarep!"

"Ngarep? Suka sama kamu aja enggak, apalagi ngarep kamu suka aku." Dengan sinis Yossi mulai berani menjawab.

Gadis ini hanya butuh ketenangan, sendiri dalam sepi dan fokus terhadap apa yang ada di depannya sekarang. Bukannya malah diajak bergaduh, membuat keadaan seperti pasar dan terus mengacaui kehidupannya.

Levin tak suka jawaban ini. Selama ini semua wanita di sekolah tidak ada yang mengatakan hal itu. Dia mau murid baru inipun menyukainya tanpa penolakan.

"Liat aja, lo bakal ngejer gue," tantang Levin tersenyum miring. Melangkah mundur dan berlari dari tempat. Spontan Yossi ikut berlari untuk bukunya, bukan untuk Levin.

"Levin! Kalau kamu mau lari jangan bawa buku aku!" teriak Yossi terus mengejar pemuda yang berlari mengelilingi lapangan.

Menyaksikan ini sangatlah menyakitkan bagi siswa yang mengidolakan seorang Levin. Sangat cemburu melihat keduanya bisa berlari mesra seperti itu. Bahkan ada yang sampai mendengar kan lagu Armada berjudul Harusnya Aku.

"Tuh anak dibiarin kok ngelunjak, sih? Awas aja nanti di kelas," gerutu Tanara yang berdiri di depan pintu kantin.

Tali sepatunya lepas di saat yang tidak tepat. Yossi ambruk-- lututnya terluka ketika menyentuh aspal, tangannya ikut membiru. Rintihan kesakitan ditahan dengan menggigit bibir bawah. Untuk kesekiankali netranya berkaca-kaca.

"Kenapa, Yossi? Kenapa kamu mudah nangis begini? Nangis di depan cowok berengsek itu sama aja kamu bodoh," batin Yossi menatap kedua telapak tangannya yang lecet.

Levin berdiri tepat di depan Yossi sambil melempar buku ke dalam genangan air di sekitar Yossi. Lantas gadis ini mendongak, menatap ekspresi wajah yang terlihat senang karena merasa menang.

"Liat? Gue udah berhasil buat lo ngejer-ngejer gue itupun di depan banyak orang," ucap Levin, sombong.

Tangan Yossi tergepal. Lebam di telapaknya memang sakit, tapi hanya ditahan.

"Aku mau buku aku. Aku gak ada niat sedikit pun ngejer kamu. Jadi gak usah kepedean ya!"

"Lo udah kalah, jadi gak usah ngelak, haha."

"Cewek kalah itu wajar. Cuma cowok gak sadar kalau dia beraninya cuma sama cewek. Pecundang!" Yossi mengusap matanya yang digenangi air. Perih di lututnya ditahan untuk bisa berdiri. Duduk di bawah kaki pemuda berengsek itu lebih menyakitkan dari luka ini.

Dibiarkan saja orang-orang menonton langkah pincangnya dengan nikmat. Barangkali mereka puas. Hujat saja jika memang itu hobi tak berfaedah orang lain.

"Lo butuh bantuan?" tanya Levin yang mengiringi langkah Yossi. Sejauh ini, baru kali ini ia melukai wanita secara fisik.

Langkah yang terhenti membuat jantung Levin berdebar. Ia kira gadis ini akan berbalik dan menerima tawarannya supaya diberi bantuan. Tapi ternyata salah. Gadis ini justru ambruk tak sadarkan diri.

Bersambung ....

Kasih tau kesan kalian setelah membaca, dong. Biar ke depannya bisa diperbaiki, hehe.

Jangan lupa votement-nya, readers!

Sampai jumpa di part selanjutnya....

Nona Bakso

Wound In A Smile [On Going]Место, где живут истории. Откройте их для себя