(19) Deep Inside

741 71 12
                                    

Maya segera menormalkan cara jalannya ketika dirasa ia malah mirip pencuri sedang bersembunyi.

Ekhem, yah ... mungkin kali ini Maya akan sedikit mengakui kalau dirinya memang punya bakat menguntit seperti tuduhan Aska tempo hari. Dan itu bukan sesuatu yang dapat dibanggakan tentunya.

Maya gesit melewati genangan becek yang tersebar di jalan gang. Itu bukan masalah, ia sudah terbiasa dengan lingkungan kumuh seperti ini sebab tempat tinggalnya dulu bukanlah tempat elite sebelum kepindahannya ke Jakarta dan menempati rumah bak istana.

Nah, hal itu jugalah yang tengah memenuhi kepala Maya sekarang. Bagi Maya; bahkan mungkin semua orang juga akan sependapat, jika cowok dengan kelas sosial tinggi macam Aska berkeliaran santai di tempat seperti ini adalah hal yang tidak wajar. Apalagi Pak Junaidi bilang, gang ini adalah kawasan yang terkenal berbahaya dan keras karena menjadi tempat perkumpulan para preman dan orang-orang yang mempunyai riwayat kriminal.

Dan Maya tentu sudah melanggar janjinya untuk tidak mencampuri urusan saudara tirinya.

Em ... Mungkin tidak sepenuhnya melanggar karena Maya hanya ... penasaran, entah kenapa rasa ingin tahunya jadi sangat besar ketika melihat Aska memasuki gang dengan membawa kotak bekal pemberiannya. Maya janji kok, akan melihat semuanya dari jauh, apapun yang akan dilakukan Aska nantinya. Seperti yang ia lakukan dengan tetap diam dan menatap getir selagi Saka membuang makanan buatan Mamanya ke dalam pembuangan sampah.

Cowok berjaket kulit yang berada jauh didepannya itu belum menyadari kehadiran Maya. Dan, harusnya tidak akan. Karena kalau sampai itu terjadi, Maya mungkin akan langsung lompat ke parit di sisi jalan gang lalu melumuri wajahnya dengan comberan kental itu agar tidak bisa dikenali Aska. Err ...

Yah ... doakan saja hal semacam itu tidak pernah terjadi walau tidak mungkin juga Maya harus sampai melakukan hal tersebut. Namun percaya atau tidak, Maya ternyata sempat memikirkan ide aneh itu bahkan menjadikankannya sebagai plan kesekian.

Sementara Maya fokus mengendap-endap seraya mengawasi gerak-gerak Aska, saat itulah ketidaksadarannya pada tali sepatu yang terlepas membuatnya memekik tertahan akibat tersandung, namun untungnya dia berhasil menyeimbangkan diri hingga tak sampai mencium tanah. Mungkin kecerobohan Maya sudah tidak ada obat.

"Haishh ... ada-ada aja deh" desis Maya.

Dengan kesal, buru-buru ia mengikat tali sepatunya dengan ikatan kupu-kupu yang kuat.

Kemudian berdiri setelah mengecek sepatunya sekali lagi.

Tapi, yang membuat Maya membeliak dengan tidak santai adalah saat ketika netranya tidak berhasil menemukan punggung Aska di depannya seperti sebelum ia mengikat tali sepatu.

Tentu saja Maya panik, matanya liar menyusuri jalan yang sebetulnya hanya lurus ke depan. Untuk itu tanpa membuang lebih banyak napas, langsung saja Maya berlari melewati jejak tapak kaki Aska.

Disaat-saat seperti ini kepala Maya jadi merancang praduga yang nyeleneh, seperti: mungkin selama ini Aska berkawan baik dengan jin Aladdin sehingga bisa membantunya menghilang secepat itu, atau mungkin yang ia lihat sedari tadi memang bukan Aska, tapi 'sesuatu' yang meniru Aska. Oh ya ampun, pikiran Maya jika sedang kalut memang tidak pernah lari dari yang horor-horor begitu.

Sampai di perempatan jalan gang, tanpa Maya sadari, ia semakin masuk ke wilayah gang bagian dalam, yang ternyata mulai memperlihatkan lebih banyak pemukiman warga yang padat, sudah tidak di temukan parit di sini, walaupun lingkungannya juga masih terlihat tak terawat.

Di perempatan itu, Netra Maya berhasil menangkap punggung Aska di ujung jalan sebelah timur, kemudian langsung menghilang lagi di belokan. Buru-buru Maya mengejar, namun akibat gang yang sempit dan keberadaan warga maupun anak-anak yang sedang bermain justru membuat kecepatannya sedikit terhambat.

Two Bad BrothersWhere stories live. Discover now