(5) Permainan Dimulai [a]

1.3K 99 2
                                    

   

    Saat ini, Maya tengah termenung di atas tempat tidurnya setelah sebelumnya memberi pesan pada Tania untuk berhenti mengkhawatirkan dirinya setelah melihat 13 panggilan tak terjawab dari Tania.

Maya tidak bisa berhenti berpikir akan banyak hal; otaknya penuh dengan tanda tanya tentang apapun yang tiba-tiba membuatnya gelisah.
Dan apapun itu, sebuah pertanyaan yang paling mendasar adalah: kanapa?

Kenapa orang itu bisa membencinya sedemikian rupa?

Padahal Maya hanya ingin membuat Mamanya bahagia, tidak lebih.

Ah, sial, Maya jadi pusing. Orang itu benar-benar berhasil membuatnya terintimidasi.

Maya menarik ikat rambut dan mengacak surainya hingga berantakan. Melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 15:12, kemudian ia baru ingat kalau belum berganti pakaian.

Mungkin dia memang harus mendingin kepalanya dulu; mandi air dingin atau berendam di bathtub untuk menjernihkan pikiran.

Kendati demikian, Maya pun memang harus segera membersihkan diri.

***

Selepas mandi, Maya tidak punya kegiatan lain, pun enggan untuk keluar kamar karena bingung ingin melakukan apa. Untuk itu, ia menghabiskan waktu dengan mengerjakan PR Ekonomi; buah hasil dari sekolah pertamanya hari ini, setelah selesai Maya pun melanjutkan hanya dengan berbaring malang-melintang di tempat tidur, melanjutkan kembali acara rindu-rinduan dengan Tania, sampai Maya bercurhat tentang betapa kesalnya ia karena kejadian tadi siang.

Di tengah asiknya Maya dalam kegiatannya mengutuk si pemilik kamar sebelah dengan Tania, Maya di kagetkan dengan bunyi deritan pintu. Maya menoleh, mendapati sosok Wanita yang sangat ia rindukan akan keberadaannya dalam tiga hari terakhir; Ratna menghampirinya dengan senyum hangat.

"Mamah!" sorak Maya riang, maka ia pun meminta Tania untuk  memutuskan paggilan.

Ratna memeluk anak gadisnya dengan sayang. Menyalurkan rasa rindu pada anak semata wayangnya itu.

Perasaan Maya membuncah. Sungguh, ia sangat Rindu dengan kehangatan ini, seolah semua masalah yang bersemayam di pikiran Maya menguap tanpa sisa di udara. Kendati Maya tidak ingin terlihat lemah di depan Mamanya. Sudah ia tahan, namun setetes air bening pun meluncur juga dari mata cokelat itu.

Ratna melonggarkan pelukan saat merasakan bahunya basah. Di lihatnya sang putri yang ternyata tengah menangis walau masih tersenyum, "sayang?"

Maya menghapus air matanya dengan cepat, senyumannya berubah menjadi wajah cemberut yang dibuat-buat "Mama kenapa lama banget?"

"Enggak lama kok, cuma tiga hari, kan?" Kata Ratna dengan suara jenaka.

"Ih, itu lama Mah," Maya terdiam kemudian melanjutkan, "mm ... Mama di sana baik-baik ajakan, enggak ada masalahkan?"

"Seharusnya Mama yang nanya gitu" Ratna kembali tersenyum gemas "Maya di sini enggak apa-apa, kan?"

Ingin sekali Maya berucap lantang kalau Maya sangat membenci tempat ini dan ingin pindah ke rumah lamanya sekarang juga. Namun, setelah menemukan raut berseri dan bahagia yang terpancar dari wajah Ratna, Maya pun mengurungkan niat. Setelah sekian lama semenjak Ayah pergi meninggalkannya dengan dengan sang ibu, Maya tak pernah lagi melihat senyum secerah itu. Maya tak pernah melihat wajah sebahagia itu.

Mungkin Mamanya memang sudah menemukan pengganti Ayah, Maya patut bersyukur.

Sebab Maya berjanji pada diri sendiri; tidak akan menjadi penghalang akan kebahagiaan Mamanya, apapun yang terjadi kebahagiaan Ratna akan menjadi yang nomor satu di atas kebahagiaan siapapun. Maya berjanji dalam hati akan mempertahankan senyuman itu dan mengubur dalam-dalam semua ego yang tengah merayapi kepalanya.

Two Bad BrothersWhere stories live. Discover now