(2) Masih Awal

1.7K 105 2
                                    

                 

Maya adalah tipe orang yang tidak suka 'beradaptasi'. Maya tidak suka ketika ia harus berusaha mengenal lingkungan baru, suasana baru dan berinteraksi dengan orang-orang asing yang harus berhubungan dengannya. Hm, tipe pendiam. Tapi, kemungkinan besar mulai dari sekarang Maya harus belajar bagaimana cara mengatasi ketidaksukaannya tersebut.

Misalnya seperti sekarang, ketika Maya harus mengatasi kecanggungannya saat berdiri dan memperkenalkan diri di depan semua orang yang akan menjadi teman sekelasnya di kelas XI IPS C.

Maya berusaha mati-matian menahan ekspresi datar nan kalem yang ia miliki ketika berjalan melewati bangku-bangku temannya untuk sampai ke tempat duduk yang sudah di tunjuk oleh guru wali kelas untuknya. Padahal tidak bisa dipungkiri, rasanya Maya ingin sekali berpura-pura sakit saja agar bisa pulang lebih cepat. Setelah duduk di bangkunya, Maya langsung di kejutkan dengan uluran tangan seorang cewek yang ternyata duduk sebangku dengannya.

"Hai... gue Lily, jadi temen gue, ya!" Ujar cewek itu antusias.

Sontak, Maya cepat menyambut uluran tangan yang terlihat memaksa itu, "oh- hai... Maya"

"Wahh... gue seneng banget, akhirnya ada juga yang sebangku sama gue. Bangku sendirian itu gak enak tau, kayak jomblo. Hehe..." ujar Lily heboh sendiri. Sedangkan Maya hanya membalasnya dengan senyuman tulus.

Haha. Baguslah, ternyata tidak butuh waktu lama untuk Maya mendapatkan seorang teman. Ia bersyukur dalam hati.

                              ***

"Maya!!" Lily mengoper bola basket ke arah Maya

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

"Maya!!" Lily mengoper bola basket ke arah Maya. Sedangkan yang di panggil menyambut bola dengan baik. Maya men-dribel bola menuju tiang ring lawan. Semua orang yang ada di ruang aula menyorot takjub saat Maya meliuk, melewati satu-persatu lawan yang ingin merebut bola dari tangannya. Sampai pada jarak 5 meter ke ring lawan, Maya mengangkat bola dengan kedua tangan--fokus--kemudian dengan lompatan kecil ia melempar bola menuju lingkaran ring.

Tentu saja bolanya masuk dengan dengan sempurna.

"YESSS!!" Maya meninju udara, dan berseru girang. Begitu juga dengan teman-teman satu timnya dan para penonton yang bersorak heboh dan bertos ria.

"Enggak nyangka gue, ternyata lo jago juga, ya?" Lily merangkul Maya.

"Yah, gitulah, hehe..." iya, Maya belum cerita kalau dia merupakan pemain andalan dalam tim basket putri di sekolah lamanya.

"Tadinya malu-malu" goda Lily, yang membuat Maya tersenyum simpul

Tadinya Maya tidak menyangka akan secepat ini beradaptasi di sekolah barunya. Yah, semua itu juga berkat cewek ekstrovet yang kebetulan berbangku di sebelah Maya. Yang telah berbaik hati mendeklarasikan diri ingin menjadi teman dekat Maya.

Permainan pun kembali di mulai. Ternyata permainan kali ini dengan cepat dikuasai tim Lawan. Namun secara tiba-tiba, bola basket yang di lempar tim lawan meleset dan memantul keras dari ring keluar lapangan bahkan keluar dari aula. Maya yang kebetulan berada di tepi lapangan pun segera berinisiatif mengambil bola. Keluar dari aula, Maya mencari bola di sekitar koridor, tapi nihil.

"Mana sih, bolanya?"

"Nyari ini, ya?"

Maya berbalik, mendapati seorang cowok yang sedang memutar bola basket diatas jari telunjuknya. Maya terpaku, seolah memperagakan adegan alay sinetron remaja.

Dengan senyuman pasti, cowok itu menghampiri Maya, menyisakan jarak satu langkah. Dengan jarak sedekat itu, membuat Maya tersadar untuk kembali ke alam nyata dan reflek mundur, mengambil jarak. Dan baru ia sadari, akan keberadaan dua orang lagi di belakang cowok itu.

"I-itu, bo-bolanya mau dipake-"

"Gugup ya, ngeliat gue?" Kalimat Maya terpotong sadis.

Sebagai orang yang tidak dikenal, orang di depannya ini memiliki watak yang terlalu percaya diri, dan sok ganteng. Jadilah, hati terpesona Maya berubah menjadi hati yang jengkel.

Maya mendengus, "pede banget sih, siapa juga yang gugup?" Oke, Maya berbohong, tapikan tidak mungkin juga Maya mengaku.

"Trus, yang ngomongnya terbata-bata itu, kenapa? Sariawan?"cowok itu berlagak heran. Membuat Maya semakin geram.

"Iya, sariawan. Udah sini bolanya!" Gerakan merebut bola yang dilakukan Maya terhenti ketika cowok itu menjatuhkan bola lalu menahan bola dengan kaki kanannya. Tapi yang membuat tercengang adalah perbuatan cowok itu yang tiba-tiba saja mengelap kening Maya dengan ujung dasinya.

"Lo keringetan" dengan jarak yang kembali dekat, Maya bisa mencium bau parfum cowok itu. Dan bisa ia rasakan pipinya memanas.

"Main basketnya semangat banget, ya?" cowok itu berkata lembut.

Jantung Maya rasanya ingin loncat karena terlalu gugup, sampai-sampai rasanya seluruh tubuh Maya enggan bergerak. Maya hanya menatap kancing urut kedua pada seragam putih milik cowok itu dan membiarkan orang itu menyapu wajahnya.

"Ngelihat lo main tadi, gue kayak nonton Brittney Griner main, loh" Griner? pemain dengan skill dewa itu?! Bukankah terlalu berlebihan jika menyamakan Maya dengan seorang pebasket legenda tersebut.

Seseorang muncul dari balik daun pintu, "lama banget sih, May. Bolanya ketemu?"

Tak kalah dengan Lily. Maya lebih  terkejut, menyadari kedekatan yang tak wajar itu, kemudian mendorong kuat cowok yang ada di depannya "l-lo apa-apaan sih, gila lo, ya? Sok kenal" sial, Maya merasa bodoh.

"Kita emang belum kenal, tapi percaya deh, feeling gue kita akan jadi dekat dan anehnya hal itu enggak bisa dihindari" cowok itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Jangan sok jadi dukun deh, enggak mempan. Udah yok, Li!" Maya menarik Lily yang masih terdiam.

"Bolanya enggak jadi diambil?"

Maya berbalik, mendapati bola melayang menghampiri wajahnya. Namun untung saja dengan gerak reflek, Maya berhasil menangkap bola yang hampir saja mencium hidungnya.

Tatapan Maya menghunus ke punggung cowok yang baru saja berbincang dengannya. Giginya menggeretak menahan emosi ketika cowok tersebut berbalik dan mengedipkan sebelah matanya,  melemparkan senyum tersirat kepada Maya.

Dan di detik itu juga, Maya berjanji dalam hati akan menjauh sejauh-jauhnya dari orang seperti itu.

***

       

Kalau suka jangan lupa vote

Two Bad BrothersOnde as histórias ganham vida. Descobre agora