« thirTy tWo - L.M »

1.4K 240 17
                                    

-part 32-
.

Café
At 9.15 p.m

Jimin!pemuda yang hampir sampai di motornya itu berhenti. Menoleh pada sumber suara yang berasal dari Jihyo. “Ya?” balasnya. Dibenarkannya tali ransel yang ia sampirkan pada satu bahunya, ransel yang ia gunakan ke sekolah sehari-hari. Oh, ya. Dia juga masih mengenakan seragamnya, karena ia ke kafe sepulang sekolah.

“Jhope oppa menyuruhmu menunggu.” Jimin terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. Dan mereka berdua berjalan masuk kembali ke kafe.

“Kau masih berangkat? Bukankah sudah tinggal menunggu kelulusan?” tanya Jihyo, berbasa-basi dalam langkah keduanya menuju pantry.

“Aku hanya malas di rumah, jadi menyibukkan diri di sekolah adalah jalan keluar. Yea, meskipun aku tak benar-benar sibuk di sana.” Jimin terkekeh kecil, di susul Jihyo.

Kemudian keduanya sampai di pantry.

Jihyo berpisah dengan Jimin yang mendekati Jhope, lalu membuat kopi yang akan menemaninya di meja kasir nanti. Setelahnya, gadis itu keluar, memberi ruang untuk Jhope dan Jimin bicara. Karena sepertinya, dua orang itu punya pembahasan penting.

Tinggalah dua manusia itu.

Jimin dan Jhope.

Jhope duduk di kursi kayu, sedangkan Jimin memilih bersandar pada tepian meja pantry.

Dua pemuda itu terlihat menghela nafas sebelum bicara.

“Kau tunggulah aku, nanti kita pulang bersama.”

Jimin mengernyit mendengarnya.

“...ke rumahku.” Jhope melanjutkan ucapannya.

Dan melihat ekspresi bingungnya, Jhope paham, Jimin tengah kebingungan.

“Itu lebih baik daripada menghabiskan malammu di club.”

Itu membuatnya tersentak.

Mungkin Jimin berpikir, darimana Jhope tahu mengenai itu. Tapi kemudian pemuda itu tersadar, mungkin karena Jhope sering memergokinya pulang dalam keadaan mabuk. Mereka seringkali berpapasan ketika waktu Jhope selesai dengan shift-nya, lalu Jimin dengan clubbing-nya.

Alasan serupa dengan yang Jimin katakan pada Jihyo. Bahwa, ia tak ingin di rumah. Apalagi kalau...

“...Ayahmu di rumah?” sepertinya, Jhope dan Lisa memanglah yang paling mengerti dia. Karena dua orang itulah yang tahu keadaannya.

Jimin hanya menatapnya.

Lalu beranjak, sembari berkata. “Aku akan menunggumu di ruang pekerja.”

Dan saat itulah Jhope tahu, bahwa ia benar.

Pemuda Jung itu menghela nafas. Antara bersyukur karena Jimin mendengarkannya, dan merasa iba karena dia tak tahan melihat Jimin dengan raut murung itu.

Sedangkan Jimin, ia memilih menunggu Jhope, seperti apa yang pemuda itu minta. Lagipula, jika ia menolak, akan panjang urusannya.

Berakhirlah Jimin di ruang pekerja. Melempar ranselnya sembarang, lalu duduk di sofa maroon yang ada. Ia merogoh sakunya, meraih benda pipih pintar miliknya. Berniat menghubungi Lisa. Namun, ia kembali menimbang-nimbang. Apa tidak apa-apa jika menelponnya di kegiatan sekolahnya?

L. M 🍒 [Love too Much x Lalisa Manoban]Where stories live. Discover now