Dua puluh empat

35 4 0
                                    

Happy reading'-'

♡♡♡

Haura baru saja sampai di taman kota, tempat yang sudah ditentukan oleh si pengirim pesan yang tidak dikenalinya. Haura sebenarnya bingung untuk pergi atau tidak, bisa saja ini jebakan dari orang-orang yang tidak suka dengannya. Tapi, feeling-nya mengatakan untuk datang.

Haura celingak-celinguk mencari orang itu. Suasana tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang di sini, hal itu membuat Haura semakin kebingungan mencari orang tersebut.

"Haura!" panggil seseorang dari arah belakang. Dengan spontan Haura membalikkan badannya menghadap sumber suara.

Seketika ekspresi Haura berubah saat mendapati siapa yang memanggilnya itu. Saat Haura ingin pergi, tangannya dicekal oleh orang itu.

"Jangan ngehindar, Ra." Tatapan matanya menatap Haura lembut. Orang itu pun membawa Haura ke tempat duduk yang ada di taman. Lalu menyuruh Haura untuk duduk.

"Kakak kangen sama kamu," ucap orang itu dengan nada rendah, matanya yang sendu menatap manik mata Haura lekat-lekat.

Ya, orang itu adalah Brian Afganis-kakak kandung Haura. Mereka berpisah  dari kecil, karena Haura dibawa pergi oleh omanya.

Mata Haura bergerak menghindari tatapan mata sang kakak. Haura tidak boleh luluh begitu saja hanya dengan tatapan mata. Dia harus kuat.

"To the point aja, Kak." Tanpa basa-basi Haura langsung menanyakan inti dari mengapa kakaknya sengaja mengajak ketemuan. Pasti ada sebab dari semua ini.

Brian menghembuskan nafasnya. "Kamu udah banyak berubah ya, Ra."

"To the point aja, Kak!" Haura mengulangi kalimatnya dengan penuh penekanan.

"Oke-oke."

"Besok adalah hari ulang tahun papa. Di rumah akan ada acara untuk merayakannya, yang diundang cuma rekan-rekan bisnis papa sama tetangga-tetangga aja."

Haura mendengarkannya dengan malas, tapi ia masih tetap diam menunggu kelanjutan dari kakaknya.

"Jadi, kamu nanti datang, ya." Mendengar kalimat itu Haura langsung berdiri, namun lagi-lagi tangannya dicekal oleh Brian, membawanya untuk kembali duduk.

Sudah Haura duga, pasti ada alasannya mengapa Brian mengajaknya ketemuan setelah sekian lama mereka berpisah.

"Datang ya, Ra."

"Kakak pasti tau 'kan jawaban aku apa?"

"Tapi Ra, Mama yang nyuruh Kakak buat ngundang kamu."

"Terus, aku harus peduli?" Terserah jika kalian menganggap Haura kurang ajar terhadap kakaknya sendiri. Karena jujur, Haura bener-bener muak dengan keluarganya.

Rumah yang katanya orang adalah istana itu, justru neraka bagi Haura. Nasib baik terjadi padanya, sang oma akhirnya membawa Haura keluar dari neraka itu.

"Ra! Mama yang nyuruh!"

Haura menghembuskan nafasnya. "Aku nggak janji."

Senyum seketika terlukis di wajah Brian mendengar respon dari Haura itu.
"Usahain datang ya, Ra."

Haura mengangguk singkat, lalu segera berdiri. "Aku pergi dulu."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Haura menyeret kakinya menjauhi Brian.

"Ra!" panggil Brian yang membuat langkah kaki Haura terhenti, Haura pun menoleh ke belakang.

"Jangan lupa besok malam, ya." Brian tersenyum lembut mengucapkan kalimat itu.

Tanpa merespon ucapan sang kakak, Haura kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti tadi, meninggalkan kawasan taman kota.

***

Kini Haura tengah berada di kedai es krim langganannya. Setelah dari Taman kota tadi, Haura langsung mengarahkan tujuannya ke sini.

Sambil menunggu pesanan es krimnya datang, Haura memainkan ponsel. Mengecek sosial media, barangkali ada nontifikasi penting.

Tak lama kemudian, seorang cowok dengan seragam putih abu-abunya berhenti di depan kedai. Setelah memarkikan motor sport-nya, cowok itu melangkahkan kakinya mendekati Haura.

"Udah lama?" tanya cowok itu sambil mengambil posisi duduk di depan Haura.

"Nggak juga," jawab Haura yang kini sudah tidak lagi memainkan ponselnya.

Cowok itu adalah Arsya. Tadi, saat Arsya mengirimkan pesan pada Haura dan menanyakan keberadaannya, Haura membalas bahwa ia sedang berada di kedai es krim.

Arsya pun langsung menyusul Haura ke sini, setelah pulang sekolah.

"Sekolah sepi nggak ada lo," ucap Arsya lesu.

"Ha?" Haura mengerutkan keningnya mendengar ucapan Arsya barusan.

"Iya, sepi. Kan nggak ada lo."

"Ada atau nggaknya gue di sekolah nggak akan ngaruh sedikitpun sama suasana sekolah."

"Loh, kata siapa?"

"Kata gue, karena memang gue bukan siapa-siapa di sekolah. Nggak kayak anak OSIS yang bisa dengan mudahnya menghakimi seseorang yang tidak bersalah. Keadilan selalu saja berpihak pada mereka," ucap Haura panjang lebar.

Arsya terdiam, ia paham ke mana arah pembicaraan Haura. Ini berkaitan dengan mengapa Haura bisa di-skor, padahal tidak ada bukti yang mengatakan bahwa Haura bersalah.

Ternyata benar, keadilan hanya berpihak pada orang-orang penting saja.

"Pesanannya, Mbak." Pelayan datang dengan membawa es krim pesanan Haura, membuat obrolan kedua anak remaja itu terhenti sejenak.

"Makasih," balas Haura. Lalu tanpa menawari Arsya sedikitpun, Haura langsung melahap es krimnya.

"Nggak ada niatan untuk nawarin gue gitu?" tanya Arsya.

"Enggak."

Arsya mendengus mendengar respon singkat dari Haura.

"Jadi, tadi lo habis dari mana?" tanya Arsya lagi.

"Taman kota."

"Ngapain?"

"Ketemu kak Brian."

"Terus gimana?"

"Apanya?"

"Ya gimana?"

Haura menghembuskan nafasnya kasar. "Gue diundang ke acara ulang tahun papa besok malam."

Arsya masih setia menatap Haura, meskipun ia sedikit bingung. Tapi masih menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari bibir mungil cewek di depannya.

"Tapi gue nggak yakin bakalan pergi."

"Kenapa?" Haura mengangkat bahunya acuh. Haura kembali melahap es krimnya, tidak lagi berniat untuk melanjutkan ucapannya itu.

Pengunjung semakin ramai berdatangan, membuat suasana yang tadinya tentram menjadi sedikit bising. Arsya dapat melihat dengan jelas bahwa Haura tidak nyaman dengan kebisingan ini. Tapi, Arsya masih tetap diam memandang cewek di depannya yang sedang asik melahap es krim.

"Ar!" panggil Haura.

"Ya?"

"Temenin gue pergi ke acara itu, ya."

♡♡♡

Kira-kira Arsya mau nggak ya?

Tetap tunggu kelanjutan dari kisah Haura ya.

Jangan pernah bosan klik bintang di pojok sana'-'

Ai lop yu 300 buat yang udah bertahan baca sampai sini♡
.
.
.
.
.

'Jadikan Al quran sebagai bacaan utama.'

Salam hangat,
Fuji

HAURA (COMPLETED)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz