Dua puluh satu

32 5 0
                                    

Happy reading!

"Semakin kita dewasa, akan semakin banyak masalah yang menghampiri. Mau tak mau kita harus menghadapi."

-Fuji-

♡♡♡

Haura berjalan di koridor dengan terburu-buru, kesal dengan sikap Dehan yang berubah dan kesal dengan semua masalah yang terus menimpanya.

Seperti biasa Haura tidak mempedulikan tatapan mata orang-orang yang melihatnya tak suka. Baginya, biarkan orang-orang menilai dirinya dengan sesuka hati. Cukup pasang tampang bodo amat.

Saking fokusnya berjalan, Haura jadi tidak sadar bahwa baru saja menabrak orang. Haura mendongak, matanya langsung melebar saat menyadari siapa yang ia tabrak. Entah Haura yang menabrak atau malah orang itu.

"Ups, ketabrak lagi," ucap siswi itu.

Ya, siswi itu adalah Tenia. Haura sampai  nggak habis pikir, mengapa ia selalu dipertemukan dengan orang yang satu ini di koridor sekolah, apalagi dengan adegan tabrakan.

Benar-benar konyol.

"Lo mau apa lagi?" tanya Haura dengan malas. Jujur, hari ini ia sudah capek dengan semuanya. Masalah yang kemaren aja belum selesai dan sekarang ia lagi-lagi harus berhadapan dengan sang pencari masalah ini.

Tenia terkikik. "Gue denger-denger lo ngilangin flashdisk-nya Lisa ya? Trus di-skor dua hari?"

"Selamat ya," lanjut Tenia sambil tersenyum penuh kemenangan. Tak lupa untuk bertepuk tangan seolah memberi selamat.

"Makanya jangan pernah sekali-sekali cari masalah dengan anak OSIS!" lanjut Tenia dengan pongaknya.

Haura yang mendengar itu tersenyum sinis. "Bukannya kebalik ya? Lo yang seharusnya jangan pernah cari masalah dengan gue!"

"Wah-wah, dibilangin makin ngelunjak ya?" Tenia lagi-lagi berseru kagum, yang lebih terdengar seperti ejekan.

"Pantes aja nggak ada yang mau berteman sama lo. Miris banget ya hidup lo! Udah nggak punya teman dan ... keluarga lo gimana? Baik-baik aja 'kan? Apa jangan-jangan ...."

Haura semakin geram, ditariknya kerah baju Tenia. Lalu menatap sang pencari masalah itu tajam. "Udah gue bilang, jangan pernah cari masalah sama gue! Paham lo!"

Haura melepas kasar cekraman tangannya pada kerah baju Tenia, sebenarnya ia ingin sekali memberi pelajaran pada cewek itu. Tapi baginya cukup, hari ini benar-benar telah menguras emosinya.

"Kenapa? Lo takut kalau rahasia keluarga lo kebongkar?"

Haura terdiam mendengar penuturan cewek itu. Dari mana dia tahu masalah itu. Haura saja sudah tak ingin membahas tentang itu, ia sudah berusaha untuk melupakan semua masalah tentang keluarganya.

Haura menatap Tenia dengan tatapan membunuh. "Jangan sok tau tentang keluarga gue!"

Setelah mengatakan kalimat itu dengan penuh penekanan. Haura berbalik, berniat untuk meninggalkan Tenia. Kakinya melangkah menjauh dari cewek yang suka cari masalah dengannya itu.

"Nggak sopan banget sih lo, gue lagi ngomong malah ditinggal!" geram Tenia sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.

Haura menulikan telinganya, kakinya terus melangkah menuju ke suatu tempat. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Haura berniat untuk bolos saja hari ini. Pikirannya benar-benar kacau.

Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Haura, menerbangkan rambut pendek Haura yang terkucir kuda.

Sekarang, Haura tengah berada di rooftop sekolah. Rencanannya untuk membolos benar-benar ia lakukan. Menjauh dari keramaian dan memilih tempat sepi adalah jalan satu-satunya untuk menenangkan pikiran.

"Ternyata lo ada di sini," ucap seseorang di belakang Haura. Haura mengenal suara itu, sudah tidak asing lagi dipendengarannya.

Terdengar suara langkah kaki mendekat. Lalu Haura merasakan seseorang mengisi sofa yang tengah ia duduki.

"Capek gue nyariin lo keliling sekolah," keluh Arsya yang kini tengah bersandar di sofa. Ya, orang itu adalah Arsya.

Haura hanya menoleh sekilas, lalu pandangannya kembali ke depan. Tidak merespon ucapan Arsya.

"Lo bolos?" tanya Haura.

"Kan nyariin lo," jawab Arsya santai.

Setelah itu keheningan kembali melanda mereka. Arsya mengalihkan pandangannya, menatap wajah Haura dalam. Cewek di sampingnya itu menatap dengan pandangan kosong.

"Lo masih mikirin yang tadi?" tanya Arsya masih dengan menatap Haura.

Haura tak mengubris, membuat Arsya menghembuskan nafasnya.
"Gue minta maaf, ini semua terjadi karena kemaren saat pertandingan gue ngajak lo pergi."

Haura menoleh, melihat wajah Arsya yang tertekuk. Bahkan, Haura sendiri tidak kepikiran untuk menyalahkan cowok itu.

"Bukan salah lo."

Dehan mengangkat kepalanya mendengar itu.
"Dua hari ke depan pasti sekolah bakal sepi."

Haura mengerutkan keningnya, membuat Arysa melanjutkan kalimatnya. "Sepi karena nggak ada lo."

Haura baru tersadar bahwa dua hari ke depan ia akan di-skor hanya karena masalah yang sama sekali tidak ia perbuat.

***

"Haura di-skor?" Karen langsung menodong Dehan dengan pertanyaan saat cowok itu memasuki kelas.

Dehan hanya mengangguk acuh terhadap pertanyaan Karen. Ia langsung menarik kursinya dan mendudukkan bokongnya di sana.

"Kok bisa?" tanya Karen lagi.

"Ya bisalah."

Karen duduk di atas meja Dehan, menatap cowok itu tajam.
"Apa lagi yang bakal lo perbuat setelah ini?"

"Maksud lo apa?" tanya Dehan bingung.

"Wahai sohib gue yang ganteng tapi lebih gantengan gue, lo sadar nggak apa yang udah lo perbuat ke Haura?"

"Katanya lo mau ngelindungi Haura, mau menjaga Haura, tapi ini apa?"

Dehan menatap malas ke arah Karen. "Gue cuma ngelakuin hal yang seharusnya gue lakuin!"

"Kalau lo cemburu Haura dekat dengan Arsya, nggak gini cara membalasnya!" ucap Karen dengan nada tinggi, membuat setiap pasang mata siswa yang ada di sana menatap ke arah mereka.

"Gue nggak cemburu!"

"Oh ya? Terus kalau nggak cemburu apa namanya?"

"Berisik lo! Sana minggir, ganggu aja!" Dehan mendorong Karen agar turun dari mejanya.

"Apa kata oma nanti ya kalau tau cucunya disakiti oleh bodyguard-nya sendiri?"

***

Makasih untuk yang udah mau baca sampai sini:)
Nantikan terus kelanjutannya ya

Jangan lupa sama bintangnya
.
.
.
.
.

'Jadikan Al quran sebagai bacaan utama.'

Salam hangat,
Fuji

HAURA (COMPLETED)Where stories live. Discover now