Sembilan belas

22 4 0
                                    

Happy reading!

"Berfikir sebelum berbicara adalah cara terbaik agar tidak melukai hati sesorang."
-Fuji-

♡♡♡

Setelah kepergian Haura dan Arsya, suasana di sana menjadi hening. Tidak ada yang berani bersuara. Termasuk Dehan, ia masih terus berfikir akan ucapan yang barusan ia lontarkan pada Haura.

Suasana sekolah yang juga sepi di karenakan hari sudah sore, siswa-siswi yang tadinya ikut menonton pertandingan basket tidak lagi terlihat batang hidungnya. Hal itu membuat atsmosfir di sekitar semakin dingin.

Karen yang dari tadi hanya diam menyaksikan mulai mendekati Dehan. Tampak jelas dari pancaran matanya bahwa Karen juga kecewa pada Dehan.

"Lo bener-bener keterlaluan!" ucap Karen dengan penekanan di setiap katanya. Tak lupa dengan menunjuk dada bidang Dehan menggunakan jari telunjuknya.

Sedangkan Dehan hanya diam dengan pandangan kosong. Tidak berniat membalas ucapan Karen sedikit pun.

"Kalau lo cemburu nggak gitu cara ngelampiaskannya!" Karen lagi-lagi bersuara.

Tidak pernah sebelumnya seorang Karen marah-marah pada sohibnya--Dehan. Tapi tadi, ucapan Dehan tidak bisa diterima. Apalagi kepada Haura kalimat itu ditujukan. Perempuan yang selama ini selalu mereka jaga dan lindungi, perempuan yang sudah oma-nya titipkan kepada Dehan dan Karen.
Entah bagaimana perasaannya itu sekarang.

"Gue nggak minat debat sama lo!" ucap Dehan sambil menatap Karen tajam. Siapa pun yang melihat itu pasti akan ketakutan, tapi tidak dengan Karen.

Lalu Dehan menarik tangan Lisa yang berdiri di sampingnya, membawa Lisa menuju mobil sport yang terparkir rapi di parkiran sekolah. Dehan tidak lagi memedulikan Karen yang masih menatapnya dengan kesal yang bertambah.

"Gue ditinggal?" beo Karen saat melihat mobil Dehan meninggalkan kawasan sekolah. Ia pun mendengus kesal.

***

"Ra," panggil Arsya sambil memelankan laju motornya.

Dari tadi, mereka hanya mutar-mutar di jalan. Arsya sengaja membawa Haura berkeliling dulu, sampai tangis cewek itu berhenti dengan sendirinya. Arsya hanya diam membiarkan Haura menumpahkan tangisnya di punggung kekar Arsya.

Haura diam tak bergeming. Arsya yakin, bahwa cewek itu pasti mendengar panggilannya. Tapi tidak disahuti oleh Haura. 

"Ra," panggilnya lagi.

Haura menarik kepalanya dari punggung Arsya. Lalu mengusap pipinya yang dibanjiri dengan air mata. Hal itu tak luput dari pandangan Arsya, cowok itu memperhatikan Haura dengan seksama dari balik kaca spionnya.

"Lo mau langsung pulang?" tanya Arsya.

Haura menggeleng. "Ke danau."

Tanpa bertanya lagi, Dehan mengarahkan motornya ke arah danau. Tempat di mana ia pernah menemani Haura duduk melamun, menatap hamparan danau yang tenang.

Motor sport Arsya berhenti di tepi danau. Suasana di sini sepi, tidak ada orang. Mungkin karena letaknya jauh dari jalanan. Suara bising kendaraan tidak terlalu terdengar jelas ke sini.

Benar-benar tenang.

Haura turun dari motor sport itu, ia kembali mengahapus sisa-sisa air mata yang tinggal di pipinya. Tanpa sadar jika Arsya membuka helm yang terpasang di kepalanya, membuat cewek itu diam mematung.

"Udah sampe, ayo!" ajak Arsya membuyarkan lamunan Haura. Setelah meletakkan helm Haura di atas motornya.

Haura berjalan pelan ke tepi danau sedangkan Arsya mengikutinya dari belakang.

HAURA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang