Tiga puluh tujuh

23 7 0
                                    

Happy reading!

"Ada kalanya kita harus berpura-pura tegar dalam menghadapi masalah. Tapi tidak selamanya ketegaran itu membuatmu baik-baik saja."

°°°°

Langkah kaki kedua remaja itu terhenti saat tepat berada di depan sebuah pintu rumah yang begitu familiar bagi mereka.

Arsya berbalik, menatap cewek yang kini berada di depannya. Kedua sudut bibirnya terangkat membuat sebuah lekungan.

"Semua akan baik-baik saja," ucapnya menenangkan.

Haura hanya bisa tersenyum samar, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua memang akan  baik-baik saja.

Tak lama kemudian, pintu terbuka menampilkan sosok wanita tua yang sangat mereka kenali. Ya, wanita tua itu adalah Oma Haura.

Wajah keriputnya tampak terkejut saat menyadari siapa tamunya tersebut.
"Ha–haura?"

Dengan cepat, wanita tua itu memeluk erat cucu kesayangan. Hingga membuat Haura sesak nafas.

"Kamu nggak papa 'kan? Ada yang luka?" tanya Oma memastikan sembari memeriksa tubuh Haura.

"Haura baik-baik saja, Oma."

Oma menghela nafasnya lega. "Kamu bikin Oma khawatir."

"Maafin Haura," ucapnya pelan.

"Oh ya, Oma sampai lupa. Ayo masuk dulu," ajak Oma yang dituruti oleh Haura dan Arsya.

Kini, mereka bertiga tengah duduk di ruang tamu. Suasana awalnya terasa canggung, tapi yang namanya Oma selalu punya cara untuk mencairkan suasana.

"Kamu ke mana saja?" tanya Oma mulai mengintrogasi Haura.

Haura menggeleng pelan. "Nggak ke mana-mana, Oma."

Lagi-lagi Oma hanya menghela nafasnya. Lalu wanita tua itu mengubah posisinya menghadap Arsya.

"Gimana caranya kamu membawa Haura pulang?" tanya Oma.

Arsya terkekeh. "Oma kayak nggak kenal aku aja."

"Arsya-Arsya, kamu selalu punya seribu satu cara jika itu berkaitan dengan Haura," jawab Oma sambil terkekeh.

"Di mana?" tanya Oma lagi.

"Di tempat favorit Haura untuk menenangkan diri, Oma."

"Sepertinya kamu lebih mengenali Haura daripada Oma." Wanita tua itu lagi-lagi tertawa.

Namun, tidak dengan cewek berambut sebahu yang sedari tadi menyaksikan mereka berdua dengan dahi berkerut.

"Ka–kalian saling kenal?" tanya Haura gugup.

"Ah, sepertinya ini waktu yang tepat," ucap Oma.

Haura semakin mengerutkan keningnya. "Apa yang nggak aku ketahui?"

Oma tertawa, lalu melirik sekilas ke arah Arsya. "Sebenernya ... Arsya adalah anak tetangga saat kamu masih tinggal dengan orang tua kamu."

HAURA (COMPLETED)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora