Dua puluh dua

38 4 1
                                    

Happy reading!

"Ternyata, banyak hal kecil di dunia ini yang mampu membuat kita tersenyum. Namun, kita kurang menyadari akan hal itu."

-Fuji-

♡♡♡

Kini Haura dan Arsya sedang menuju ke suatu tempat. Setelah menghabiskan waktu di rooftop tadi, lebih tepatnya membolos tadi. Haura dan Dehan langsung meluncur saat bel pulang berbunyi.

Entah kenapa kenapa Haura mau saja dibawa oleh Arsya. Nalurinya berkata untuk ikut saja. Dari pada ia pulang dengan Dehan yang akan membuat emosinya bertambah lagi.

"Masih jauh nggak?"tanya Haura saat menyadari bahwa mereka belum sampai-sampai ke tempat tujuan.

"Deket lagi kok," balas Arsya.

Haura menghembuskan nafasnya. Jujur, tangannya pegel jika berlama-lama melingkar di perut Arsya.

Haura menoleh ke samping kanan, melihat jalanan yang lumayan padat. Mungkin karena sekarang jam makan siang. Cuaca yang terik membuat Haura mengernyit, keringat mulai menetes di dahinya.

Sambil sesekali bersenandung, Haura menikmati perjalanan ini. Ponselnya sedari tadi terus bergetar menandakan ada panggilan masuk. Tapi Haura tak menghiraukan itu, sudah diduga itu pasti Dehan atau tidak Karen, kedua bodyguard-nya.

Motor sport milik Arsya berhenti setelah terparkir di halaman panti jompo. Ah, ternyata Arsya membawanya ke sini. Hal itu membuat Haura menarik sudut bibirnya sedikit, sangat tipis. Setidaknya dengan berada di sini bisa menenangkan pikirannya.

"Ayo!" ajak Arsya saat melihat Haura yang masih berdiri di samping motor.

"Eh iya." Haura berjalan mengikuti Arsya. Matanya terus menelusuri panti jompo ini. Adem! Itulah yang Haura rasakan saat melihat para lansia yang tengah bercengkrama sesekali tertawa. Ditambah lagi suasana rindang di sini karena banyaknya pohon-pohon.

Arsya mulai menyapa para lansia yang duduk di bangku taman, senyum mereka langsung mengembang saat menyadari siapa yang datang.

"Eh Cucu, udah lama nggak jengukin Nenek ya," ucap seorang nenek yang Haura ketahui namanya adalah nenek Sri. Ya, Haura mengetahuinya karena dulu ia juga pernah diajak ke sini bersama Arsya.

Arsya menyengir lalu ikut duduk di samping nenek itu. "Baru sempet sekarang, Nek."

Tampak wajah keriput nenek itu manyun. Haura yang melihat itu berusaha untuk menahan tawanya. Ini jauh lebih menggemaskan dari seorang bayi.

"Kamu bawa pacar lagi ke sini?" tanya sang nenek saat baru menyadari ke beradaan Haura di dekatnya.

"Bukan pacar, Nek," peringat Arsya.

"Kamu pikir Nenek nggak pernah muda?"

Lagi-lagi Arsya terkekeh. "Iya Nek, iya."

"Eh kamu ngapain masih berdiri?" tanya nenek Sri kepada Haura. "Cu, kasih pacarmu tempat duduk!" perintah sang Nenek kepada Arsya.

Haura yang mendengar itu kikuk sendiri. Bagaimana tidak, nenek ini menganggapnya pacar Arsya. Hal yang membuat Haura jadi salah tingkah.

"Eh iya, sini duduk pacar," ucap Arsya sambil menepuk-nepuk bangku di sebelahnya.

Haura membelalakkan matanya saat mendengar Arsya juga memanggilnya pacar. Lalu ia ikut duduk di sebelah Arsya. Sedangkan cowok itu hanya terkekeh melihat Haura yang setengah kesal.

"Nenek udah makan?" tanya Arsya mengalihkan pandangannya ke arah sang nenek.

"Kamu kalau ke sini nanyain itu mulu."

HAURA (COMPLETED)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon