35

2.8K 130 2
                                    

Jangan lupa klik bintangnya ya. Karena sibuk nugas jadi aku agak telat up, huhu.

Biar makin semangat ngetik, ayo tinggalin jejak kalian dengan komen di bawah ini. Karena komen kalian tuh sangat berpengaruh untuk cepet update.


Selamat Membaca

Hari ini Olin, Devan beserta keluarga pergi ke pulau pribadi milik Kevin. Sayang sekali keluarga Olin tidak ikut, karena mereka ingin Olin lebih dekat lagi pada keluarga Devan. Yang sebenarnya tanpa dimaksud begitu pun Olin sudah sangat dekat dan bahkan dianggap puteri sendiri oleh mereka.

"Kak, ayo kita ke sana. Pemandangan di puncak bianglalanya bagus banget. Kak Olin harus liat itu," ujar Sheila antusias menunjukkan semua fasilitas dan pemandangan pada Olin.

Memang selama liburan kali ini Sheila terlalu memonopoli Olin agar dekat dengannya. Hingga Devan merasa geram pada adiknya itu.

"Iya, nanti kita lihat ya," sahut Olin.

Devan semakin masam mendengarnya. Ia menyueki Olin sesampainya di pulau.

"Kamu kenapa Dev? Suram banget mukanya," tanya Olin hati-hati.

Devan berdecak sebal. "Tau! Gak usah ngomong sama aku."

Olin melongo dengan mulut sedikit terbuka.

Ini anak kenapa sih, emang gue salah apa coba?

"Olin, Sheila, Devan. Sini dulu istirahat," panggil Dyan yang sedang menyiapkan makanan untuk mereka semua.

Mereka bertiga-Olin, Sheila, Devan menghampiri Dyan yang sedang bersantai, sedangkan Kevin tebgah melihat istrinya yang sibuk.

"Pa. Kamu tuh ya, kebiasaan deh. Jangan minum soda terus," ujar Dyan memperingati suaminya.

Kevin hanya tersenyum dan menghentikan minumnya, lalu mencium pipi Dyan.

"Terus aja, Pa. Ngontrak kok kita," sahut Devan mendelikkan mata.

"Kamu sirik aja," cibir Kevin yang semakin menggoda Devan dengan mengelus kepala Dyan.

"Kamu tuh ya, biarin aja sih. Namanya juga sayang. Sirik tanda tak mampu," tukas Olin setengah berbisik.

Devan melihat Olin mencemooh. "Aku? Gak mampu?!"

Tanpa diduga, Devan memeluk erat tubuh Olin dan menciumi puncak kepalanya berkali-kali hingga Olin memberontak.

"Heh! Belum mahramnya," ujar Dyan memelototi Devan.

"Tunggu aja, Ma," sahut Devan santai dan melepaskan pelukannya.

Muka Olin sendiri sudah seperti kepiting rebus. Antara malu, kesal, dan terbuai menjadi satu.

"Cie Kak Olin... piwit," goda Sheila dengan bersiul.

"Udah jangan diganggu terus Olinnya, kasihan. Mukanya tuh udah merah kayak gitu," ujar Dyan sembari menata piring satu-satu kepada mereka.

"Olin luka kamu gimana? Udah diganti belum perbannya?" tanya Dyan sambil menaruh nasi dan lauk pauk di piring Olin.

"Udah nggak apa-apa, Ma. Paling beberapa hari lagi kering," ujar Olin memperhatikan lukanya.

Dyan tersenyum. "Alhamdulillah, jaga kesehatan ya. Jangan sampai terluka lagi."

"Iya, Ma. Pasti aku jaga diri kok," kata Olin sunguh-sungguh.

PRINCE PILOT [END]Where stories live. Discover now