04

10.5K 473 17
                                    

Yok vote dan komennya jangan lupa
Biar makin mantep

Koreksi untuk typo nya oke

Olin

Usai sarapan, kedua sahabatku segera bergegas merapikan barang-barangnya. Baru saja ingin beranjak dari kursi, suara Daddy membuat semua yang di ruangan itu terdiam.

"Olin, nanti malam sepulangnya Daddy dari kantor, kita akan mengunjungi rumah sahabat Dad yang Daddy jodohkan denganmu."

Aku pun dengan lesu menjawab. "Okay Dad,"

Mommy mencoba menguatkanku dengan menggosokkan tangannya ke punggungku.

Mom tersenyum hangat. "Keep strong, Sweety," aku pun membalas senyuman Mommy dengan getir.

Tanpa memusingkan hal itu, aku langsung membantu Mommy membereskan bekas sarapan, dan memindahkannya ke dapur.

- - -

Aku melenggang pergi meninggalkan dapur menuju kamar dengan langkah gontai. Sampai di kamar, aku langsung dicecar oleh pertanya mereka.

"Lin, lo kenapa? Kok lesu gitu? Perasaan tadi masih seger-seger aja."

Raina menghampiri, dan merangkul bahuku. Aku tersenyum getir seolah berkata baik-baik saja. "Gue gak papa kok, Rai."

"Gak Lin, lo pasti ada apa-apa. Cerita dong sama kita, kalau lo kaya gini kita merasa gak berguna jadi sahabat lo, gak bisa jadi tempat untuk berbagi duka," ucap Eriska. Mereka langsung berhambur memelukku.

Seketika tangisku pecah dalam pelukan ini, entah mengapa mengingat hal ini selalu membuat ku menangis.

"Lin, cerita ya. Kalau gak ada apa-apa gak mungkin lo nangis kayak gini!" ucap Raina mencoba menenangkanku dan di balas anggukan oleh Eriska.

Aku kembali terisak dan menceritakan yang akan terjadi. "Nanti malam gue bakal ketemu sama calon suami gue, gue belum siap Rai, Ris."

Eriska dan Raina sama-sama ikut menangis, mereka senantiasa mencoba menenangkan dan menasihatiku.

"Tenang aja Lin, gue yakin pasti om Alex itu udah bener-bener yakin dengan calon suami lo. Kita yakin, kalau Om Alex gak mungkin jodohin lo sama orang yang belum jelas asal usul serta pribadinya. Yang gue lihat, beliau bener-bener serius tentang perjodohan ini."

Raina mengangguk setuju atas ucapan Eriska. "Bener Lin, mending lo sholat istikhoroh. Biar lo tenang dan bisa dapat petunjuk kalo calon suami lo ini yang terbaik buat lo. Gue percaya, semua ada jalannya."

Mendengar ucapan mereka, membuatku merasakan ketenangan. Aku sangat senang mempunyai sahabat seperti mereka.

"Iya, makasih ya kalian udah mau tenangin gue. Gue gak tau lagi, kalau gak ada kalian gue kayak gimana," aku terkekeh pelan sambil menghapus air mata di pipi. Mereka ikut tertawa dan kembali melanjutkan kegiatan sebelumnya yang sempat terhenti.

- - -

"Lin kita pulang dulu ya. Soal perjodohan, lo tenang aja pasti itu pilihan yang terbaik. Dan lo jangan lupa saran gue tadi oke!"

"Iya-iya, makasih ya udah mau buat gue tenang. Ah rasanya pengen lo berdua terus tinggal di sini aja," ucap ku lirih dan sedikit merengut.

Raina tertawa lepas. "Tenang aja. Kita bakalan sering-sering kok tinggal di sini. Enak bukan dapet makanan yang yum yum yum. Tau sendiri bukan orang tua kita sering banget ke luar kota atau gak ya ke luar negeri, jadi sering kesepian deh. Nah pas orang tua kita ke luar, kita usahain buat nginep di rumah lo."

PRINCE PILOT [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon