26

4.4K 197 9
                                    

Budayakan vote sebelum membaca
_______________________________________

"Kamu ngapain di dapur, Lin? Bukannya istirahat," kata seseorang dari belakang mengejutkan Olin yang sedang mencuci piring.

Olin menoleh. "Oh ini Ma, aku baru selesai makan bareng sama Devan. Kan dari tadi siang dia belum makan, jadi takut kemaleman pas bangun makanya aku suruh makan dulu deh."

Dyan tersenyum menggoda. "Asik, sudah cocok kamu jadi istri. Sudah pintar banget ngurus Devan ya."

"Ya ampun Ma, gini sih belum apa-apa. Aku belum bisa dibilang pintar, aku aja masih manja gak ketulungan," Olin tersipu ketika terbayang tingkah kekanakannya.

"Ya nggak dong, manjanya kamu itu karena anak bungsu. Jadi, Mom dan Dad kamu takut kalo sikap kamu dewasa gak ada yang akan mereka manjain lagi. Kamu tau sendiri, kan kakak kamu itu bisnisnya udah sukses jadi, udah sedikit jauh dari orang tua."

Olin terdiam. "Iya memang. Sejak Kak Celine buka bisnis butiknya dia jadi jarang di rumah. Mom sama dad kelihatan rindu banget pas gak ada Kak Celine."

Dyan mendekati Olin, dan merangkul bahunya. "Maka dari itu, mereka gak mau kamu dewasa lebih cepat. Nanti mereka kesepian,"

"jadi, aku gak usah dewasa ya, Ma?" tanya Olin yang membuat Dyan tertawa mendengarnya.

Dyan menjawil pelan hidung mancung Olin. "Kamu tuh kelewat polos atau gimana sih? Jadi gemes Mama sama kamu."

Olin menyengir lebar. "Kata Mama kalo aku dewasa cepat nanti Mommy sama Daddy akan kesepian."

"Dewasa boleh, tapi karena kamu bersikap dewasa bukan berarti kamu berpikir kalau manja itu sudah bukan waktunya lagi. Ngerti sayang?" kata Dyan dan ditanggapi Olin dengan anggukan cepat.

"Nah pintar," Dyan memeluk Olin erat seperti takut kehilangan putrinya.

"Lin!" teriak seseorang dari lantai atas yang membuat Dyan melepaskan pelukannya.

"Iya," jawab Olin.

Dyan menggeleng mendengarnya. "Nah tuh big baby-nya udah ngamuk, gih kamu urus. Pusing mama kalau dia udah begitu,"

Seketika pipi Olin merona mendengarnya. "Ya udah Ma, Olin pamit ke atas dulu ya."

Dyan mengangguk. "Iya, hati-hati ada bisikan lewat. Ingat ya, jangan sampai kalian lewat batas!"

Olin meneguk ludahnya susah payah. "I-iya Ma,"

Dyan tertawa melihatnya. "Mama cuma bercanda kok."

"Olin!" suara teriakan lagi terdengar, siapa lagi kalau bukan Devan.

"Iya sebentar," jawab Olin.

"Kamu ngapain aja sih di bawah, lama banget deh sampe lumutan aku nunggunya." seru Devan ketika melihat Olin memasuki kamarnya.

Olin menahan senyumnya. "Emang kenapa?"

"Ya aku mau tidur, udah ngantuk banget tau." kata Devan.

Olin menaikan alisnya sebelah. "Ya tidur tinggal tidur, ngapain pake nungguin aku segala coba?"

"Ya, kan gak ada guling bernyawanya, gak nyenyak." jawab Devan.

Pipi Olin memanas. "Apa sih kamu, emang ada gitu guling bernyawa?"

"Ya kamulah gulingnya, gimana sih," gemas Devan.

Langsung saja Devan menarik tubuh Olin ke atas tubuhnya dan dipeluknya erat sampai sang empu merasa sesak karena saking eratnya pelukan Devan.

PRINCE PILOT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang