Disturbia

18.3K 2.4K 99
                                    

Vincent bangkit dari sofa dan berlutut di depan Marsha yang masih duduk di tempatnya. "Kamu bilang apa barusan? Aku nggak salah dengar, kan? Kamu setuju nikah sama aku?" tanya Vincent bertubi-tubi. Tangan kanan lelaki itu memegang lutut Marsha.

"Iya, aku setuju nikah sama kamu," gumam Marsha dengan wajah memerah.

Jawaban itu membuat Vincent memajukan tubuh untuk mencium bibir Marsha. Dia tak peduli meski ada empat pasang mata yang memperhatikan tingkah Vincent. Lelaki itu juga mengabaikan suara dehaman dan batuk-batuk ribut yang sudah pasti berasal dari kedua adiknya. Saat ini, Vincent terlalu bahagia.

"Vin, kita diliatin orang," bisik Marsha sambil mengelus pipi lelaki itu.

"Ya iyalah diliatin orang. Kami kan bukan monyet," sergah Taura yang ternyata mendengar kata-kata Marsha. "Baru kali ini ngeliat anak sulung keluarga Ishmael begitu ekspresif, ya? Biasanya, sok cool biar dianggap keren," dia terkekeh.

Vincent akhirnya berdiri dengan tangan kanan terulur ke arah Marsha. "Yuk, kita pergi. Nggak ada gunanya tetap di sini. Mereka cuma akan ngeledek kita."

Taura berdiri untuk mengadang Vincent begitu Marsha berdiri dan memegang tangan lelaki itu. Sementara Hugo buru-buru menutup pintu dan mengantongi anak kuncinya. Tampaknya, Vincent dan Marsha takkan bisa keluar dari rumah Hugo secepat yang dia inginkan.

"Jangan pergi dulu, Kak!" larang Taura. Kali ini, seringai jailnya tak terlihat sama sekali. "Kalian harus ngejelasin beberapa hal dulu di depan kami semua. Pertama, sejak kapan Kakak berniat menikah?"

"Kedua, apakah kesediaan Marsha itu memang karena udah siap menikah atau karena Kakak ngancem apalah," imbuh Hugo. Lelaki itu berdiri di sebelah Taura.

"Ketiga, kapan kalian berencana menikah? Kami nggak keberatan ikut nyiapin segalanya," cetus Dominique yang tetap bertahan di sofa yang didudukinya.

Lalu, Inggrid yang biasanya paling tenang itu pun ikut-ikutan berkomentar. "Keempat, apa rencana kalian untuk mengatasi masalah kontrak kerja Marsha? Karena belum boleh nikah selama dua tahun pertama, kan?"

Vincent dan Marsha saling berpandangan. Mereka tahu, tak memiliki banyak pilihan. Akhirnya, keduanya kembali duduk. Saat ini, sebenarnya perasaan Vincent sedang tak keruan. Ada rasa tak percaya jika Marsha setuju menikah dengannya. Tadi, gadis itu meminta waktu untuk mempertimbangkan lamaran Vincent, kan? Dia mengira, Marsha akan butuh waktu berhari-hari sebelum membuat keputusan.

Ah, gadis tercintanya memang selalu mengejutkan.

"Aku akan bikin kopi biar semuanya nggak ngantuk," kata Dominique sambil tertawa kecil. Perempuan itu berdiri dari sofa. "Kakak dan Marsha nggak boleh pulang sampai kita bahas semua detail rencana pernikahan kalian," imbuhnya sebelum meninggalkan ruang tamu.

Vincent melongo. Dipandanginya wajah-wajah yang sedang menatapnya. Sementara tangan kanan Vincent masih menggenggam jemari Marsha. Gadis yang barusan menyatakan kesediaan untuk menjadi istrinya, duduk di sebelah Vincent. Dia mendengar tawa kecil Marsha.

"Aku belum sempat ngobrol berdua dengan Marsha," keluh Vincent. "Padahal, aku juga pengin menginterogasi dia karena tadi Marsha minta waktu untuk mikirin lamaranku."

Taura menjawab, "Interogasinya nanti-nanti ajalah, Kak. Kayak nggak punya waktu berduaan aja. Mumpung semua anak-anak Bapak Julian dan Ibu Salindri lagi ada di sini, mending sekalian kita bahas rencana pernikahan kalian. Kakak nggak mungkin ngelamar tapi nikahnya lima tahun lagi, kan?"

"Lima tahun apanya? Kelamaan itu," komentar Vincent.

"Nah, makanya kita bahas pernak-pernik pernikahan dari sekarang. Gini-gini, aku dan Hugo lebih berpengalaman dibanding Kakak untuk urusan nikah. Kami lebih tau kerempongan kayak apa yang harus dihadapi oleh calon mempelai."

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang