Ice Cream

27.2K 3.3K 131
                                    

Mereka tiba di UnderGround lebih lama dibanding seharusnya. Pasalnya, mereka terhadang kemacetan di pintu tol, baik saat hendak masuk maupun ketika mau keluar. Padahal ini bukan akhir pekan.

Sepanjang perjalanan, Marsha banyak bercerita tentang kakek dan neneknya yang akan menginap selama tiga malam di Bogor. Gadis itu pun sudah memesan hotel untuk keduanya. Marsha sama sekali tidak menyebut-nyebut nama orang tuanya. Namun, Vincent merasa tak perlu bertanya apa-apa. Karena itu artinya, orang tua kekasihnya takkan menghadiri acara istimewa itu.

Vincent memesan sandwich tuna keju. Sedangkan Marsha memilih sandwich sosis. Gadis itu juga mengorder satu porsi french fries. Keduanya kompak memesan air mineral. Marsha pamit ke toilet tak lama kemudian.

Ponsel Vincent berdering. Hugo yang menelepon, mengundang lelaki itu ke rumahnya untuk makan malam hari Minggu ini. Sebelum mengakhiri panggilannya, Hugo mengingatkan agar Vincent mengajak Marsha juga.

"Awas kalau kamu datang sendirian, Kak! Kamu harus ngajak Marsha karena kami pengin kenalan sama cewek yang udah bikin anak kesayangan Mama mulai berani ngelawan."

Telinga Vincent nyaris tuli karena mendengar suara tawa adiknya sebelum Hugo menutup telepon tanpa menunggu responsnya. Vincent menghela napas sembari meletakkan gawainya di atas meja. Entah bagaimana, "perdebatan" Vincent dengan ibunya beberapa hari silam, ternyata sudah didengar Hugo. Artinya, Taura pun pasti sudah tahu juga. Karena keduanya tak bisa saling menjaga rahasia.

Tiga orang laki-laki memasuki restoran sembari mengobrol lumayan berisik. Dua di antaranya sempat saling dorong sambil bercanda, menyebabkan pria yang berkemeja hijau menyenggol meja yang ditempati oleh pasangan paruh baya. Si kemeja hijau bahkan tidak menggumamkan kata maaf. Setelah itu, ketiganya kembali berjalan, seolah tak terjadi apa-apa.

Saat itulah ketiganya berpapasan dengan Marsha yang baru keluar dari toilet. Salah satunya bersiul, sementara si kemeja hijau berhenti di depan Marsha. Vincent memperhatikan dengan alis terangkat. Entah apa yang dikatakan laki-laki itu pada Marsha, dia tak bisa mendengarnya.

Marsha terus melangkah, mengabaikan tiga pria yang jelas-jelas mengganggunya. Vincent sedang mempertimbangkan apakah dia perlu melakukan sesuatu saat si kemeja hijau menepuk bokong Marsha. Darah Vincent pun mendidih. Dia buru-buru beranjak dari tempat duduknya, tapi ternyata kalah cepat dari Marsha.

Gadis itu sudah berbalik, memelintir tangan lelaki lancang itu dengan gerakan cepat, lalu menendang tulang keringnya. Tahu-tahu, si kemeja hijau sudah terjerembab ke lantai sembari memaki-maki. Tak puas, Marsha juga maju dan menginjak tangan kanan si kemeja hijau. Vincent mendengar beberapa pengunjung restoran memberi dukungan pada Marsha. Salah satunya sengaja berdiri dan mengadang kedua teman si kemeja hijau agar tak bisa maju.

"Sha, kamu nggak apa-apa?" tanya Vincent. Laki-laki itu sudah berada di sebelah kanan pacarnya. Tatapan tajamnya tertuju pada si kemeja hijau yang masih mengaduh dan kedua temannya yang tampak terlalu terkesima.

"Aku nggak apa-apa. Kalau cuma ngadepin laki-laki mesum kayak gini, masih sangguplah," sahut Marsha. Meski bicara dengan nada tenang, tapi Vincent bisa melihat kemarahan yang bergelora di wajah sang pacar.

Vincent berjongkok. Mau tak mau Marsha pun menggeser kakinya yang tadinya menginjak tangan si kemeja hijau. "Apa kamu masih butuh pelajaran tambahan supaya tanganmu nggak seenaknya nyolek sana-sini?" tanya Vincent dengan nada dingin.

Hilang sudah sikap sok jago si kemeja hijau. Laki-laki itu masih meringis sembari berusaha berdiri, tapi sudah tak ada kata-kata makian yang meluncur dari bibirnya. Vincent juga ikut menegakkan tubuh. Tangan kanannya terkepal. Dia tergoda ingin meninju laki-laki ini tapi mati-matian menahan diri. Dua teman si kemeja hijau berdiri agak menjauh. Salah satu pengunjung UnderGround meminta manajer restoran mengusir mereka.

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang