Complicated Heart

21.1K 2.6K 62
                                    

Marsha berkonsentrasi menjalani proses rekrutmen pegawai Bank Nusantara. Setelah mengajukan lamaran, gadis itu dipanggil untuk mengikuti serangkaian tes. Mulai dari tes kompetensi, psikologi, hingga pengujian obat terlarang. Setelah dinyatakan lolos, Marsha pun menghadapi wawancara yang membuatnya lumayan tegang.

Sehari sebelumnya, Vincent sempat menelepon. Memberi gadis itu semangat untuk menghadapi wawancara. Kalimat motivasi dari sang pacar, cukup sukses mereduksi kecemasan Marsha. Setelah itu, dia juga menelepon kakek dan neneknya untuk meminta restu. Marsha percaya pada kekuatan doa.

Ada beberapa pilihan lowongan yang tersedia. Namun, sejak awal dia sudah tertarik pada posisi CSO, Customer Service Officer. Marsha benar-benar tak berniat menjajal peluang sebagai teller, back office, atau marketing.

Malamnya, Vincent datang ke tempat indekos Marsha dengan banyak makanan. Ada sekantong plastik berisi roti, muffin, dan cake potong aneka rasa. Serta dua porsi nasi bakar teri medan kemangi.

"Belakangan ini kamu kan stres mikirin tes macem-macem. Jadi, sekarang saatnya untuk banyak makan. Tadinya mau ngajak makan di luar tapi ada kerjaan yang bikin aku nggak bisa pulang cepat," urai Vincent, menjawab pertanyaan Marsha tentang alasannya membawa makanan.

"Tapi Vin, ini kebanyakan," kata Marsha. "Kenapa nggak sekalian bawa es krim? Lima rasa, biar lebih afdol," guraunya.

"Yuk, makan dulu, Sha. Aku lapar." Vincent menepuk sofa kosong di sebelahnya, meminta Marsha duduk di situ. "Soal es krim, tenang aja. Nanti bakalan ada saatnya aku beli dua puluh satu rasa sekalian."

Marsha terkekeh. Dia meletakkan nasi bakar yang masih terbungkus daun pisang itu ke atas piring yang dipinjamnya dari keluarga Bastian. "Janji, ya? Dua puluh satu, nggak boleh kurang."

"Iya, janji," balas Vincent. Lelaki itu menerima piring yang disodorkan kekasihnya.

"Ini beli di mana? Masih hangat gini."

"Beli di dekat kantor. Aku nggak sempat pulang dan mandi dulu, langsung ke sini. Nggak sempat juga nyari makanan lain. Takut kamu keburu udah makan."

"Tadinya memang udah mau beli makanan, tapi batal karena kamu nelepon dan bilang mau ke sini." Marsha memasukkan suapan pertama ke dalam mulutnya. Nasi bakar ini rasanya enak. Tampaknya, Vincent memiliki selera bagus untuk masalah makanan. Marsha tak pernah kecewa dengan menu yang direkomendasikan lelaki ini.

"Enak?" tanya Vincent.

"Enak. Aku belum pernah makan nasi bakar isi teri medan gini, Vin. Biasanya nasi bakar udang atau ayam. Ternyata lebih mantap yang ini," pujinya.

"Aku lega kalau kamu suka."

Mereka duduk berdampingan di ruang tamu itu, menikmati makan malam sederhana sembari mengobrol ringan. Teman-teman Marsha yang lain sangat jarang menggunakan tempat itu untuk menerima tamu. Umumnya, mereka lebih suka bertemu di luar. Kecuali ada anggota keluarga yang datang untuk menjenguk.

"Gimana tadi wawancaranya? Lancar, Sha?" tanya Vincent setelah lelaki itu menghabiskan makanannya.

"Bisa dibilang gitu. Awalnya rada grogi dan deg-degan. Trus aku ingat kata-katamu kemarin, supaya jangan terlalu banyak mikir dan berusaha santai. Wawancara itu nggak nentuin hidup dan mati masa depanku, cuma salah satu fase dalam hidup yang harus kulewati. Efeknya lumayan bikin aku nggak tegang lagi. Lulus atau gagal, aku nggak terlalu mikirin." Marsha menoleh ke kanan. "Makasih ya, Vin."

"Aku nggak ngapa-ngapain. Kamu yang melakukan semuanya sendiri. Berterima kasihlah sama dirimu, Sha."

"Duh, beda memang kalau punya pacar yang udah matang. Aku bisa ikutan bijak." Marsha menyandarkan kepala di bahu Vincent. Piringnya yang sudah kosong masih berada di pangkuan. "Kadang merasa kayak mimpi, sih. Karena bisa punya kamu dalam hidupku, Vin."

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang