I Do

22.4K 3K 106
                                    

Vincent menyalami kakek dan nenek Marsha dengan sikap takzim. Melati langsung menyambutnya dengan sikap ramah begitu Marsha memperkenalkan laki-laki itu sebagai kekasihnya. Berkebalikan dengan Afrizal yang sejak awal sudah "menuduh" Vincent sebagai supir taksi atau pemilik tempat indekos yang dihuni Marsha. Laki-laki itu tahu, kakek pacarnya sengaja melakukan itu. Demi menegaskan jurang usia Vincent-Marsha yang terlihat jelas.

"Kamu pacaran sama Shasha? Udah berapa lama?" Afrizal memulai interogasinya. Saat itu Vincent baru tahu jika pacarnya memiliki panggilan sayang.

"Kek, nggak usah judes gitu," sergah Marsha. "Kami belum lama pacarannya, baru tiga minggu."

Afrizal menatap cucunya. "Sha, bukan kamu yang Kakek tanya. Tapi laki-laki ini. Siapa tadi namanya? Vicenza?"

Vincent menjawab sesopan mungkin, "Vincent, Kek."

"Kek, ntar aja sesi wawancaranya. Sekarang, mending kita jalan dulu," usul Marsha yang mendapat dukungan dari neneknya. "Sekali lagi ya, namanya Vincent. Emangnya Kakek nggak bisa bedain nama orang sama merek perlengkapan makan?" imbuhnya sewot. Vincent berpura-pura tidak mendengar perdebatan antara cucu dan kakeknya.

Ketika Vincent hendak membawakan koper yang digeret oleh Afrizal, laki-laki itu menatapnya dengan galak. "Kamu nggak perlu repot-repot. Saya masih sanggup bawa koper sekecil ini sendiri."

Vincent menelan ludah. Kini, dia bisa paham alasan kecemasan Marsha. Seumur hidup, Vincent belum pernah berhadapan dengan pria segalak Afrizal. Namun, dia menjadi lebih tenang karena sikap Melati. Perempuan itu malah menggandeng lengan kiri Vincent.

"Udah, biarin aja Kakek bawa kopernya. Tenaganya nggak kalah dibanding anak umur dua puluhan," ucapnya. Mereka berjalan bersisian, sementara Marsha menemani kakeknya. Vincent sempat melirik ke arah keduanya. Saat hanya menghadapi cucunya, Afrizal bersikap begitu hangat.

"Kamu beneran pacaran sama Shasha?" tanya Melati.

"Iya, Nek."

"Kenapa tertarik sama Shasha? Udah kenal lama?"

"Kenalnya belum lama, baru beberapa bulan. Saya tertarik sama Marsha karena dia unik, beda dari cewek lain. Marsha juga orang yang optimis, spontan, ceria. Saya suka semuanya," jawab Vincent tanpa bertele-tele.

"Tapi, jalanmu nggak bakalan mudah. Kakeknya Shasha nggak akan percaya begitu aja sama laki-laki yang ada di dekat cucunya. Dia lebih sayang sama Shasha ketimbang anaknya."

"Saya paham," jawab Vincent. "Andai saya yang jadi Kakek, saya pun pasti akan melakukan hal yang sama. Jadi, nggak ada masalah."

Tawa kecil Melati terdengar. "Bagus kalau gitu. Shasha butuh laki-laki tangguh yang nggak gampang nyerah."

Perjalanan ke Bogor lumayan menyiksa bagi Vincent. Saat Marsha hendak duduk di jok depan, Afrizal buru-buru melarang. Laki-laki itu meminta cucunya duduk di jok tengah, menemani Melati. Sementara dirinya yang menggantikan Marsha menduduki tempat di sebelah kiri Vincent.

Setelah itu, meski diprotes Marsha, kakeknya tetap mengajukan banyak pertanyaan pada Vincent. Mulai dari usia, pekerjaan, durasi perkenalan dengan Marsha, hingga alasan jatuh cinta pada gadis itu. Semua dijawab Vincent dengan lancar. Meski di hari normal dia takkan nyaman dengan pertanyaan yang sifatnya pribadi itu. Akan tetapi, kali ini Vincent tak punya pilihan lain.

"Apa kamu kesulian nyari pacar sebaya makanya memilih Shasha?" tanya Afrizal lagi.

"Saya memilih Marsha karena yakin dia adalah cewek yang tepat buat saya."

"Tepat untuk apa? Ditipu? Karena dia masih muda dan nggak berpengalaman?"

Vincent sempat menahan napas. Sementara Marsha kembali memprotes kakeknya, tapi diabaikan Afrizal.

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang