14. Diputuskan

39.5K 5.9K 1.2K
                                    

Semua keterlambatan update ini disponsori oleh kacaunya gue mengatur waktu.

Setelah sampai di part ini, gue mau dong pendapat kalian sejauh membaca Win-Ka-Win.

Selamat menikmati akhir pekan. Sehat2 terus kalian. Jangan ignore protokol kesehatan!
.
.
.
.
.

Surya mungkin sudah terbiasa menghadapi intimidasi dari lawan ketika membela klien dalam sebuah persidangan. Pria itu juga terbiasa berargumen, mengintimidasi balik, dan mempersuasi orang untuk memenangkan sebuah kasus.

Namun, kemampuan berargumentasi, mengintimidasi, dan mempersuasi orang itu mendadak hilang saat dia berhadapan dengan Dewi Mahendra. Wanita berdarah Jerman yang kini seluruh rambutnya telah berwarna keperakan itu tampak begitu cantik sekaligus berbahaya disaat bersamaan.

Seolah-olah dia memang dilahirkan dengan keangkuhan alami. Tulang hidung tinggi, dan mata berbentuk almond yang menyorot tajam. Surya mungkin sudah bertemu dengan banyak sekali wanita cantik, tetapi Dewi Mahendra jelas lebih berkarakter dari sekedar cantik.

"Siapa?"

"Surya Wibisana."

Dewi menatap Surya lekat-lekat, berusaha mengingat-ingat. Namun, nihil. Dia tidak pernah melihat maupun mengenal Surya Wibisana.

"Mbak!" tegur Trias.

"Aku mau bawa Winka." Dewi mengalihkan perhatiannya pada Trias.

"Ke mana?"

"Bandung."

"Mau ngapain, Mbak?" tanya Lita heran.

"Jalan-jalan. Suamiku nggak bisa diajak pergi. Dea dan suaminya trip ke Bunaken, dan Galih harus ngisi seminar di kampus."

"Hari Minggu kita ke Bandung," kata Dewi pada Winka.

Gadis itu celingukan. "Hari Minggu banget?" Minggu adalah jadwal gadis itu untuk mengurung diri di bengkel miliknya. Lagipula, minggu ini dia harus menyelesaikan draft desain yang diminta oleh bosnya. "Kayaknya aku ngggak bisa, Budhe."

"Kenapa?" Dewi melipat kedua lengan di depan dada, memasang sikap mengintimidasi.

Winka meringis. "Aku punya tanggungan kerjaan."

"Kamu selalu bisa bawa kerjaanmu ke mana-mana." Dewi masih bersikukuh.

"Nggak bisa, Budhe. Aku harus kerja di bengkel."

"Kita bisa pergi lain kali, Ma." Galih menengahi. "Winka harus kerja."

"Ya, kerja terus kamu!" Wanita itu tiba-tiba memicingkan mata. "Bukan mau pergi pacaran?"

"Hah?! Nggaklah! Pacaran sama siapa?" sangkal Winka. Budhe Dewi mengedikkan dagunya ke arah Surya. Winka tertawa. "Dia teman. Cuma teman," katanya meyakinkan.

"Tumben kamu bawa teman main ke rumah." Karena setahu Dewi Mahendra, Winka Winata jarang sekali membawa teman untuk datang ke rumah. Gadis itu nyaris tidak pernah berteman dekat dengan siapa pun. Teman yang pernah datang ke rumah gadis itu hanya terdiri dari dua jenis: 1. Teman kantor; 2. Teman kelompok kerja semasa kuliah.

Dan Surya Wibisana jelas-jelas tidak masuk ke dalam dua jenis teman tersebut.

"Saya sedang pendekatan dengan Winka." Surya tiba-tiba bersuara.

"Ah! Mau mantu kamu, Lit?" Budhe Dewi meletakkan tasnya, kemudian mengambil tempat di sebelah Lita.

"Nggak." Lita kebingungan. "Belum," katanya tidak konsisten.

Win-Ka-WinWhere stories live. Discover now