12. Seseorang Yang Saya Usahakan Sebagai Saya

33.9K 5.6K 757
                                    

Please kalau nagih cerita jangan kyk renternir 🤧

.
.
.
.
.

Surya Wibisana baru kali ini melihat seorang gadis begitu cantik dengan rambut berwarna ungu. Penampilan Winka sebenarnya bukan jenis penampilan memukau yang sering dia jumpai dalam acara-acara resmi.

Gadis itu hanya mengenakan sebuah gaun selutut bergaya retro dengan motif bunga mawar. Gaun itu berawarna salem, tampak sangat tidak serasi dengan warna rambut Winka yang begitu mencolok. Hanya saja, ketidak serasian itu justru terlihat begitu menarik ketika dilekatkan pada Winka Winata.

Kaki gadis itu terbalut stiletto setinggi hampir sepuluh senti yang mengaburkan tinggi asil gadis tersebut. Riasan wajahnya sepenuhnya mengandalkan lipstik berwarna merah menyala. Winka Winata terlihat seperti Katty Perry dalam versi mungil dan wajah oriental.

"Ini Winka, putri saya." Bram memperkenalkan gadis itu pada Bakti Wibisana dan Elma Wibisana. Pasangan diakhir enam puluhan yang masih terlihat bugar itu melemparkan senyum geli sekaligus takjub pada sosok gadis yang hanya pernah mereka lihat dari foto tersebut.

"Cute." Elma tentu saja nggak sedang beromong kosong. Mantan model sekligus aktris film itu paham betul kalau gadis yang dijodohkan dengan putranya memiliki selera berpenampilan yang unik.

Winka tersenyum. Merasa terjebak. Ayahnya bilang kalau acara makan siang kali ini hanya akan menjadi acara rutin yang mereka lakukan setiap satu bulan sekali. Seharusnya gadis itu curiga saat Bram Winata tiba-tiba memintanya untuk berpakaian rapi.

"Makasih, Tante."

Winka lagi-lagi harus menahan dengkusannya ketika menyadari kalau meja itu telah ditata sedemikian rupa. Bram Winata sengaja menempatkannya tepat di samping Surya. Gadis itu secara diam-diam melemparkan tatapan kesal pada sang ayah-yang tentu saja tak diacuhkan oleh Bram.

"Tante dengar kamu seorang desainer furnitur."

"Tukang kayu, Tante," seloroh gadis itu.

Elma tertawa. Poin tambahan: calon menantunya ternyata mempunyai selera humor bagus.

"Mandiri? Atau tergabung dengan perusahaan?"

"Dua-duanya." Winka menjelaskan. "Saya mendesain untuk sebuah perusahaan furnitur, dan menerima pesanan desain secara mandiri. Hanya saja, saya tetap lebih fokus untuk perusahaan."

"Kamu tergabung di perusahaan mana?" Bakti Wibisana menatap gadis itu lekat-lekat.

"Osware."

"Ah, saya pernah beberapa kali beli furnitur kantor di sana." Bakti tersenyum. "Kamu mirip sekali dengan Tante Grace."

Winka mesem. "Setiap orang yang pernah ke sini, dan melihat foto Oma di ruang tamu pasti bakal bilang begitu. Well, seenggaknya dia mewariskan hal-hal baik yang menguntungkan buat saya."

Elma tertawa. "Termasuk rambut ungu yang nyentrik itu?"

"Ini smookey lilac." Gadis itu menekankan. "Nggak cuma ungu. Saya harus bleaching berkali-kali buat dapatin warna ini."

"Rambut saya juga smookey."

"Itu uban, Tante," kata gadis itu pura-pura prihatin.

Kedua orang tua Surya Wibisana tersebut kontan terbahak-bahak, sedangkan putra mereka justru tercengang-cengang menatap Winka. Pada detik itu, Surya benar-benar merasa nggak keberatan dengan segala hal yang ada pada diri Winka Winata.

Adrian yang duduk di sisi sebelah kanan Winka, mendekatkan kepalanya dan menggumam geli. "Lo gila."

Winka mengedikkan bahu nggak peduli. Dia nggak sedang berusaha untuk memberikan kesan baik pada kedua orang tua Surya. Meskipun, sebenarnya gadis itu telah gagal. Sebab, tanpa ia sadari pasangan Wibisana itu telah jatuh hati padanya.

Win-Ka-WinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang