19. Terkuaknya Misteri Mahasiswi Yang Buat Gagal Move On - Part 1

16K 3K 257
                                    

.
.
.
.
.
.

"Cewek yang duduk di bawah sama Mario itu pacarnya?" Satriya mendudukkan dirinya dengan nyaman. Mbak Dea mengalihkan perhatiannya dari layar laptop yang sedang menayangkan grafik keuntungan restoran bulan lalu.

"Kenapa?" Mbak Dea menggeser kursinya agar bisa duduk lebih santai.

"Cantik."

"Tunggu sampai lo lihat emaknya."

"Wah, janda?" Satriya mendadak antusias.

"Sembarangan!" Mbak Dea memukul lengan sepupunya itu sepenuh hati. Satriya hanya tertawa-tawa. "Pawangnya ngeri, nggak kuat lo kalau mau saingan."

"Tapi, kalau anaknya secantik itu, ibunya pasti boleh juga."

"Nggak akan demen dia sama modelan kayak lo."

"Cewek-cewek gue artis, woy!" Satriya agak tersinggung.

"Dan nggak jelas." Mbak Dea mengajak Satriya untuk turun ke bawah. "Galih sama Winka bentar lagi nyusul. Heran gue, mau nikah tapi santai amat mereka."

"Ya, kalau kawinnya sama lo beda cerita lagi, Mbak," goda Satriya.

"Maksud ngana?"

Satriya sengaja mendekatkan bibirnya ke telinga Mbak Dea untuk mendramatisir. "Ribet."

"Wah, tidak ada makan gratis bagimu, Kisana!"

Satriya terbahak-bahak. "Winka bakal tetap jadi Winka meskipun mertuanya adalah Budhe Dewi."

"Judes dan rewelnya nyokap gue sama sekali nggak mempan buat dia."

"Bangsat banget emang si Galih. Ketiban durian runtuhnya nggak main-main."

"Dia lebih jeli ketimbang lo."

"Dih, geli amat deketin Winka, kayak nggak ada yang lain." Bukannya Satriya merendahkan gadis itu, hanya saja, "Dia adik gue. Kayaknya susah banget menghilangkan sterotip itu dari kepala gue."

"Tapi, kalau bukan Winka, adik gue nggak bisa dipegang. Susah banget si Galih. Rewelnya hampir kayak Mama, hanya karena beda kelamin jadi lebih kalem dan pendiam aja."

Restoran mulai ramai kembali karena memasuki jam makan malam. "Emangnya ceweknya Mario nggak dicariin main sampai jam segini? Dari tampangnya, anak baik-baik tuh."

"Dia bukan ceweknya Mario." Mereka mengamati interaksi Mario dan Caca. Dua remaja itu terlihat sedang berdiskusi seru dengan banyak buku berserakan di atas meja dan sebuah tablet yang memuat gambar anatomi tubuh manusia. Satriya dan Mbak Dea menarik kursi yang tidak jauh dari meja sepasang remaja tersebut. "Sahabat."

"Emang bisa?"

Mbak Dea mengedikkan bahu. "Lagipula, mereka lagi ngerjain tugas, dan ibunya memang nitip anaknya di sini." Mbak Dea menyangga kepalanya sembari tersenyum mengamati interaksi Mario dan Caca. "Bukannya mereka kelihatan cute banget, ya? Gue bakal bersyukur seumur hidup kalau dapat mantu kayak Caca."

"Gue bakal tobat seumur hidup kalau dapat istri kayak dia," ledek Satriya.

"Si Kampret!" Mbak Dea menonyor kepala Satriya. "Gue tetap nggak bakalan kasih restu, meskipun dia mau sama lo."

"Jahat lo." Satriya manyun. "Duh, pasangan baru norak amat." Galih dan Winka berjalan sambil bergendengan tangan. "Nggak punya pengalaman, jadinya alay."

"Kebanyakan pengalaman kayak lo, jadinya bangsat."

"Wih, hamil lagi, lo? Sensi amat."

"Itu pacarnya Mario?" Winka antusias sambil menunjuk Mario dan Caca yang tidak sadar dengan kehadiran sekumpulan orang dewasa berisik tersebut. "Cantik banget, Mbak."

Win-Ka-WinWhere stories live. Discover now