23. Win, Please!

13.6K 2K 167
                                    

Kutahu ini lama sekali, tapi tetap kuucapkan selamat datang kembali ke dunia Winka dan Galih.
Kalau udah lupa bisa dibaca ulang lagi, Beb.
Salam damai dari ampas pejuang resesi 🤣

23. Win, Please!

Galih merelakan jadwal mengisi kelas dan membimbing mahasiswanya untuk menemani Winka. Meski untuk itu dia harus menjadwal ulang kelas dan pembimbingan yang ia batalkan hari ini pada waktu selanjutnya. Pria itu tidak mengusik Winka yang sedari tadi terdiam. Wajah gadis itu tampak datar, tetapi tatapan matanya dapat menjelaskan bagaimana khawatirnya gadis itu saat ini.

Sebuah bom yang langsung dilemparkan ke wajah gadis itu.

Galih beberapa kali pernah mendengar tentang hal-hal kotor yang dilakukan oleh perusahaan Winata untuk melancarkan beberapa proyek yang sedang mereka kerjakan. Bisnis properti dan jalan tol merupakan lahan basah yang menggiurkan bagi banyak pihak. Tidak mengherankan jika bisnis itu terkenal dapat menghalalkan segala cara, termasuk mengakali hukum.

"Pak Gal, lapar, nggak?" Gadis itu akhirnya membuka suara.

"Iya."

"Boleh drive thrue fast food? Kayaknya makan ayam sama cola enak banget." Winka duduk menyamping untuk menatap Galih.

"Boleh." Gadis itu tidak perlu memasang wajah imut dan memohon untuk membuat Galih menuruti perkataannya. Cukup mengulas sebuah senyum tipis dan Galih bisa dipastikan jatuh terperosok.

"Terima kasih, Pak Gal."

#

Galih mengajak Winka ke Ancol. Pria itu berpikir untuk memberikan gadis itu sedikit waktu guna menerima kejadian yang baru saja ia alami. Galih sengaja menyewa tikar dan membentangkannya di area yang sepi. Jam menunjukkan pukul lima sore dan langit mulai berubah menjadi jingga, sedangkan aktivitas di pantai tersebut tampak lengang, lebih-lebih hari ini merupakan hari kerja.

Mereka mampir untuk drive thrue sebelum memutuskan menghabiskan sisa waktu hari ini di pantai, dan pesanan gadis itu menjadi berkali-kali lipat lebih banyak dari yang seharusnya dia janjikan. Winka tidak hanya memesan ayam goreng dan cola seperti katanya tadi, tetapi juga beberapa jenis burger, kentang goreng, onion rings, pie, dan akhirnya memutuskan di detik terakhir untuk mengganti colanya dengan kopi. Galih tidak perlu merasa khawatir karena perut gadis itu akan dengan senang hati menampung semua makanan tersebut. Tubuh mungil Winka Winata memang tidak sejalan dengan porsi makannya yang besar.

Gadis itu makan dengan lahap tanpa perlu merasa sungkan dengan Galih. Meskipun mulut Winka terlihat kecil, tapi mulutnya dapat menampung makanan dalam kapasitas yang mengagumkan. Hanya dengan memandangi cara gadis itu melahap makanannya, Galih sudah merasa kenyang.

Pipi Winka menggembung dan mulutnya tidak berhenti mengunyah. Gadis itu sesekali tersenyum ketika pandangan matanya bertemu dengan Galih, lantas dengan spontan menyuapi pria itu karena Galih sepertinya lebih memilih menontonnya ketimbang makan.

"Kayaknya beberapa hari ke depan aku bakal terus makan ini. Kamu nggak apa-apa kalau aku makan fast food setiap hari."

"Nggak."

Winka mengerutkan keningnya—berpikir—merasa ambigu dengan jawaban Galih. Wajah gadis itu terlihat serius, sedangkan mulutnya tidak mau berhenti mengunyah. Galih tersenyum samar. Winka pasti tidak sadar kalau dia terlihat begitu menggemaskan meskipun usianya sekarang dua puluh empat tahun.

"Terlalu sering makan fast food setiap hari nggak baik untuk kesehatan. Bersedih dan mencoba menerima kenyataan memang harus kamu lakukan. Namun, menghancurkan dirimu sendiri karena kesedihan adalah sebuah kebodohan. Aku nggak mau kamu menjadi orang bodoh. Aku mau kamu tetap menjadi Winka yang berpikir rasional dan tidak gegabah. Yang memperhitungkan setiap hal sebelum mengambil keputusan. Yang tetap bertahan, meskipun terombang-ambing di tengah lautan. Winka yang kukenal," Galih menatap mata Winka lamat-lamat. "Akan selalu berusaha mencari jalan, meskipun dia terdesak."

Win-Ka-WinWhere stories live. Discover now