22. Hari Ketika Aku Mengecewakanmu Kembali

18.5K 2.6K 130
                                    

Bisa nggak nih 2000 bintang dan 1000 komentar wkwkwkwk
.


.
.
.
.

22. Hari Ketika Aku Mengecewakanmu Kembali

"Semua persipan sudah selesai." Juna membuka file yang baru saja dikirim oleh skretarisnya.

"Pastikan tidak ada kebocoran. Kita tidak bisa menundanya lebih lama."

"Anda sudah mendapatkan suara dari Bu Irina. Kita telah memegang empat puluh persen saham. Jika digabung dengan milik ibu Marina dan Adrian, total saham yang Anda dapatkan sekitar empat puluh lima persen."

"Kita tidak bisa mengasumsikan Adrian bergabung secara suka rela. Anak itu tidak semudah kelihatannya. Papa memilki mayoritas saham, diikuti dengan saham nenek yang dihibahkan pada Winka. Kita masih harus mencari enam persen saham lagi untuk bisa aman."

"Ada dua orang diluar Pak Bram dan Winka yang masing-masing memegang tiga persen saham. Jika kita bisa membujuk mereka untuk bergabung, maka Anda sudah bisa langsung melakukan serangan."

"Jagan terburu-buru. Papa bukan orang yang lemah. Dia diam bukan berarti tidak meyusun strategi untuk melakukan serangan balik."

Mobil yang mereka tumpangi memasuki parkiran gedung perusahaan. Mereka turun dari dalam mobil bertepatan dengan sebuah mobil SUV yang parkir di samping mobil Juna. Pria itu sedikit bertanya-tanya karena tidak familiar dengan mobil tersebut. Terlebih ini adalah parkiran direksi yang tidak bisa diisi oleh sembarangan karyawan.

Juna mengernyit saat melihat Winka Winata dan Galih Mahendra turun dari dalam mobil tersebut. Juna sadar bahwa gadis itu telah mengubah kembali warna rambutnya. Pria itu terpaku selama sepersekian detik karena detail warna itu membuat Winka terlihat sangat cerah, terlebih ia mengenakan kemeja berwarna hijau sage dan rok selutut berwarna putih yang membalut tubuh gadis tersebut dengan manis.

Arah pandang pria itu kemudian turun pada tangan Winka yang digenggam oleh Galih. Pria itu seketika tersadar dan kembali memasang wajah profesional. Winka menatap Juna ketika ia tersadar bahwa pria itu berdiri di hadapannya. Gadis itu tidak berniat menyapa, tetapi Galih menahannya sebagai bentuk sopan santun.

"Apa kabar, Juna?"

"Baik." Juna menatap Winka. "Kamu ngapain ke sini?"

"Nggak ada hubungannya sama kamu," kata gadis itu cuek.

"Papa sedang rapat."

"Kami bisa menunggu," jawab Galih kalem. Pria itu segera mengajak Winka pergi sebelum gadis itu melempar kata-kata tajam. "Kami duluan."

Juna tidak mencegah. Pria itu hanya mengamati sepasang manusia yang berjalan menjauh sambil bergandengan tangan tersebut.

#

"Kenapa aku selalu nggak suka sama Juna?"

"Karena kamu nggak mau berdamai sama dia."

"Dia sakit." Winka mengernyit. "Dalam ingatanku, kami nggak pernah bersinggungan sampai beberapa waktu lalu. Sekarang dia terlihat defensif dan cenderung mengintimidasi."

Galih memikirkan beberapa hal, tapi dia memilih untuk diam. Mereka menaiki lift menuju rangan Bram Winata.

"Kamu masak apa?" Galih melirik tas berisi lunch box yang ia tenteng.

"Masakan Manado." Mereka keluar dari lift dan berjalan menuju ruangan Bram.

"Winka?"

Winka tersenyum pada sekretaris Bram ketika mereka berpapasan di depan pintu ruang kerja ayahnya.

Win-Ka-WinWhere stories live. Discover now