43. Aku Mencintainya

7.8K 406 3
                                    

“Aku akui. Pertemuan kita adalah
hal yang harus aku syukuri.”
Angkasa

***

Angkasa berjalan masuk kedalam rumahnya. Tengah malam, dia baru pulang, bahkan masih mengenakan seragam sekolah. Tapi itu tidak aneh, Angkasa membuka pintu yang tidak dikunci itu. Lalu dia berjalan dengan santai kedalam,

"Angkasa,"  panggilan suara itu berhasil membuat Angkasa menghentikan langkahnya.

Angkasa menatap kebelakang, menatap lelaki paruhbaya itu malas.

"Kenapa kamu baru pulang?" ujar lelaki itu.

Angkasa berdecih. "Sejak kapan Papa mulai bisa ngurusin urusan anak yang ga berguna ini?" balas Angkasa, Angkasa berbicara dengan apa yang pernah ia dengar dari mulut Papa nya dulu. Angkasa tidak akan melupakan omongan-omongan kasar dari mulut Papa nya yang ia dengar.

"Angkasa! Kenapa kamu disekolah gak temenin Debbi?" ucap Amar.

"Emang harus ditemenin?" balas Angkasa. "Debbi udah gede. Angkasa juga. Angkasa punya urusan sendiri,"

"Oh iya lupa. Debbi masih anak tk yang cuma bisa ngadu sama orang tua nya," tambah Angkasa.

"Papa nggak pernah ngajarin kamu bersikap kaya gini!" ujar Amar.

"Emang Papa gapernah ngajarin aku, ngajarin dalam hal apapun. Yang aku tau cuma gimana Papa ngejelekin aku, dengan segala kata kotor," balas Angkasa. Lalu cowok itu berjalan masuk, tidak peduli lagi dengan pria yang masih ada ditempat nya.

****

Senja yang sudah mengenakan seragam sekolah itu duduk dimeja belajarnya. Memasukan buku-buku yang akan menjadi pelajarannya hari ini, walaupun kadang memang tidak ada pembelajaran dikelas. Senja suka belajar sendiri, mengerti semua mata pelajaran sendiri. Tidak ada maupun adanya guru, Senja tetap belajar. Toh, sebentar lagi akan ada ulangan akhir semester. Ini waktunya ia belajar untuk mendapat nilai bagus.

Senja berjalan keluar rumah. Dia keluar dari rumah yang sudah sepi itu, hanya ada pembantu rumah dan tukang kebun. Semua orang yang tinggal disini layaknya seperti orang asing yang tidak pernah saling kenal, membuat Senja tidak nyaman jika berada didalam tengah-tengah keluarganya yang seperti ini.

Senja tidak melihat Angkasa seperti biasa, itu yang membuat dirinya merasa sedikit kecewa disetiap pagi nya. Tidak ada lagi penyemangat pagi yang selalu hadir menemani terbitnya matahari. Senja membuka gerbang rumahnya, dengan sangat senang. Ia melihat seorang lelaki yang berada diatas motor. Tersenyum kearahnya membuat bibir Senja terangkat, membentuk senyuman indah.

"Hai Angkasa," sapa Senja. "Kenapa kamu gak bilang mau kesini?"

"Cepetan naik," itulah balasan Angkasa. Walaupun tidak tepat pada pertanyaan Senja. Tapi Senja tetap senang. Bagaimanapun sikap dan prilaku Angkasa, Senja tetap mencintai sepenuhnya lelaki ini.

Senja memeluk tubuh Angkasa dari belakang. Tidak ada yang berbeda satupun dari cowok ini. Hanya beberapa hari saja, Senja sudah rindu berada diatas motor Angkasa.

Motor Angkasa berjalan menelusuri jalanan kota pagi yang masih terlihat ramai lancar. Selang beberapa menit, motor itu sampai didepan sekolah. Masuk kedalam sekolah yang terlihat megah diluar. Tapi jangan kaget melihat sekolah didalamnya. Sekolah besar yang dipenuhi fasilitas lengkap, tapi tidak terawat.

"Makasih ya angkasa." ujar Senja, cewek itu turun dari motor Angkasa, lalu merapihkan rambutnya yang berantakan akibat angin.

"Angkasa! Lo kenapa ninggalin gue? Hah? Kenapa? Lo kok gak jemput gue!" omel seorang cewek yang baru saja datang.

Angkasa [END] ✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ