38. Sakit (1)

8.8K 403 0
                                    

“Kenapa dunia seperti tidak adil? Dunia selalu mempertemukan ku oleh orang-orang yang selalu memberi harapan. Tapi palsu.”

Senja

***

Senja memperhatikan cowok yang kini masih menjadi pacarnya itu, Senja duduk dipinggiran lapangan. Melihat Angkasa yang sedang bermain futsal bersama dengan teman-teman yang lainnya. Senja terus menatap cowok yang kini sedang berkeringat. Rambut dan baju nya basah akibat keringat. Terik matahari begitu menyorot ke bumi.


Tangan Senja membawa botol minum, niatnya dia ingin sekali memberi Angkasa minum. Senja terus menatap cowok itu, ketika permainan itu selesai. Senja berdiri dari duduknya dan ingin melangkah mendekat ke Angkasa.

"Kak...in...ini...minum buat kakak," ucap seorang perempuan dengan takut-takut. Cewek itu menyodorkan sebotol air mineral kepada Angkasa membuat Angkasa mengerutkan keningnya.

Angkasa melihat kearah lain, dia melihat Senja yang ingin berjalan kearahnya. Dengan cepat Angkasa menerima botol mineral itu. "Thanks, nama lo siapa?" tanya Angkasa.

Cewek yang dihadapan Angkasa begitu terlihat sangat senang ketika pemberiannya diterima. "Tessa," jawabnya.

Angkasa hanya manggut-manggut, cowok itu membuka sebotol air mineral itu, lalu ia meneguknya hingga setengah. Cowok itu nampak lelah.

"Makasih ya kak," ucap Tessa.

"Makasih untuk?"

"Udah nerima minuman dari aku."

"Santai aja."

"Aku ke kelas dulu ya," pamit Tessa, Angkasa hanya mengangguk. Lalu cewek itu pergi dari hadapannya.

Angkasa melihat kembali kearah dimana gadisnya itu. Tapi, dia tidak lagi melihat Senja menuju arahnya, melainkan cewek itu malah pergi. Pundaknya terlihat menuruh. Angkasa yakin pasti dia sangat kecewa dengan apa yang Angkasa perbuat.

Angkasa masih bersikap biasa saja. Lalu cowok itu berjalan menuju dimana teman-temannya berada. Angkasa duduk diantara teman-temannya yang juga sedang mengatur nafasnya.

"Sa, lo tega banget sumpah." ujar Herdi.

"Tega kenapa?" tanya Angkasa santai.

"Tadi senja mau nyamperin lo. Tapi lo nya malah udah duluan sama cewek lain, sekarang lo udah bisa nerima lagi cewek-cewek kaya gitu?" balas Herdi.

"Biar seneng aja," sahut Angkasa.

"Biar seneng sih biar seneng. Tapi lo jangan jadi kaya Herdi, ngasih harapan ke cewek. Padahal mah gak suka, ntar lama-lama lo jadi kaya Herdi Sa. Awalnya iseng-iseng. Lama-lama malah jadi kecanduan," ujar Fadli.

"Nah iya bener. Herdi kan sebelum jadi fuckboy. Dia cuma iseng, tapi katanya seru, dan jadilah begini." sahut Pandu.

"Kenapa gue coba. Gini nih nasib jadi orang ganteng, diomongin terus." Herdi menegak minumannya.

"Penyakit gr nya mulai," sahut Rafi.

"Kasian lo, Sa, si Senja. Jangan digituin, emangnya lo tega gitu liat dia sedih?" ucap Pandu. "Ada yang tulus kok malah disia-siain."

"Siapa yang tega? Gue gapernah bilang gue tega." timpal Angkasa.

"Tapi sikap lo seakan lo emang gak peduli, gue yakin lo pasti tadi nerima minuman dari si adik kelas itu karena lo liat Senja kan?" ujar Herdi. "Lo jangan gitulah, lo cemburu liat Senja sama Renaldi? Lagian lo juga yang nyuruh dia. Jangan egois lo jadi cowok,"

"Emang gue salah?" tanya Angkasa.

"HADEUHHHHHHH!" kompak semua teman-teman Angkasa.

"Salah banget. Udah nyakitin, gak peka lagi," ucap Herdi.

"Minta maaf sana Sa," ujar Rafi.

"Iya lo bener. Ntar diputusin sama Senja jangan nangis meyek-meyek lo, nanti uring-uringan terus," sahut Pandu.

"Gue ga selebay lo," celetuk Angkasa.

"Dih. Emang gue lebay?" tanya Pandu.

"Ya kadang-kadang sih Ndu," jawab Herdi. "Lo gaada bedanya sama si Jarwo. Lo kan funboy, hidup lo selalu tentram, gak kaya kita-kita. Bener ga bro?"

"Bener banget itumah. Hidup lo gaada yang rumit Ndu," ujar Fadli.

"Jangan begitu. Pengen hidup gue beda sama kalian, dari semuanya kita beda. Tapi kita tetap saudara, semua nya sama." ucap Pandu.

"Tumben lo pinter." timpal Rafi.

"Yaiyalah, emang sejak kapan gue bodoh," ujar Pandu.

"Lo mah kebetulan doang pinter nya Ndu. Kalo masalah bodoh mah emang dari lahir," celetuk Herdi membuat Pandu sedikit murung.

"Gitu aja ngambekan. Kaya bocah gadibeliin mainan sama mama nya," sahut Fadli.

"Brisik lu, gue aduin sama mami gue nanti. Lo semua jahat sama gue," ucap Pandu.

"Lah. Silahkan aja! Mami lo kan sayang sama kita, gak mungkim mami lo mecat kita jadi anak tiri," Herdi terkekeh.

****

Senja berjalan dengan jalan yang sedikit lemas. Kepala nya ia tundukan disepanjang jalan, hatinya tergores sebuah luka. Rasa sakit kini sedang menimpa dirinya. Rasanya sangat berbeda dengan yang sebelumnya pernah ia alami. Kejadian yang ia lihat itu sangatlah menyentuh hati nya. Senja duduk disebuah bangku yang ada ditaman sekolah. Bangku ini sebelumnya pernah ia duduki bersama dengan Angkasa. Senja merasakan dada nya yang sesak. Pelupuk matanya sudah tidak bisa lagi menahan air mata. Hingga satu tetesan jatuh dari matanya. Tetesan air mata itu jatuh di rok nya.

Dengan sangat kuat, Senja menahan rasa sesaknya. Senja menahan apa yang dirasakannya. Air matanya langsung ia usap. "Hati yang terluka, pasti akan sembuh. Walaupun luka itu masih berbekas, Lihatlah dari sebuah getah yang menempel di pakaian. Pakaian itu sudah dicuci berkali-kali, tapi bekas nya tetap ada."

Senja menghapus air mata yang ada di pipinya. Lemah, itu bukan Senja.

"Senja," suara berat seseorang itu berhasil membuat Senja langsung menoleh kesampingnya.

"Angkasa, kenapa?" tanya Senja.

"Maaf ya Ja. Aku gak bermaksud kaya tadi," ujar Angkasa. "Cuma nerima minuman aja. Gak lebih," tutur Angkasa. Wajah cowok itu nampak merasa bersalah.

"Gak papa kok." Senja tersenyum kepada Angkasa.

"Aku tau kamu kuat Senja. Tapi jangan kaya gini, kalo aku nyakitin kamu, kamu bilang aja sama aku," ujar Angkasa.

"Ya tapi aku emang gak papa Angkasa," ucap Senja.

Angkasa menghelai rambut panjang Senja. "Aku cuma mau kamu fokus dulu sama Renaldi, jangan ngurusin aku terus. Aku bisa ngurus diri aku sendiri," ujar Angkasa.

"Iya Angkasa." jawab Senja.

***


Vote ya temen-temen.

Angkasa [END] ✓Where stories live. Discover now